Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi Pilihan

Puisi | Tiba Saatnya Berpisah

23 Oktober 2021   23:37 Diperbarui: 23 Oktober 2021   23:42 256 5
Sepekan ke belakang, mendung menggantung rendah.
Sesekali gerimis, sesekali hujan ringan.
Sesekali kilat melintas, guruh mampir sekejap.
Lebih dari sekali, hujan turun tanpa aba-aba.

Sepekan ke belakang, kabut menghias birunya langit.
Kelabunya tak hanya di hari Sabtu dan Minggu.
Juga di hari Rabu yang tak sendu.
Lebih dari sekali Rabu, gelayut kelabu berkunjung.

Tirai hujan sore ini menutup petang mendung yang kelabu.
Aku menatap langit dan merasakan gigil yang tak biasa.
Sedih menyeruak dengan tajam menghujam. Sesak. Air mata muncul di sudut mata. Mengalir perlahan.
Akankah petang ini, kami akan saling mengucapkan selamat berpisah?

Menatap wajah emak dari dekat dalam diam yang memilukan.
Nafas emak yang semakin lemah. Genggaman tangan yang tiada, kini.
Akankah malam ini, emak berpamitan?

Mata emak makin redup tinggal segaris.
Nyanyian penghiburan yang mengalun lembut memenuhi ruangan sunyi ini.
Aku mendengarkan suaraku berbicara pada emak. Apakah emak mendengar?

Hatiku penuh rindu, hatiku penuh gita.
Tentang hari-hari lalu. Tentang hari-hari nanti. Tentang hari-hari besok. Tentang hari-hari kelak.
Waktu melambat. Juga nafas emak. Apakah emak mendengar?

Suaraku masih terdengar. Lirih, lambat dan bersahaja.
Cinta sepelukan tangan yang kubawa bersama senandung menuju rumah nun jauh di sana.
Lugas kuungkapkan, syukur dan terimakasih untuk cinta kasih yang terus mengalir, bahkan di saat-saat tersulit. Apakah emak mendengar?

Sunyi yang terdengar, nyaring menempelak kuat.
Tetes air mata, yang mengambang di sudut mata emak muncul perlahan.
Aku menghapusnya dengan hati remuk. Dan tangan gemetar.
.
.
Tiba saatnya berpisah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun