Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Keping Emas Datang, Tonase Emas (Sudah Lama) Hilang: Satir Cerdas Abdur dan Sujiwo Tejo

3 Agustus 2021   15:27 Diperbarui: 3 Agustus 2021   17:06 646 4
Ketika Gresyia Polii dan Apriani Rahayu memastikan kemenangan meyakinkan melalui pertandingan ketat, lebih-lebih di set pertama, jutaan rakyat Indonesia menangis haru, rasa bangga dan bahagia tak bisa disembunyikan sebab secara reflek ada teriakan-teriakan euforis yang tanpa terasa, atau minimalnya haru menundukkan kepala dan meneteskan air mata sambil berucap, "Alhamdulillah", "Terima Kasih, Tuhan".

Semakin mengandung bawang, ketika pelan-pelan bendera Merah Putih ditarik ke atas diiringi nyanyian lagu Indonesia Raya yang magis. Seperti aneh rasanya jika tak menitikkan air mata -setidaknya tangis bahagia dalam skala paling rendah- terutama ketika melihat Apriani Rahayu menyeka air matanya saat hormat pada Sang Saka yang semakin meninggi.

Kita rindu prestasi seperti itu. Kita semua rindu suasana membahagiakan yang dirayakan oleh seluruh bangsa dengan suka cita, lebih-lebih selama hampir 2 tahun ini bangsa kita dipenuhi suasana duka. Tiap hari kita disuguhi berita naiknya kasus positif Covid-19 dan naiknya tingkat kematian. Ada informasi kesembuhan yang sesekali meningkat tajam, tapi sepertinya kalah pengaruh.

Negara selalu menginginkan agar rakyatnya terus waspada dan hati-hati menghadapi Covid-19 yang semakin menggurita, mungkin karena itulah, angka kenaikan kasus dan kematian dianggap lebih "seksi" dibandingkan angka-angka kesembuhan dan kebahagian. Lalu muncul lagi varian delta dan sejenisnya yang semakin menghangatkan pemberitaan dan menyesakkan ruang berpikir kita.

Maka, kesuksesan beberapa atlet nasional kita dalam ajang Olimpiade Tokyo kali ini menjadi semacam oase di tengah kekeringan; kesejukan di tengah centang perenang; kebahagiaan di tengah hantaman kabar-kabar duka tentang kematian dan penderitaan. Sejenak mengambil nafas panjang, lalu menginternalisasikan semangat kemenangan itu pada perjuangan melawan Covid-19, entah, sampai kapan.

Bagaimanapun, kita harus bersyukur kepada Tuhan dan berterima kasih kepada mereka, para atlet, yang telah berjuang (benar-benar) demi bangsa dan negara. Lebih-lebih pulang membawa medali kebanggaan. Mempertahankan tradisi menjadi juara dalam beberapa cabang olahraga tertentu.

Kita semua bangga, suka, dan bahagia. Tentu saja.

Tapi kemudian, kita dikejutkan dengan sesuatu yang paradoks. Sebuah ironi yang disampaikan secara satir nan cerdas oleh beberapa orang, terutama tentang emas (baik yang medali ataupun batangan yang dijual di pasar-pasar). Ada beberapa statement dan berita yang "menyakitkan", tapi itulah kenyataan, yaitu postingan Abdurrahim Arsyad dan Mbah Sujiwo Tejo (banyak juga yang lainnya, tapi dua itu yg populer).

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun