Jadi kita coba mundur sedikit ya, bahwa pengajuan warisan budaya ke UNESCO ini dahulu memang bisa diajukan oleh negara saja, namun belakangan juga harus melibatkan komunitas, lembaga, atau praktisi dari pelaku kebudayaan tersebut. Jadi jika dulu cukup didaftarkan oleh pihak negara, kini komunitas atau masyarakat harus dilibatkan. Di sini lah munculnya keragu-raguan pengajuan kebaya ini dilakukan bersama negara lain atau sendiri.
Situasinya, jika akan diajukan sendiri oleh Indonesia maka Indonesia hanya bisa mendaftarkan warisan budaya nusantara per dua tahun sekali. Sementara budaya Nusantara yang sedang dalam antrian UNESCO sudah ada jamu, reog ponorogo, tempe, dan kain tenun. Semua ini didaftarkan oleh Indonesia sendirian (single-nation) untuk tahun 2023. Jadi, jika kebaya ingin diajukan juga di tahun ini maka kebaya harus menyelak antrian jamu yang sudah masuk daftar on-going nomination 2023. Tapi, jika diajukan bersama (multi-nation), maka pengajuan dapat dilakukan setiap tahun. Dengan kata lain kebaya bisa diajukan tahun ini tanpa harus menunggu atau menyelak antrian.