Kau berdeham pas di daun telingaku. Isyaratkah? Atau tenggerokanmu yang gatal? Ah, entahlah ... semoga kau sehat selalu.
Kau beringsut, menempelkan tubuhmu di punggungku. Aku mengintip gerakanmu dengan kerlingan singkat mata sipitku. Kakimu yang dibalut pantalon hitam mengilat diselonjorkan, seraya lirih berbisik: penat nian nuraniku tempo lalu padamu. Kau kujatuhkan dengan kata-kataku tanpa perlawananmu. Kau kutikam dengan pedasnya makian di hadapan kroni andalanku. Kau tersenyum kecut dan berlalu tanpa sepatah kata pun pembelaan darimu. Ada apa denganmu? Berlalu tanpa angin yang merayumu, beranjak tanpa payung memayungimu. Setegar itukah dirimu?
Aku terpana hingga lidahku kelu. Menyimak untaian kata dari bibirmu. Aku tersedu dan kau pun tahu. Aku tediam dalam ruang yang diam. Aku sekarang yang bertanya padamu. Ada apa dengan dirimu? Masih belum cukupkah kata-kata sembilumu memorakporandakan rasaku? Masih kurangkah diamku atas lisanmu? Masih ... masih ... Ah, entahlah ...
Ah, sudahlah. Masa lalu biarlah berlalu. Sandaran tubuhmu di punggungku, cukup menentramkan hatiku. Dengan titik. Dengan titik, tanpa koma.
Dengan titik. Senyum indah mengembang dari bibir kita berdua.
Selamat datang atmosfer baru.
cimindi, 1 maret 2019.