Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Tetangga Baru

9 Mei 2021   05:35 Diperbarui: 9 Mei 2021   06:49 131 9
Tetangga Baru

Derit gerbang besi rumah sebelah terdengar memecah kesunyian. Aku yang baru terlelap terbangun kembali. Ada rasa penasaran mendorong tuk sekadar mengintip dari jendela. Terlihat mobil warna putih memasuki halaman. Ya, pasti merekalah penghuni baru rumah sebelah.

Mobil berhenti di tengah halaman. Pelan pintu depan sebelah kiri terbuka. Kaki jenjang seorang wanita terlihat turun. Pandanganku beralih ke pintu belakang, seorang anak perempuan kisaran umur lima tahun telah berada di luar mobil. Ia lepas dari pengamatan karena sejenak tadi mataku hanya tertuju pada ibunya atau mungkin kakaknya karena, wanita itu terlihat masih muda dan cantik.

Gadis kecil itu tersenyum lebar, biasanya anak seusianya langsung muram begitu melihat lingkungan rumah ini, tetapi ia justru terlihat senang. Tak kalah cantik dengan wanita dewasa tadi, gadis kecil itu punya karisma tersendiri. Tiba-tiba ia menoleh, reflek kututup tirai jendela menyembunyikan diri.

Saat kubalikkan badan, ibu telah berada di belakangku. Ia tersenyum sementara tangannya disilangkan di dada.

"Tidak ikut campur dan hidup masing-masing adalah cara terbaik untuk bertetangga dengan penghuni sebelah, siapa pun mereka," ucap ibu mengingatkan. Ya, itulah peraturan tak tertulis keluarga kami.

Sudah puluhan tahun tinggal di sini, rumah sebelah telah berganti-ganti penghuni. Akan tetapi tak pernah sekali pun kami saling menyapa. Sekadar tahu keberadaan mereka, itu saja. Namun, gadis kecil itu mempunyai aroma berbeda, sayang untuk sekedar tahu. Aku ingin melakukan hal lebih, dari sekadar melihat dan mengamati.
****
Semenjak rumah sebelah berpenghuni, tak hentinya aku mengintai mereka. Gerak-gerik serta kebiasaan anggota keluarga itu aku sudah tahu persis, bahkan sesuatu yang tak mereka sadari sekali pun. Menyerupai salah satu dari mereka bukanlah hal yang sulit.

Senja hampir habis ditelan malam. Gadis kecil itu tengah bermain sendirian, aku menghampirinya.

"Aurora, aku temani main, yah?"

Gadis kecil itu tampak terkejut melihat kehadiranku. Binar matanya tampak menyelidik, tetapi kemudian ia tersenyum. Melegakan. Tiba-tiba terdengar suara dari dalam rumah.

"Sayang! Masuk mau Maghrib."

"Ibu! Kok, Ibu, dari dalam rumah, tadi, kan ibu ada di si .... " ucap Aurora sambil menoleh ke tempatku berada. Gadis kecil itu tentu tak menemukan apa pun, karena aku telah bersembunyi dari pandangannya.

***
Sejak kejadian itu, keberanianku meningkat. Aku berani mengajak Aurora bermain lebih lama. Terkadang mengajaknya ke tempat yang tersembunyi dari penglihatan ibunya. Rasanya menyenangkan sekali bisa mengajak gadis kecil itu bermain.

"Sayang, kita main petak umpet, ya! Biarkan Ibu yang mencarimu."

"Okey," jawabanya riang membuatku terkekeh senang. Lupa, tawaku terlalu kencang. Hingga menembus batas ruang dan waktu.

"Sini, bersembunyilah dalam pelukanku."
Tanpa menunggu jawaban Aurora, aku memeluk dan menidurkannya dalam buaian mimpinya sendiri.

"Aurora! Di mana kau sayang?" teriak ibunya Aurora. Meskipun aku tahu di mana gadis kecil itu berada. Aku tidak punya niat untuk memberi tahu.

Ibu Aurora, tampak kebingungan mencari anaknya. Aku hanya tersenyum puas menyaksikan, dari sudut ruang tamu milik mereka. Ya, ibunya Aurora adalah wanita cantik berhati gersang yang suka meninggalkan jemurannya di luar hingga malam. Membuatku iseng ingin selalu menggodanya.

Aku bertolak ke duniaku sendiri. Setelah sebelumnya memindahkan Aurora ke tempat yang tak mereka duga.

Seperti halnya mereka, aku pun mempunyai ruang keluarga tempat kami berkumpul. Makanan favorit kami telah tersedia. Sejak keluarga Aurora pindah ke sebelah. Makanan itu mudah kami dapatkan, tentu saja semua itu karena Ibu Aurora yang suka sembarangan. Membuang sesuatu yang berharga di setiap jadwal rutin bulanannya.

Namun, tiba-tiba ruang keluarga bergetar seperti gempa bumi. Ada hawa asing masuk membuka pintu perbatasan antara rumahku dan rumah Aurora.

Suara bariton terdengar mengucap salam, membuat kami sontak melihat ke sumber suara. Hanya dari suara, kami mengetahui itu berasal dari manusia tak biasa. Kami segan dengan iman serta keilmuan lelaki berpeci putih itu.

Tanpa penjelasan apapun, kami sekeluarga mengerti maksud kehadirannya. Apa lagi kalau bukan menyuruh kami pindah atau tidak mengganggu tetangga sebelah.

Seperti yang kami duga, lelaki itu memang meminta kami untuk pindah. Ayah selaku pemimpin kami, melakukan negosiasi alot dengan perwakilan dari tetangga sebelah itu. Namun, akhirnya ia mengijinkan  kami tetap tinggal dengan persyaratan tidak akan menemui mereka lagi. Tentu saja kami pun mengajukan syarat yang serupa, mereka tidak memancing kehadiran kami dengan melakukan sesuatu yang sangat kami sukai. Semakin bersih hati dan kehidupan mereka, kami pun enggan untuk mendekati.

"Hidup berdampingan tetapi masing-masing dalam setiap urusan. Anggap mereka tak ada dan begitu juga sebaliknya."

Kembali ibu mengingatkan tentang peraturan itu, setelah lelaki berpeci putih tadi kembali ke dunia asalnya. Dunia manusia.

Mutia AH
RuJi, 2019

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun