Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Dalam Pusaran, Jokowi Lebih Pilih Politik Ketimbang Ekonomi

16 Juni 2022   10:59 Diperbarui: 21 Juni 2022   09:36 151 13
Banyak yang bilang "anti klimaks" dalam mengomentari reshuffle jilid ketujuh kabinet Jokowi sejak menjabat presiden mulai 2014 yang lalu. Pelantikan kemarin siang -- yang didahului makan siang bersama tujuh ketua umum partai politik pendukung pemerintah yang penuh canda tawa, konon -- menurunkan suhu yang sehari sebelumnya menaik tinggi dan drastis. Sedrastis itu pulalah turunnya harapan masyarakat terhadap perbaikan ekonomi yang gonjang-ganjing belakangan ini sehingga sepatutnya menjadi prioritas utama. Pun dalam melakukan penggantian menteri-menteri yang memang terbukti tidak perform selama menjabat.

Konon, banyak "nama-nama besar" yang semula masuk daftar untuk diganti yang juga dikesankan dari pemanggilan mereka ke Istana sehari sebelumnya. Kalau melihat liputan media, ada sejumlah menteri yang dipanggil yang lebih bernasib mujur dibanding Muhammad Lutfi dan Sofyan Djalil yang harus melepaskan jabatannya masing-masing sebagai Menteri Perdagangan dan Menteri ATR/BPN. Keduanya digantikan oleh dan Zulkifli Hasan dan Hadi Tjahjanto.

Pergantian anggota kabinet tersebut juga dipahami sebagai menggalang kekuatan oleh Jokowi dengan menambah PAN dan PBB sebagai koleksi untuk parpol yang baru bergabung pada barisan wakil parpol yang sebelumnya sudah ada di kabinet. Tarik-tarikan dengan ketum parpol akhirnya membatalkan pergeseran "nama-nama besar" dimaksud dari Kabinet Indonesia Maju. Artinya, reshuffle ini lebih pada pertimbangan politik daripada perbaikan ekonomi. Dan ini tentunya membuat kecewa banyak orang yang sudah "harap-harap cemas" sebelumnya.  

Begitulah Presiden Jokowi. Seperti yang aku tulis di sini kemarin sore, beliau pemimpin jujur, bersih, sekaligus penuh misteri. Waktu yang akan menyingkapkan kemudian.  

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun