Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Evanescent

5 Oktober 2020   15:14 Diperbarui: 5 Oktober 2020   15:30 151 1
Seorang gadis turun dari ojol yang barusan ia naiki,

"Nih ya bang duitnya kembaliannya ambil aja" ucap gadis itu dengan tergesa-gesa.

Baru saja ia ingin melangkahkan kakinya, tangannya di cekal oleh kang ojol,

"Aduh apalagi si kang, kan ga kurang duitnya"

"Ih si eneng itu helmnya dicopot dulu, kembaliannya sama helm nya mahalan helmnya, neng"

Gadis itu baru sadar ternyata helm si kang ojol masih menempel di kepalanya

"Hehehe maaf ya kang" ucapnya sembari mengembalikkan helm tersebut.

Setelah selesai dengan urusan helm, gadis itu lantas masuk ke dalam kampus yang baru pertama kali ia kunjungi.

Tujuannya hanya satu, mencari kekasihnya. Ia bahkan rela ke kampus kekasihnya itu. Walaupun banyak orang yang melihatnya dengan tatapan aneh, sebenarnya ia juga tidak mau bersusah payah mencari lelaki itu.

Tetapi mau bagaimana? ditelfon tidak bisa, dirumahnya pun tidak ada.

Bertanya kepada teman kekasihnya? ia bahkan tidak memiliki satu pun kontaknya.

Jadi, mau tidak mau ia harus berada disini. Ya berada di kampus kekasihnya.

"Misi, kamu lihat Jeffrey ga ya?" tanya gadis tersebut, yang ditanya pun hanya menggelengkan kepalanya.

Gadis itu bernama Belviayra yang akrab disapa dengan nama Ayra berdecak sebal, bagaimana tidak? lelakinya ah, mungkin bisa kita sebut dengan kekasihnya menghilang begitu saja.

Ini sudah menginjak hari ketujuh dimana
kekasihnya menghilang, Ayra sempat berfikir bahwa kekasihnya itu dimakan oleh zombie.

Membayangkannya saja sudah membuat ia bergidik ngeri, tapi tidak mungkin juga bukan jika dimakan zombie? ah, Ayra ini hanya mengkhayal saja.

Saat tengah sibuk mencari keberadaan
Jeffrey, tiba-tiba saja handphone Ayra berdering. Ayra hampir berteriak jika ia tidak ingat bahwa ia sedang berada di tempat umum.

Ya, yang menelfonnya adalah tersangka yang telah menghilang selama tujuh hari.

Siapa lagi kalau bukan Jeffrey?

Dengan sigap Ayra langsung menerima telfonnya,

"Hai, apakah kamu merindukanku?"
suara itu, suara yang ia rindukan.

Ayra menarik nafas panjang,
"Aku selalu merindukanmu, kamu dimana Jef? aku mau ketemu kamu"

"Aku juga mau ketemu sama kamu, nanti sore di Taman Neo kita ketemu ya"

Ayra menganggukan kepalanya, walaupun Jeffrey tidak dapat melihatnya.

Sambungan telfon pun terputus, Ayra bergegas pulang. Ia sudah tidak sabar dengan kekasihnya.

Lalu sore itu di Taman Neo, seorang lelaki telah duduk di salah satu bangku taman. Ayra pun yang baru sampai bisa mengenali siapa lelaki itu.

Ia pun menghampirinya, dan memeluknya dari belakang

"Aku kangen banget sama kamu, Jef"
ucap Ayra lirih

Jeffrey mengulas senyum tipis,
"Aku juga, sini duduk"

Ayra pun melepaskan pelukannya dan berpindah ke samping Jeffrey. Tiba-tiba saja Jeffrey menggenggam tangan Ayra dengan erat.

Ayra pun sama sekali tidak ada rasa curiga karena menurutnya wajar pasti lelaki itu merindukannya, tetapi semua itu berubah ketika melihat raut wajah Jeffrey

"Kamu ada yang mau diomongin sama aku?" tanya Ayra dengan hati-hati

Jeffrey menghela nafas panjang, "Aku bingung aku ngga tau harus mulai dari mana" jawab Jeffrey sambil menunduk dan tangan yang mengusap punggung tangan Ayra

"Serius banget sih kamu kayak mau dijodohin aja" ucap Ayra sambil terkekeh pelan berusaha mencairkan suasana.

Jeffrey sontak menatap mata Ayra dan menganggukan kepalanya, "Kamu benar"

Senyum Ayra hilang, pikirannya hilang entah kemana tetapi dengan sekali kejap ia berusaha membalikkan senyumnya itu

"Apa sih Jef aku cuman bercanda itu"

"Tapi kamu benar Ra, aku dijodohin itu alasan aku menghilang seminggu ini. Aku mempersiapkan pernikahan aku, ini bener-bener mendadak. Aku tau aku pengecut banget menghilang gitu aja dan kembali dengan kabar yang seperti ini,

Ra, aku sayang kamu. Tapi aku ga bisa ngelakuin apa lagi, ini keputusan mama papa. Kamu boleh benci aku, pukul aku, tampar aku, aku pantas nerima itu semua"

Ayra tidak mampu menjawab. Ia seperti diberi mantra, lidahnya terasa kelu tidak mampu untuk menjawab pernyataan yang baru saja dilontarkan oleh Jeffrey.

Ia berusaha menahan air matanya,
"Kapan?"

Jeffrey mengernyitkan dahinya

"Kapan pernikahan kamu?" lanjut Ayra

"Tiga hari lagi"

Ayra memejamkan matanya sebentar, lalu kembali menatap tangan Jeffrey yang masih setia menggenggam tangannya,

"Kamu ga nolak, kan? bagus loh daripada durhaka sama mama papa kan ya" ucap Ayra dengan diakhiri dengan kekehan seolah-olah ia baik-baik saja.

"Aku gapapa, aku hargain kamu karena udah jujur sama aku. Aku harap rumah tangga kamu nanti selalu dikelilingi kebahagiaan ya?" Lanjut Ayra lalu melepaskan genggaman tangannya.

Jeffrey yang mendengar itu hanya bisa menunduk, ia tidak menyangka dengan jawaban kekasihnya yang akan berstatus menjadi mantannya. Jeffrey mengira ia akan menerima cacian dan tamparan dari gadis itu.

Tapi, ini justru berbanding terbalik. Jeffrey semakin tidak enak hati, Ayra terlalu baik untuknya dan dia telah menyakiti gadis itu.

Ayra yang melihat Jeffrey masih menunduk pun meraih dagunya,
"Gapapa, ini udah jalannya"

Sebisa mungkin Ayra tetap tersenyum.
Ah, senyum itu yang akan Jeffrey rindukan. Tiba-tiba saja Jeffrey memeluknya dengan erat

"Aku sayang kamu, tapi aku ga bisa apa-apa Ra"

Ayra hanya bisa mengusap punggung lelaki itu dengan lembut

"Aku udah bilang gapapa, berarti emang gapapa. Oke?" ucap Ayra sembari melepaskan pelukannya.

"Makasih ya, udah mau nemenin aku selama ini. Aku doain yang terbaik buat kamu. Udah makin sore nih, aku pulang ya? takut dicari bunda"

"Aku anter ya? aku sekalian mau jelasin sama bunda kamu"

Ayra menggelengkan kepalanya
"Ga usah, bunda lagi ga di rumah. Aku duluan ya, semoga sukses acaranya"

"Tunggu, ini undangannya aku harap kamu dateng" ucap Jeffrey sambil memberi undangan pernikahannya.

Karena tidak mau berlama-lama lagi Ayra langsung mengambil undangan itu.

"Iya siap, udah ya kamu hati-hati dijalan. Dadah" ucap Ayra sambil melambaikan tangan lalu berlalu pergi meninggalkan Jeffrey,

Jeffrey menatap kepergian Ayra, ia tau Ayra hanya pura baik-baik saja di depannya, ia tau itu.

Sesampainya dirumah, Ayra langsung masuk kedalam kamarnya.
Tangisnya langsung pecah begitu saja, butuh waktu yang lama sampai tangisan itu mereda.


Ayra tersenyum perih saat memandangi foto kebersamaannya dengan sang mantan. Nyatanya lelaki yang pernah mengatakan sangat mencintainya itu kini
telah menemukan rumahnya, meskipun yang ia maksud adalah bukan dirinya tetapi orang lain.

Ia mengambil handphonenya dan mengetikkan pesan kepada Jeffrey


Jef, aku tau kita beda kepercayaan. Aku juga udah menduga hal ini pasti akan terjadi. Tuhan ga izinin kita untuk bersatu.

Tuhan hanya mengizinkan kita sebatas teman. Ini udah jalan yang dikasih Tuhan untuk kita,

Aku ga pernah nyesel ketemu kamu, makasih untuk semuanya


Ayra pun mengirimkan pesan tersebut.

Ia pun harus segala mengikhlaskan semuanya karena semua pertemuan pasti ada perpisahan.

Jika ia harus mendapatkan akhir yang menyedihkan, dia harus percaya bahwa itulah yang terbaik untuknya

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun