Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Strategi Industrialisasi – import substitution dan industri pertanian era Orde Baru [EkonomiNet – 23]

9 September 2011   01:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:07 552 0

Dikritik oleh Econit Advisory Group, Hendri Saparini tentang Strategi Industri Nasional yang dijalankan Pemerintah enggak jelas.  ditanggapi oleh Menteri Perindustrian, , MS Hidayat, bahwa “Sesungguhnya telah diterbitkan melalui Inpres No. 2 Tahun 2008 --- ada 6 industri unggulan atau prioritas yang  sampai tahun 2014 harus dilakukan.  Ya apa --- bagaimana linkagenya terhadap industri yang telah ada, bahan baku yang tersedia, energi dan air, serta infra struktur yang tersedia atau sedang dibangun ?

Pemerintah Orde Baru dulu --- secara jelas meletakkan strategi, Indusri Dasar,  Import-substitution Industri; industri yang akan menunjang pertumbuhan industri, serta pasar dan kebutuhannya jelas ada di Dalam Negeri.  Lantas beberapa Industri Strategis yang jangka panjang menunjang ke-mandirian perekonomian nasional. Politik energi, sumber daya Migas, terutama Gas dipersiapkan untuk industri.

 Krisis Asia dan Ambisi Politik yang tidak bersinambungan.  Runtuh Strategi itu. Anehnya Pemerintahan berikutnya tidak melanjutkan, atau mengkoreksi seperlunya  Ayo mulai dari Nol lagi plus Budaya Korupsi. Mandeg kalau tidak tambah mundur.

Perekonomian Nasional sementara ini bisa aman, karena terseret pertumbuhan ekonomi Negara-negara Asia Timur dan India --- pasaran Amerika Serikat dan Eropa melambat.  Kalang kabut menggarap Benua Afrika --- tidakkah dari dulu telah menggarap pasar potensial Eropa Timur yang sejak ‘keruntuhan Uni Sovyet’ telah digarap Orde Baru ?

Indonesia lemah di Perencanaan --- apalagi di  Implementasi !

Katakanlah penjelasan Menteri Perindustrian tentang Instruksi Prediden No. 2 Tahun 2008 --- konon “implementasinya terbentur”. Lantas terbentur apa ? Oh ?

Konon terbentur dengan Undang-undang yang sudah ada --- lho Undang-undang dari Jaman Kolonial apa dari produk Indonesia Merdeka.  Mengeluarkan Inpres apa tidak dikaji referensi Undang-undang yang harus dirombak (bersama DPR ?).  Juga konon ada hambatan sesama Kementerian --- aneh lagi.

Simak kata-kata Menteri MS Hidayat : “Kita mengedepankan industri prioritas berdasarkan urgensi dan kebutuhannya. Jadi, strategi industri sesungguhnya sudah ada. Yang terpenting adalah implementasinya. Memang sering kali (implementasi) menjadi masalah karena berbenturan dengan undang-undang yang sulit diubah.”

Betul-betul penyelenggaraan pemerintahan yang sangat lemah --- membuang waktu. Tidak efektif.

 Strategi industri tunduk dengan sejumlah premises, terutama linkage, infra strukur dan sumber daya yang tersedia. Undang-undang dan segala bentuk kordinasi di antara Kementerian itu soal management dan leadership yang komprehesif.  Nasib.

Urgensi dan kebutuhan --- itu tunduk pada efisensi premises.  Semua yang Controlable harus ditangani sebelum menetapkan Kebijakan.  Semua ATHG harus disingkirkan agar Implementasi mulus ke Sasaran. 

Naga-naganya Pro Job yang jadi semboyan Pemerintah --- enggak bakal tercapai dari pengembangan Sektor Riil sampai 2014 itu.  Jadi Angka Kemiskinan dan Pengangguran berkurang itu --- rupa-rupanya mengandalkan Lowongan Kerja dari Raja Saudi, dan pemasaran Buruh Migran.

Pantaslah ada isu non produktif : Pemberian Gelar Honoris Causa kepada Sang Raja dan Maraknya Korupsi di Kemenakertrans.

Aculeus est in clunibus api --- “tahu-tahu ada sengat lebah di pantat” ;  iyalah, para menteri bekerja dengan kapasitas 50 persen belagak sibuk – tahu-tahu malah menyengat dengan tindakan Koruptif.

Dasar Maling ya tetap Maling.

Indonesia Gampangan, itu namanya Cik ! 

Bak kata Pepatah :  “ Ditarik ia menanduk, digiring ia menyepak “ ; yang se-tafsiran ke- Arifan Lokal lain , Pepatah ini : Bagai jawi belang puntung, didahulukan dia menyepak, dikemudiankan dia menanduk.    Bangsa ini makin menghasilkan Budaya Retrogresif. [MWA]

*)Foto ex Internet

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun