Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Membela Agama?

28 November 2020   03:10 Diperbarui: 28 November 2020   03:24 46 3
Kalau kita berbicara tentang keagamaan, tentu saja kita terikat dengan suatu kebebasan. Kebebasan beragama, memilih kepercayaan, beribadah, juga menentukan segala hal yang baik dan buruk didalam kepercayaan masing masing yang orang punya. Orang bilang, beribadahlah sesuai kepercayaan masing masing, berdo'alah menurut ajaran kepercayaan masing masing, nyatanya, masih banyak oknum dari agama tertentu yang melakukan larangan beribadah kepada agama lain. Entah darimana ilmu yang mereka dapat, tapi yang jelas, alasan demi alasan yang tidak masuk akal terus mereka buat agar seolah olah tetap menjadi pendirian untuk mengekang hak hak beribadah agama lain. Tidak hanya itu, semua kalimat para petinggi agama tertentu pun menjadi bekal yang sangat diyakini. Berbicara dengan lantang bahwa kepercayaan mereka yang paling benar, dan berteriak lantang mengecap dengan sebutan 'kafir' atau 'domba yang tersesat'. Tapi entah bagaimana, bila sekali saja kepercayaan mereka merasa tercela, mereka akan terasa seperti kebakaran jenggot.

Kemudian setelah saya banyak mengalami dan melihat hal seperti ini, dan tentu saja sudah tidak menjadi hal yang tabu dimasyarakat, terbersit sebuah pertanyaan, mengapa kami selalu merasa jadi yang terbaik dan terabsolute? Agama A berpendapat mereka yang terbaik dan yang paling benar, begitu juga Agama B, tetapi tentu saja harus dibatasi dengan nilai dan norma yang hadir dimasyarakat. Selama satu kelompok (agama) tidak merugikan secara materil kepada kelompok (agama) lain, itu tidak sepatutnya menjadi masalah. Makin banyak kasus penodaan / penistaan agama yang marak menjadi sorotan di Indonesia, contohnya kasus Sukmawati, Ge Pamungkas, Joshua Suherman, dan Basuki Tjahya Purnama (Ahok). Nama nama tadi adalah beberapa tokoh yang pernah menjadi sorotan karena dianggap menistakan / penodaan agama. Mereka (oknum yang melaporkan) merasa agama dan kepercayaan nya telah dinodai, tetapi disisi lain, mereka juga yang mencap bahwa agama lain adalah sesat dan diberi sebutan 'kafir'. Jikalau peraturan ini harus tetap ada, seharusnya lebih banyak orang yang ternodai karena dianggap 'kafir' dan juga 'domba yang tersesat'. Belum lagi marak kasus baru mulai muncul kepermukaan, yaitu penodaan agama berkedok sains. Sehingga memenjarakan penelitian penelitian para ilmuan yang justru sebenarnya tidak ada dasar pemikiran untuk menistakan agama atau golongan tertentu. Peraturan peraturan inilah yang seharusnya ditiadakan. Karena terlalu karet dan bersifat subjektif.

"Kerajaan tuhan tidak akan pernah runtuh, bahkan disaat semua orang memakinya."

-Pidi Baiq-

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun