Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bahasa Pilihan

Reklame, Guru Bahasa bagi Masyarakat

27 Januari 2023   18:21 Diperbarui: 28 Januari 2023   11:08 515 13
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksud reklame adalah pemberitahuan kepada umum tentang barang dagangan (dengan kata-kata yang menarik, gambar) supaya laku; iklan.

Kita sangat mudah menemukan reklame. Begitu kita keluar dari rumah, lalu memasuki jalan, di tepi-tepinya sudah ada reklame. Apalagi ketika kita memasuki area persimpangan jalan, reklame terpajang memenuhi area pemajang.

Di sebelah sana ada reklame, di sebelah sini ada reklame. Di sudut itu ada reklame, di sudut ini ada reklame. Sehingga, ke mana pun pandangan mata kita selalu tertumbuk pada reklame.

Realitas demikian tidak hanya ada di kota-kota. Reklame banyak juga ditemukan di tepi-tepi dan persimpangan jalan di desa-desa. Apalagi di desa-desa yang menjadi objek wisata.

Desa yang menjadi objek wisata pada saat-saat tertentu dipenuhi orang. Mereka berasal dari berbagai tempat. Keadaan ini oleh pengiklan dapat menjadi sasaran reklame.

Sebab, sesuai dengan maksudnya yang sudah disebutkan di atas, reklame untuk menarik perhatian masyarakat. Agar masyarakat membeli/mengikuti  barang (atau jasa)/informasi yang didagangkan/diumumkan.

Oleh karena itu, reklame yang utamanya menggunakan sarana bahasa dan sebagian gambar secara tidak langsung memiliki peran serupa guru bahasa. Tepatnya, sebagai guru bahasa bagi masyarakat. Karena reklame ditujukan kepada masyarakat.

Masyarakat yang dapat membaca tentu tidak mengabaikan  reklame yang menarik perhatiannya. Mereka akan membacanya, bahkan membaca semua reklame yang dijumpainya. Sebab, rerata reklame memang menarik. Baik dari segi bahasa maupun gambar.

Orang yang belum dapat membaca saja boleh jadi merasa tertarik terhadap reklame yang dijumpai. Sebab, faktor yang membuat reklame menarik ternyata tidak hanya dari segi bahasa dan gambar. Tetapi, dari segi pewarnaan juga.

Malah bagi orang yang sudah memiliki kemampuan membaca, bahasa dalam reklame sering menjadi sumber renungan, senyuman, bahkan lontaran komentar dan bahan tertawaan. Sekalipun bukan mustahil semua sikap itu dapat disebabkan pula   oleh gambar dalam reklame.

Bahasa dalam reklame yang membuat pembaca merenung, tersenyum, berkomentar, dan tertawa menandakan bahwa bahasa tersebut dilogika dan dirasa-rasakan. Jelasnya, di dalam logika dan emosi pembaca berlangsung aktivitas berbahasa.

Dalam proses tersebut, disadari atau tidak, pembaca sedang menggumuli bahasa. Karena, bahasa reklame sangat beragam. Ada bahasa reklame yang mudah dipahami; ada yang sulit dipahami.

Bahasa reklame yang maksudnya  mudah dipahami dapat disebut sebagai bahasa bermakna denotatif. Sedangkan, bahasa reklame yang maksudnya sulit dipahami disebut  sebagai bahasa bermakna konotatif.

Terhadap bahasa reklame yang bermakna denotatif, pembaca tidak kesulitan memahami maksud reklame itu. Pembaca langsung mengerti maksud yang dikehendaki oleh pengiklan.

Akan tetapi, terhadap bahasa reklame yang bermakna konotatif, pembaca perlu merenungkan dan menafsirkan maksud reklame tersebut. Sehingga sangat mungkin dalam merenungkan dan menafsirkan maksud bahasa reklame ada pembaca yang memerlukan waktu sangat cepat, cepat, atau lama.

Hal itu tergantung kemampuan berbahasa pembaca. Pembaca yang terampil berbahasa tentu lebih cepat memaknai bahasa dalam reklame itu daripada pembaca yang kurang terampil berbahasa.

Sejatinya gambar di dalam reklame juga dapat  membantu pembaca memaknai bahasa dalam reklame. Saya pernah kesulitan memahami maksud bahasa dalam sebuah reklame. Tetapi, ketika saya menghubungkannya dengan gambar yang ada di reklame itu, saya mulai memahami maksudnya, sekalipun belum tentu benar.

Biasanya bahasa reklame yang jenis ini (seperti yang saya jumpai) diksi-diksinya sangat puitis. Berbeda dengan reklame yang menggunakan bahasa lugas, diksi-diksinya mudah dimengerti. Jadi, ada bahasa reklame yang puitis; ada bahasa reklame yang lugas.


Selalu ada yang baru

Sejauh pengetahuan saya, reklame produk tertentu tidak selamanya dipajang. Dalam rentang waktu tertentu, reklame tersebut diturunkan dari pemajang. Tetapi, selanjutnya diganti dengan reklame  yang baru dengan produk yang sama. Jadi, yang baru adalah bahasa dan gambarnya, sementara produknya tetap.

Hal itu merupakan salah satu strategi pemasaran produk. Dengan bahasa dan gambar yang baru, masyarakat memiliki ketertarikan lagi. Sebab, sesuatu yang baru  sering-sering menimbulkan rasa penasaran.

Dalam konteks itu, masyarakat akan mendapatkan pesan baru melalui bahasa (dan gambar) dalam reklame. Selain itu, masyarakat juga menemukan kesan yang baru, yang berbeda dengan kesan yang didapat dalam reklame sebelumnya, meskipun produk yang dipasarkan tetap. Di sinilah sebetulnya masyarakat memasuki proses "mempelajari" bahasa yang ada di dalam reklame.

Dengan adanya pergantian reklame dalam rentang waktu tertentu, yang dilakukan secara berkala, menunjukkan bahwa masyarakat terus menjalani proses "belajar" bahasa. Reklame menjadi penyedia ruang bagi masyarakat untuk belajar bahasa yang selalu mengikuti perkembangan zaman.

Hanya, ruang belajar bahasa melalui reklame bagi masyarakat masa kini (ternyata) tidak hanya tersedia di ruang-ruang publik. Tetapi, tersebar juga melalui berbagai media, baik media cetak maupun digital. Bahkan, di dalam media yang disebut terakhir, kita mudah menemukan reklame (baca: iklan) yang sangat menarik dan selalu baru.

Bukti

Bahwa masyarakat berguru mengenai bahasa melalui reklame dapat dibuktikan dalam pertumbuhan berbahasa anak. Kita menemukan anak-anak yang pandai mengungkapkan istilah-istilah baru sekalipun belum pernah diajarkan oleh orangtuanya.

Bahkan, tidak jarang ketika anak begitu terampil mengungkapkan istilah baru dengan aksen yang menarik dan lucu di hadapan orangtua, orangtua terkejut. Kok bisa ya? Begitu mungkin wujud keterkejutan orangtua. Tetapi, selidik punya selidik, ternyata si anak menirukan iklan yang tayang di media.

Itu salah satu contoh bahwa iklan dapat menjadi guru bahasa bagi anak. Melalui melihat tayangan iklan, juga banyak anak yang berbicara cas-cis-cus disertai dengan bahasa tubuh yang apik. Begitu terampil dan sangat memikat.

Sering juga guru menemukan tulisan-tulisan siswa yang memunculkan diksi-diksi yang  unik, yang ternyata terinspirasi dari bahasa dalam reklame. Guru, termasuk guru bahasa, yang tidak mengikuti perkembangan bahasa dalam reklame, dipastikan ketinggalan pengetahuan bahasanya.

Karena ternyata perkembangan bahasa dalam reklame sangat cepat. Selalu ada perubahan dan lahir diksi-diksi baru yang unik dan menyegarkan. Sehingga, memikat perhatian  masyarakat.

Tetapi, bukan berarti baik-baik saja. Sebab ternyata ada reklame yang kurang hati-hati dalam hal ejaan. Yang, begitu saja terserap sebagai pengetahuan masyarakat, termasuk anak-anak. Dan, keadaan ini agaknya sedikit menimbulkan kendala bagi anak-anak (khususnya) ketika belajar bahasa Indonesia di sekolah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun