Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Cerpen: Kau Stasiun Terakhir

3 Mei 2024   05:40 Diperbarui: 3 Mei 2024   05:41 184 39
Waktu terasa singkat, Sabtu pagi kini telah menyapaku kembali. Jika sebagian orang sedang menikmati paginya yang santai karena libur, sementara aku masih harus menuntaskan pekerjaanku hingga tengah hari nanti.

Tak ada yang berbeda dengan hari-hari biasanya, di mana aku selalu menumpang kereta api untuk menuju ke kantor. Hari ini pun aku berdiri di gerbong depan, persis di balik ruang masinis.

Sambil menyandarkan tubuhku di dinding kereta, ku dengarkan alunan musik melalui headsheet yang terpasang di kedua telingaku. Sedang kepalaku tetap tegak, mengikuti hasrat kedua mataku yang ingin melihat-lihat ke luar sana melalui jendela di samping kiri ku.

Sesekali pandanganku tertuju pada masinis di depan sana. Jarak kami hanya terpisah beberapa langkah. Melalui kaca tembus pandang, aku dapat melihat dirinya dari belakang. Meski begitu, dapat ku perkirakan bahwa usianya lebih muda dariku.

Dua stasiun pemberhentian sudah dilewati sejak aku naik di kereta ini. Ketika kami hampir tiba di stasiun ke tiga, tak sengaja aku melihat masinis itu melepas topi tugasnya. Dan lantas menggantinya dengan sebuah helm berwarna biru.

Aku termangu dibuatnya, kedua mataku membulat memastikan bahwa tak ada yang salah dengan penglihatanku. Tapi tampaknya hanya aku yang menyadari kekonyolan itu, sebab ku lihat para penumpang di gerbong ini sedang sibuk menatap layar ponselnya masing-masing.

Aku yakin tidak salah lihat, masinis itu memang mengenakan helm yang biasa kita gunakan saat mengendarai sepeda motor. Aku menahan tawa seiring roda kereta yang berhenti berputar karena kami telah tiba di stasiun ke tiga.

Ternyata, sudah ada masinis lain yang menunggu kereta kami di peron. Lelaki dengan seragam masinisnya yang gagah dan apik, menyapa masinis yang mengenakan helm biru. Keduanya bergerak cepat, bertukar posisi.

Pantas saja masinis tadi mengenakan helm, ternyata jam bertugasnya hampir selesai. Sehingga ia bersiap-siap untuk turun dan mungkin akan mengemudikan motornya yang diparkir di stasiun ini.

Dalam jeda waktu itu, kedua masinis masih berbincang. Masinis dengan helm biru kini berada di peron dan berdiri menghadap kemari. Kereta masih berhenti, menunggu waktu pemberangkatan sementara seluruh pintu kereta masih terbuka lebar. Mempersilahkan siapapun yang hendak naik.

Aku yang berdiri tepat di dekat pintu, tentu dapat melihat masinis itu dengan sangat jelas. Meski ia sedang berbincang dengan masinis lain di depan sana, namun sorot kedua matanya sesekali memandang kepadaku. Bahkan senyuman dilemparkannya beberapa kali padaku.

Kedua kakiku mulai gemetar, aku tak menyukai situasi seperti ini. Masinis itu telah membuatku tersipu malu sebelum akhirnya ia beranjak pergi dari pandanganku.

Beberapa menit berlalu, aku telah tiba di stasiun tujuanku. Aku melangkah turun dari kereta dan berjalan menuju pintu keluar stasiun. Dan betapa terkejutnya aku ketika seseorang menarik lenganku dari belakang.

"Hai, boleh ngomong sebentar?"

Angin membelai rambut panjangku, aku tertegun memandang wajahnya. Membuat lelaki itu tersadar dan melepaskan tangannya dari lenganku. Aku tak ingin tampak murahan, tapi juga tak ingin dibilang sombong. Maka aku menghargai dirinya dengan menepi dari lalu lalang orang dan berbincang sejenak dengannya.

Aku Sally, dan ini kisah pertemuanku dengannya. Namanya Diro, masinis berhelm biru yang entah kapan ia melepas helmnya dan malah mengikutiku dari belakang. Masinis itulah yang kini mendampingi perjalanan hidupku. Meski ia jauh lebih muda dariku, tapi ia begitu setia di sisiku, menjadi teman hidupku. Diro adalah stasiun terakhir dari beberapa hati yang pernah ku singgahi.(*)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun