Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Belajar dari Konflik Latu dan Hualoy di Pulau Seram

18 Mei 2019   15:45 Diperbarui: 18 Mei 2019   16:11 1286 2
Ada banyak hal yang berubah semenjak serentetan kisruh di Amalatu, Seram Bagian Barat. Situasi antara Latu dan Hualoy memanas dan belum menemui dinginnya sampai kini. Dua negeri yang bertetangga itu terlibat pertikaian besar yang berakibat kerugian bagi keduanya. Beberapa gedung sekolah serta rumah di Hualoy dan Tomalehu terbakar. Korban jiwa jatuh dengan darah bersimbah-simbah dari dua pihak. Ada yang terbakar, ada yang ditebas, ada yang terkena amukan mesiu serta ganasnya peluru bedil. Belum lagi anak-anak di Hualoy yang terpapar perasaan traumatis.
         
Konflik ini begitu banyak sudah cukup menyita perhatian khalayak di Maluku. Kapolda, Pangdam sampai Gubernur dituntut bergerak cepat menyelesaikan masalah sesensitif ini. Mahfum saja, di Maluku sendiri riwayat konflik begitu tidak menyenangkan. Dan semua orang tahu itu. Dua negeri ini adalah saudara sebenarnya. Mereka duduk di satu tubuh yang sama, hanya berjarak beberapa putaran roda ban mobil lintas kabupaten. Begitu pilu saat dapati kenyataan yang seperti sekarang ini. Doa-doa datang dari penjuru tempat. Usul perdamaian dikumandangkan di mana-mana, dari kantor polisi sampai media daring. Harapannya sama: Latu dan Hualoy bisa rukun.

Entah bagaimana mulanya sumbu konflik itu sampai menyala. Entah siapa pula yang pertama membakarnya dan sejak kapan. Saya tak sampai tahu perihal itu. Saya hanya tahu persis orang-orang di Latu akan mengaku diri sebagai tidak bersalah, begitu juga orang-orang di Hualoy. Masing-masing akan berkata merekalah korban, merekalah paling dirugikan. Tak perlu mereken kerugian di Latu maupun Hualoy, dua-duanya akan ongotot mengaku kehilangan banyak darah.
               
Ada banyak pihak yang dipusingkan dari masalah ini. Bukan saja aparat, masyarakat pun merasakannya. Letak Latu dan Hualoy adalah persis di titik jalan trans Pulau Seram. Artinya apa, ada ketakutan bagi masyarakat di dua negeri ini untuk saling melintas di jalanan yang melewati masing-masing negeri. Orang-orang Hualoy yang hendak ke Kairatu mesti lewat laut untuk melewati negeri Latu terlebih dahulu barulah mencari kendaraan yang akan membawa mereka ke Kairatu, Piru hingga kota Ambon. Sebaliknya bagi orang Latu yang akan menuju Masohi ini akan sulit karena mesti melalui Hualoy mula-mula.
       
Tak sampai hanya di situ. Kemarin, saat terjadi insiden pengeroyokan terhadap salah seorang masyarakat Hualoy oleh sejumlah lelaki Latu, masalah datang lagi. Dari masyarakat Hualoy muncul inisiatif untuk memagari jalan lintas sebagai bentuk protes. Tak main-main, kelompok masyarakat dari Hualoy sampai-sampai membetoni jalanan. Akibatnya aktivitas tranportasi antar kabupaten lumpuh seketika. Lantas siapa yang dirugikan? Tentu bukan hanya orang-orang Latu dan Hualoy tapi lebih dari itu.

* * * * *
Banyak hal yang berubah semenjak kisruh Latu dan Hualoy. Kakek dan nenek saya adalah warga Tomalehu. Negeri yang berada tepat di tengah-tengah dua negeri yang bertikai ini. Persisnya lebih dekat dengan Hualoy. Itulah kenapa beberapa rumah masyarakat Tomalehu juga ikut terbakar dalam kecamuk itu. Imbasnya, kakek dan nenek harus berpindah untuk sementara. Selain masalah keamanan, mereka juga sudah begitu menua untuk ada di tengah-tengah situasi semacam itu. Ke rumah anak mereka yang lain di Maluku Tengah mereka tinggal sementara.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun