Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Kembalikan Demokrasi pada Fungsinya

4 September 2020   16:33 Diperbarui: 4 September 2020   16:22 95 0
Di era modern seperti sekarang ini, demokrasi seperti menjadi babak hidup. Bahkan, dunia beradab dianggap tidak dapat berlangsung tanpa demokrasi. Jika kita lihat secara jernih, pandangan semacam itu justru berbahaya. Orang akan dengan mudahnya menggelincirkan demokrasi menjadi mitos. Mitos tentang demokrasi. Namanya mitos, orang lebih dibuat percaya begitu saja dengan mengabaikan pikiran rasional. Padahal, justru dengan pikiran rasional, demokrasi akan berjalan sebagai demokrasi.

Pemerintahan yang dikendalikan oleh rakyat. Kretos oleh demos. Itu prinsip demokrasi. Dengan prinsip itu, harusnya timbul konsekwensi. Sebuah ketiadaan jarak antara yang mewakili dan yang diwakili. Antara wakil rakyat dengan rakyat. Tetapi, yang terjadi justru sebaliknya. Yang mewakili sering lari sendiri. Yang diwakili justru mengejar janji-janji. Begitu seterusnya. Dilakukan secara berkala.

Demokrasi menjadi mitos, ketika demokrasi direduksi lima tahun sekali. Semata-mata pada ajang elektoral. Kita diminta memilih. Yang dipilih kadang tak tahu diri. Yang memilih juga senang dibohongi. Mempercayai wakil rakyat? Tentu saja bisa. Asalkan ia bisa memegang janji dan berujung tindakan. Jangan sampai terjadi keretakan, antara janji dan tindakan tiada kesesuaian.

Hal semacam itu bukan lagi demokrasi. Itu demokrasi dijadikan legitimasi. Sebuah praktik magis demokrasi. Di mana demokrasi semata-mata sebagai kendaraan berkuasa. Rakyat menjadi obyek eksploitir. Coba kita lihat, berapa banyak bekas "napi korupsi" nyaleg lagi? Ketiadaan malu memang menjangkiti para politisi kita. Kalau di luar orang mungkin sudah harakiri. Tidak tahan malu. Kalau di sini sebaliknya. Malu-maluin.

Tingkat golput tinggi bukan sikap pengecut. Ia simbol protes, sebuah sikap menegaskan diri dari wajah oportunis para politisi. Bukannya dikecam, tapi harus evaluasi. Bukan nyinyir yang diperlukan negeri ini, tapi mawas diri bangsa. Mawas diri dari demokrasi yang bablas. Kita perlu mengatur jarak. Melakukan sikap ontologis praktik demokrasi keseharian yang begitu menghanyutkan dan melenakan.

Sudah saatnya kita kembalikan praktek demokrasi pada fungsinya. Demokrasi yang berjalan di antara dua ajang elektoral. Demokrasi yang nyata keseharian. Praktek terselenggaranya pemerintahan rakyat sehari-hari. Karena ujung dari demokrasi tiada lain membangun tatanan masyarakat adil makmur, sejahtera nan sentosa. Dan itu yang harus diwujudkan.

Tanpa menerapkan demokrasi keseharian, yang mewujudkan masyarakat adil makmur, tinggalah demokrasi sebagai mitos semata.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun