Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

DPR dalam Logika

2 November 2014   21:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:52 51 0
Ingat ketika dulu sekali mempelajari logika matematika, hm... mungkin saya tidak ahli dalam logika tsb, tapi setidaknya saya bisa sedikit saja membuat beberapa premis yang mewakili logika di DPR saat ini.

Jika Jokowi-JK menguasai eksekutif, maka KMP akan menjadi penyeimbang di legislatif.

Jika KMP menjadi penyeimbang di legislatif, maka kinerja Jokowi-JK akan terhambat.

Kesimpulannya:

Jika Jokowi-JK menguasai eksekutif, maka kinerja Jokowi-JK akan terhambat.

Eh, legislatifnya di mana ya? tersamarkan.

Sekarang, kita ganti premisnya.

Jika Jokowi-JK menguasai eksekutif, maka oposisi di legislatif

Jika oposisi di legislatif, maka stagnan-lah eksekutifnya.

Jadi, kesimpulannya:

Jika Jokowi-JK menguasai eksekutif, maka stagnan-lah eksekutifnya.

Lah, ke mana legislatifnya? Hilang teramarkan, hilang ditelan oleh fakta bahwa Presiden kita GAGAL SEJAK AWAL.

Apa yang bisa anda tafsirkan?

Publik bisa saja menafsirkan bahwa Jokowi-JK tak bisa mengurus pemerintahan. Tak bisa menyelesaikan permasalahan bangsa dan menepati semua janjinya kepada rakyat. Mungkin inilah logika yang sedang dibangun oleh DPR kepada publik. Terlepas benar atau salah penafsiran tersebut, itulah hak yang dimiliki oleh setiap warga negara di bangsa yang demokrasi ini. Bagaimana menurut saudara? Apakah logika itu termasuk logika negatif? Yang hanya membawa publik menjadi "hakim" yang kemudian bersorak bahwa, kubu DPR tandingan tidak dewasa dalam berpolitik, KIH dan Jokowi hanya memperkeruh suasana. Maka dari itu, menyesal-lah anda yang sudah memilih presiden dan dan partainya dalam pemilu. Sebaliknya, publik menilai bahwa KMP itu benar, karena pimpinan di DPR itu tidak salah, karena segala keputusannya sesuai dengan UU MD3 dan lain-lain. Pantaskah logika ini?

Siapakah yang membangun logika ini, UU MD3 atau KMP atau KIH? kalau ternyata kata "legislatif" itu hilang pada ujungnya, terlepas siapa yang menguasai KMP atau KIH. terserah. Yang penting, ternyata kata legislatif itu hilang saudara-saudara. Lantas, siapa yang menjalankan fungsi "check and balance"?

Lantas, apakah ini yang namanya pemerintahan, di mana eksekutif, legislatif, dan yudikatifnya saling bekerjasama dengan baik? Apakah ini logika yang sedang dibangun oleh DPR? Wallahu'alam...

kembali pada Logika tadi, kalau dilihat dari premisnya, kira-kira KMP mau jadi oposisi atau penyeimbang ya? kalau benar-benar KMP ingin menjadi penyeimbang, maka tidak ada premis seperti itu di DPR. Maka, tidak akan muncul DPR tandingan, maka tidak akan terlihat cacatnya UU MD3 itu. Kecuali sebaliknya.

Hemat saya, apapun logikanya, saya sebagai seorang warga negara dan juga seorang Ibu dari calon pemimpin bangsa, sangat menyayangkan dengan sikap para politisi, yang entah ingin menjalankan politik "devide et impera" atau bagi-bagi kekuasaan atau entah apalah itu, saya... sebagai Ibu, hanya menginginkan satu hal. Yaitu anak saya harus menjadi pemimpin (entah itu eksekutif atau legislatif) yang bijak dan benar-benar menjalankan amanahnya sebagai ulil amri, sebagai hamba Allah SWT, seorang mukmin dan khalifah yang sesungguhnya. Amiin.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun