Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Cerpen: Cincin Tak Bertuan

15 April 2024   15:05 Diperbarui: 15 April 2024   15:08 158 44
Sudah hampir setengah hari, Voni masih saja berada di atas ranjangnya. Ia masih terus mengamati cincin yang tak bertuan itu.

Salahnya sendiri, dulu ia terlalu serius menganggap hubungan dekatnya dengan Dika. Bahkan mengatakan dirinya yang akan melamar Dika suatu hari. Tapi Dika sama sekali tidak menganggap serius ucapan Voni. Baginya, Voni itu hanya teman.

Sementara si bodoh Voni, diam-diam malah memesan sepasang cincin emas putih yang masing-masing bagian dalamnya diukir dengan nama dirinya dan Dika.

Kini cincin itu tak berguna, Dika telah menikahi wanita lain. Dan sepasang cincin itu sudah hampir lima belas tahun tersimpan begitu saja.

Sadar sudah terlalu lama memikirkan Dika, Voni melompat dari ranjangnya dan bersiap untuk pergi. Hari ini ia akan pergi ke mall untuk menghibur diri, melepas penatnya.

Dan setelah berkeliling hampir satu jam di dalam mall, siapa sangka Voni justru bertemu Achika.

Voni masih termangu, tatapannya kosong ketika Achika meraih tubuhnya untuk dipeluk.

"Apa kabar Von?"

"Hmm... baik. Chika sama siapa ke sini?"

"Sama suami aku, lagi lihat pameran di bawah. Kamu ke mana aja Von? Kenapa ngga ada kabar? Dihubungin ngga bisa, ngga dateng juga ke nikahan bang Dika."

"Dika... apa kabarnya Chik?"

"Oh ya, bang Dika kena stroke. Udah cukup lama. Dia kesulitan buat ngomong dan kakinya... juga ngga bisa jalan normal."

Voni mengernyitkan dahi memandang wajah Achika, ia kehabisan kata.

"Makanya... ayo main ke rumah, nanti kita ke tempat bang Dika. Mau ngga jenguk bang Dika?" tanya Achika bernada merayu. "Kasihan bang Dika, ditinggalin sama istrinya."

"Ditinggalin gimana?"

"Ya istrinya pergi. Dia ngga sanggup ngerawat bang Dika."

Voni tak habis pikir, cerita yang dikiranya cuma ada dalam sinetron benar-benar terjadi pada orang yang dicintainya. Ia pun telah memutuskan untuk menjenguk Dika dalam beberapa hari ke depan.

Seminggu berselang. Dari balik tirai, Voni sedang memandang ke luar jendela. Sekejap wanita itu membalikkan tubuhnya saat terdengar suara roda berputar, kian mendekat padanya. Dibarengi dengan suara Achika yang memanggil namanya.

Senyumnya mengembang, meski air matanya tak dapat ditahan. Lelaki yang duduk di atas kursi roda itu tidak tampak seperti Dika yang ia kenal dahulu. Meski kini tubuhnya jauh lebih kurus, tapi ialah Dika. Lelaki yang selalu dicintai dan dirindukannya.

Berbulan-bulan terlewati. Semenjak pertemuan kembali hari itu, di sela waktu pekerjaan Voni, ia selalu menyempatkan diri untuk menemui Dika. Bahkan di hari libur, Voni setia menemani dan mengurus Dika.

Voni juga pernah mendampingi Dika, beberapa kali untuk terapi di rumah sakit. Dan berkat ketulusan dan kesabarannya dalam merawat Dika, maka datanglah keajaiban. Dika membaik lebih cepat dari perkiraan dokter.

"Dika, cincin ini ....."

"Sini aku coba!" sergahnya memotong kalimat Voni seraya menyabet cincin itu. "Wah, pas banget!" lanjutnya setelah memasang cincin itu di jari manisnya sendiri.

"Kamu mau cincin itu?"

"Bukannya... cincin ini emang buat aku?"

Voni tersenyum, ia mengangguk dan pipinya tampak memerah. Akhirnya, cincin itu menemukan tuannya. Setidaknya Voni dapat menjalani sisa hidupnya bersama Dika, karena kanker dalam kepala wanita itu sudah terlanjur menggerogotinya.***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun