Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Hatinya Bapak

5 Oktober 2022   18:04 Diperbarui: 5 Oktober 2022   18:07 126 6
Hatinya Bapak
Nanik Lani

Masih teringat dalam ingatanku ketika Ibu berlari dengan pakaian seadanya dan wajah menyiratkan ketakutan sambil menangis tanpa air mata.

Aku yang saat itu masih berumur enam tahun hanya bisa diam dan meringkuk ketakutan bersama dengan Kak Dinda di pojok ruang tamu. Kami menangis sesenggukan tanpa suara.

Bapak, ya Bapak yang membuat Ibu berlari ketakutan di tengah malam yang hujan. Sejak saat itu kami tak pernah lagi bertemu Ibu. Ibu bagai ditelan bumi. Setiap kali kutanyakan kemana perginya Ibu, Bapak selalu marah dan berkata, "Ibu mu minggat!" jawab Bapak dengan suara keras dan marah sambil membuang ludah ke samping.

Jika sudah demikian aku pun langsung pergi dari hadapan Bapak, karena jika masih tetap ngeyel pasti akan terkena tamparan tanganya yang kekar seperti Kak Dinda kemarin.

Sebulan kemudian Kak Dinda pun menghilang. Kudengar dari bisik-bisik tetangga, Kak Dinda dijemput Ibu di ujung pengkolan rumah kami. Ibu memang sengaja diam-diam menjemput Kak Dinda. Lalu bagaimana dengan aku. Tidak kah Ibu khawatir dengan anak bungsunya? Seribu pertanyaan seakan berputar di kepala ku ketika itu. Saat itu aku membenci Ibu juga Bapak.

Teriakan dan makian hampir kudengar setiap hari dari mulut Bapak ketika mabuk. Mengatakan yang buruk tentang Ibu. Menyumpah dengan sumpah yang terbusuk dan terakhir akan mengatakan bahwa aku bukan anaknya. Bahwa aku adalah anak orang lain selingkuhan Ibu.

Tak lama, Bapak menikah lagi dan aku pun harus memanggil perempuan itu Ibu. Dalam otak kecilku saat itu, aku senang saja dengan kehadiran perempuan muda itu, setidaknya aku masih mempunyai teman ketika Bapak bekerja dan berkurang sedikit makiannya.
Namun, semua tak berjalan lama, Bapak dan perempuan muda itu mulai bertengkar. Sama seperti dulu ketika dengan Ibu.

Kejadian pada malam itu pun terjadi lagi, perempuan muda itu pergi, tapi kali ini dia lebih pintar dari Ibu. Dia masih sempat membawa beberapa perhiasan.

Sejak kejadian itu, Bapak makin menggila. Tak pulang berhari-hari dan aku, pastinya terlantar. Andai tetangga tak ada yang berbaik hati pastinya sudah lama mati kelaparan. Hingga suatu siang Ibu datang dan berhasil membawaku pergi bersamanya.

Sejak saat itu, kami tak pernah bertemu Bapak. Ibu melarang kami anak-anaknya bertanya lagi tentang lelaki kasar dan pemabuk itu.

***

"Bu, seminggu lagi Dina akan menikah. Dina ingin Bapak yang menjadi walinya, bukankah lebih afdol jika Bapak yang menjadi wali nanti saat akad?"

Ibu hanya terdiam. Aku mengerti betapa Ibu masih menyimpan sakit hati kepada Bapak. Bapak yang ringan tangan, tukang mabuk dan main perempuan, belum lagi seringnya memaki Ibu dengan kasar. Masih dalam ingatan malam itu, Ibu melarikan diri karena Bapak mabuk dan marah kepada Ibu karena agak lama membuatkan kopi yang dimintanya. Lebih parahnya karena dibawah efek mabuk, Bapak membawa pisau ingin menikam Ibu.

Aku hanya berpikir, apa pun itu, Bapak tetap lah Bapak. Tak kan ada aku jika tak ada Bapak. Biarlah kesalahan masa lalu di maafkan walau masih menyisakan sesal. Namun mungkin berat untuk Ibu yang mengalami kekerasan lansung dari Bapak dan aku memakluminya.

"Carilah, jika itu maumu. Ini ada alamat Uwak Kamal. Tanya dia, mungkin dia tahu di mana Bapakmu sekarang," jawab Ibu berat.

Kucium tangan Ibu. Betapa tegar perempuan setengah baya di hadapanku ini. Setelah hidupnya yang berat, membesarkan kami berdua sendirian, karena sejak itu Bapak tak pernah bertanggung jawab. Dia masih sanggup berlapang dada.

***

Setelah berhasil menemukan alamat Uwak Kamal, kuutarakan maksud dan tujuanku.

"Bapak mu sudah setahun meninggal," ucap Uwak Kamal dengan penuh penyesalan.

Aku hanya terdiam, tak tahu harus berkata apa. Bahkan kabar kematiannya Bapak pun tak ingin kami anaknya tahu. Bapak terbuat dari apakah hatimu? Pertanyaan yang terus berulang ada di kepalaku tentang laki-laki yang kupanggil Bapak.

Citayem 27 September 2022

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun