Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Sastrawan Tj. Balai Tentera Sumpit dan Cerpen Lain

22 Mei 2013   18:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:11 214 0
Sampai saat ini tidak banyak sastrawan Tanjungbalai yang namanya naik kepermukaan di Sumatera Utara. Sulaiman Sambas, kelahiran tahun 1943, sampai saat ini, sangat peduli terhadap keberadaan sastra di Tanjungbalai. Dua minggu lalu, baru saja Sulaiman Sambas mengirim ke email saya cerpen terbarunya di tahun 2013 ini berjudul Topeng Ayu.

Berbekal ”Tentera Sumpit”, cerpen yang ditulisnya hampir tiga puluh dua tahun lalu, Sulaiman bisa diarak menjadi pahlawan Sastrawan Tanjungbalai. Cerpen ini, betapa bagusnya, bisa dijadikan pelajaran untuk mengembalikan semangat anak-anak muda Tanjungbalai saat ini. Anak anak muda sekarang kehilangan pegangan untuk berbuat kebaikan dan melupakan perjuangan para pahlawan Tanjungbalai. Pada hal anak-anak muda dan remajanya, pada masa revolusi dan masa penjajahan Belanda, ikut serta berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, terlebih di awal-awal kemerdekaan, dimana Belanda ingin masuk lagi menduduki wilayah Nusantara. (Agresi Belanda 2).

Adalah Madon dan teman-temannya sebagai anak pantai, menghabiskan hari-harinya lebih banyak di tepi sungai dari pada di rumah, bukan pula di tempat tempat kursus seperti anak anak kita saat ini.

Waktu itu, wilayah Tanjungbalai telah di faktokan sebagian menjadi milik republik dan sebagian dalam penguasaan tentera Belanda. Batas statusquonya, -daerah seberang- demikian disebut nama daerah tersebut, daerah sebelah timur sungai Asahan, dimana bendera merah putih dikibarkan, yang berarti daerah ini milik republik. Wilayah Tanjungbalai kota merupakan daearah kekuasaan Belanda.

Madon Cs adalah anak-anak pantai yang bertugas secara tak resmi sebagai orang-orang yang selalu menjadi pengambil makanan yang kebetulan dibuang Belanda ke sungai Asahan. Pada saat pemeriksaan oleh tentera Belanda atas kaum pribumi yang harus berbelanja keperluan sehari-hari ke kota Tanjungbalai.

Sulaiman membuka ceritanya dengan rentetan tembakan tentera Belanda atas sebuah sampan yang mencoba tak singgah di pos penjagaan mereka. Manusianya bisa selamat, tapi sampan dan belanjaan tenggelam dibawa arus sungai menuju Selat Malaka. Berkali kali kejadian serupa terjadi. Pada akhirnya, cerita ditutup dengan tertangkapnya tiga orang mata-mata republik, yang merupakan para orang tua dari Madon Cs.

Mereka tertangkap basah pada malam hari ketika mengendap endap hendak pulang ke markasnya. Pagi pagi, orang orang sekitar tidak terkejut lagi dengan gelimpangan mayat kaum republik ini, sebab kejadian seperti ini sudah sering terjadi, bahkan salah satu mayat yang ada di pagi itu, adalah mayat perempuan., unde atau makcik Madon sendiri.

Melihat keadaan ini Madon Cs bertekad menggantikan para syuhada yang telah gugur ini, yakni, orang orang tua mereka yang telah gugur. Akhirnya memang dapat kita lihat sendiri Belanda hengkang dari republik.

Cerita dibangun Sulaiman dengan memukau. Sebagai penulis Melayu asli, bahasa yang dijejarkan pun sangat bersahaja dan ramah. Hal yang sangat menggembirakan adalah, bahwa cerpen ini, bersama dengan cerpen-cerpen penulis cerpen Tanjungbalai lainnya, seperti Ruslan Marpaung, Wisnu AJ, Nurlen Matsjah Manurung, M.Indra AM, Martin Aleida yang sedang diupayakan mendapatkan cerpen-cerpennya. Martin, tinggal di Jakarta saat ini, Cerpen ini diterbitkan dengan pendanaan dari Pemko Tanjungbalai.

Wakil Walikota Tanjungbalai, Rolel Harahap pada audensi panitia pelaksana Dialog sastra Tanjungbalai 14 April dan 5 Mei 2013, berjanji akan mencetak lux kumpulan cerpen ini, mengingat kehadiran karya tulis sangat relevan dengan visi misi kota Tanjungbalai saat ini. Direncanakan sebagai kota wisata budaya, selain memang sudah takdirnya, kota Tanjungbalai terletak secara geografis di persilangan wilayah Malaysia dan Singapura.

Potensi ini harus diberdayakan. Tanjungbalai diupayakan sebagai pintu gerbang masuknya wisatawan mancanegara untuk menuju daerah wisata lainnya seperti Prapat, Brastagi dan Medan.

“Kalau selama ini Tanjungbalai hanya menjadi tempat singgah para pelancong negeri jiran Malaysia, ke depan Tanjungbalai harus memiliki wanted to see and save rested bagi para wisatawan,“ papar Rolel.

Keunggulan potensi letak strategis ini bisa maksimum bila adanya budaya lokal yang dikemas sebagaimana yang kita lihat dalam masyarakat Bali mengemas budayanya. Sudah saatnya pula hotel dibangun dengan memanfaatkan pemandangan muara sungai Silau dan Sungai Asahan yang merupakan kawasan Water Park-nya Tanjungbalai. Semoga rencana ini bisa terealisasi sebagaimana yang diinginkan.

Kembali ke Tentera Sumpit dan cerpen cerpen lain sastrawan Tanjungbalai yang akan diterbitkan, panitia penerbitan, atas nama Kumpulan Sastrawan “Kembang Karang“ Tanjungbalai, berharap kepada sastrawan Tanjungbalai atau keluarganya untuk dapat memberikan bantuan kepada kami berupa penyerahan naskah naskah cerpen yang masih ada disimpan. Rencana penerbitan ini, dan beberapa diskusi sastra yang telah dan akan diadakan, baik oleh Dewan Kesenian Tanjungbalai, maupun yang diadakan oleh Kumpulan Sastrawan “Kembang Karang“ Tanjungbalai merupakan mulai menggeliatnya sastra di Tanjungbalai.

Dialog sastra telah digelar 14 April lalu, salah satu buktinya. “Keberadaan Sastra di Tanjungbalai” demikian thema diskusi, dengan pembicara Wisnu AJ dan Nurlen Matsjah Manurung, penulis sangat senior Tanjungbalai. Dan tanggal 5 Mei 2013 mendatang, sebagaimana yang saya sebutkan di atas, “Kembang karang” juga akan menggelar Dialog Sastra Nasional dengan pembicara Damiri Mahmud dan Mihar harahap, serta Sulaiman Sambas. Panitia pelaksana rencana dialog, yang telah beraudensi dengan Wakil Walikota Tanjungbalai, Rolel Harahap. Rolel berharap semua guru guru Bahasa Indonesia tingkat SMA se-Tanjungbalai bisa mengikutinya dan berperan aktif. Dan Rolel juga mengatakan agar hari puisi dan hari sastra nasional bisa disosialisasikan melaui guru guru pada acara ini.

Tanjungbalai, 23 April 2013

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun