Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Sjafruddin Prawiranegara Sang Pencetus Oeang Republik Indonesia (ORI)

30 Maret 2022   22:40 Diperbarui: 31 Maret 2022   06:19 346 4
Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, perhatian dan pikiran sejumlah tokoh Republik Indonesia tertuju pada berbagai upaya untuk mengisi masa depan bangsa mereka. Salah satu tokoh yang turut memikirkan ihwal masa depan bangsa Indonesia ialah Sjafruddin Prawiranegara (1911-1989).

Sjafruddin termasuk pada sebagian kecil dari tokoh republik yang memiliki rekam jejak kepemimpinan cemerlang. Ia telah berjasa karena berinisiatif mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra Barat, menjadi sosok di balik kebijakan Gunting Sjafruddin, satu-satunya Gubernur De Javasche Bank dari kalangan bumiputra, Gubernur Bank Indonesia (BI) Pertama, dan tokoh teras Masjumi, partai Islam terbesar sepanjang sejarah Indonesia, serta masih banyak yang lainnya.

Tak hanya itu, Sjafruddin juga adalah sosok di balik pencetusan mata uang pertama Republik Indonesia. Ia mengemukakan pentingnya mata uang sendiri sebagai identitas juga alat perjuangan bagi Indonesia yang baru saja merdeka.

Ajip Rosidi dalam buku Sjafruddin Prawiranegara Lebih Takut Kepada Allah SWT (2011) mengisahkan bahwa tak berselang lama pasca Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan di Jakarta, Sjafruddin selaku pencetus ide pencetakan uang sekaligus staf Kementerian Keuangan diutus dari Bandung menuju Jakarta untuk menyampaikan usul pencetakan mata uang.

Sesampainya di Jakarta, Sjafruddin yang ditemani Oekar Bratakoesoemah terlebih dahulu menemui Presiden Sukarno. Setelah itu, baru keduanya bertemu dengan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Bersama dengan Hatta, Sjafruddin terlibat diskusi yang agak alot. Hatta sempat meragukan ide pencetakan uang baru itu karena khawatir disorot oleh dunia internasional sebagai pemalsu uang. Tetapi, pada akhirnya Hatta yang juga ahli ekonomi sadar akan pentingnya kehadiran mata uang sendiri.

Perbincangan antara kedua tokoh itu ditindak lanjuti dengan dibentuknya sebuah komite Panitia Penyelenggara Pencetakan Uang Kertas Republik Indonesia oleh Menteri Keuangan. Komite ini bertugas untuk merencanakan dan merealisasikan pencetakan mata uang baru bagi Republik Indonesia yang diberi nama ORI (Oeang Republik Indonesia).

Pada awalnya, usaha komite ini kerap kali mengalami hambatan dikarenakan menteri keuangan sering berganti. Baru, ketika Sjafruddin didaulat menjadi Menteri Keuangan pada 1946, usaha komite ini makin diprioritaskan.

Lika-Liku Pencetakan ORI

Proses pencetakan uang baru ini pada kenyataannya tidak semudah yang dibayangkan oleh Sjafruddin. Terdapat berbagai kesulitan dan kendala yang mengiringi proses realisasi pencetakan mata uang Indonesia, terutama ketika tentara Sekutu yang diikuti oleh tentara NICA yang dengan muslihatnya membatasi teritori Republik Indonesia hanya di wilayah Sumatra, Jawa, dan Madura.

Komite pencetak uang saat itu kesulitan mendapatkan bahan-bahan percetakan. Untuk mencetak uang diperlukan sejumlah bahan baku seperti kertas, tinta, bahan kimia untuk fotografi dan zinkografi, pelat seng untuk klise, dan lainnya. Namun, untungnya, bahan-bahan ini bisa bisa diperoleh dari sejumlah perusahaan di Jakarta yang belum dikuasai oleh Sekutu.

Komite percetakan uang semakin terasa kesulitan manakala Sekutu sudah menguasai seluruh wilayah Jakarta. Hal demikian menyebabkan seluruh pekerjaan pencetakan uang tertunda agak lama karena hasil pekerjaan, bahan-bahan, alat, juga para karyawan harus dipindahkan ke Yogyakarta.

"Oleh karena itu beberapa ratus rim lembaran yang seratus rupiah yang belum diberi bernomor seri dan segala bahan dan alat yang dianggap perlu bersama dengan para karyawan yang menanganinya beserta keluarganya dipindahkan ke Yogyakarta, karena pemerintah pun sudah berhijrah ke sana -kecuali kantor Perdana Menteri dan beberapa menteri lain.", tulis Ajip.

Pasca dipindahkan dari Jakarta, usaha pencetakan uang dilakukan di sejumlah daerah yang aman dan bebas dari penguasaan Sekutu, terutama Yogyakarta. Ajip menerangkan:

"Selanjutnya pencetakan uang itu dilaksanakan di beberapa tempat yaitu di percetakan NIMEF (Nederlands-Indische Metaalwaren en Emballage Fabrieken) di Kendalpayak, Malang, dan juga di percetakan yang ada di Yogyakarta dan Solo."

Dinamika Distribusi ORI kepada Masyarakat Indonesia

Sebelum uang baru diedarkan, pemerintah berupaya untuk menarik peredaran mata uang Jepang dan Hindia Belanda dari masyarakat. Ajip menuliskan bahwa penarikan ini dilakukan sebisa mungkin dengan tidak merugikan masyarakat.

Tak hanya itu, pemerintah juga menerbitkan dua regulasi sebagai dasar hukum pengeluaran uang baru Republik Indonesia yaitu UU No. 17/1946 pada 1 Oktober 1946 mengenai gambaran umum ORI dan UU No. 19/1946 pada 25 Oktober 1945 tentang pengaturan dasar nilai ORI. Lebih jelasnya, Ajip menerangkan:

"Sebagai dasar nilai ORI ditetapkan bahwa 10 rupiah uang baru sama dengan harga emas murni seberat 5 gram (pada masa sebelum perang, 10 gulden Belanda nilainya disamakan dengn 6,948 gram emas murni).

Ajip meneruskan,

"Dan sebagai dasar penukaran 50 rupiah uang Jepang sama dengan satu rupiah ORI untuk wilayah Jawa dan Madura serta 100 rupiah uang Jepang sama dengan satu rupiah ORI untuk wilayah Sumatra."

Sebagai alat pembayaran yang sah milik bangsa Indonesia, secara resmi ORI mulai diberlakukan pada 29-30 Oktober 1946. Terlebih dahulu, pada malam 29 Oktober, Mohammad Hatta dan Sjafruddin Prawiranegara berpidato di radio untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang ORI.

Sjafruddin Mengingatkan

Sjafruddin dalam pidatonya menekankan kepada masyarakat untuk berperilaku hemat, tidak berlebihan dalam menjual barang-barang juga menganjurkan kepada mereka untuk tidak egois dan saling memerhatikan antara satu dengan yang lainnya.

Ia juga berupaya menghalau anggapan masyarakat yang keliru perihal kehadiran ORI yang bisa secara instan mendorong kemakmuran bagi kehidupan mereka. Ajip menuliskan pidato Sjafruddin menyangkut hal ini sebagai berikut:

"Uang akan tetap jadi uang sekalipun itu Uang Republik Indonesia. Uang Republik Indonesia takkan dapat mengubah sifat uang sebagai alat pembayaran, penukaran, dan pengukuran harga..."

ORI disebarluaskan ke wilayah yang diakui sebagai teritori Republik Indonesia yakni Jawa dan Madura melalui berbagai macam saluran seperti lembaga pemerintah, organisasi kemasyarakatan, tentara, polisi, bank, badan kongres pemuda, juga kantor-kantor kementerian.

Kendati Sumatra dan Banten kala itu diakui sebagai wilayah Indonesia. Akan tetapi, karena terisolasi, Ajip menuliskan pada akhir 1947, pemerintah setempat mengeluarkan mata uang Indonesia versi daerah mereka sendiri seperti ORIPS (Oeang Republik Indonesia Provinsi Sumatra), ORIDAB (Oeang Republik Indonesia Daerah Banten), dan masih banyak yang lainnya.

Yang cukup menarik selama ORI diberlakukan di Indonesia ialah manakala ORI bersaing dengan mata uang yang dikeluarkan oleh NICA. Ajip menerangkan bahwa sempat terjadi perang uang di sejumlah kota besar karena masyarakat yang pro-republik lebih senang menggunakan ORI dibanding uang NICA.

Kendati, ORI nantinya ditarik dari peredaran seiring dengan dibentuknya RIS pada 1950. Akan tetapi, ide yang berasal dari pemikiran cemerlang Sjafruddin Prawiranegara ini terbukti mampu meningkatkan kepercayaan diri rakyat Indonesia sekaligus menjadi dasar perjuangan mereka.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun