Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Takbir, Pahlawan, dan Teroris

7 September 2012   03:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:49 561 2
Islam diidentikan dengan teroris, pesantren dianggap sebagai sarangnya, dan masjid-masjid dianggap benteng-bentengnya. Begitulah beberapa mainstream media massa yang mencoba menggiring opini publik untuk mengangguk setuju akan statement  tersebut. Hal ini harus terus di-counter attact dengan menunjukkan Islam mempunyai kontribusi besar dalam sejarah heroik perjalanan bangsa ini. Islam memang mengebom, tapi mengebom semangat bangsa untuk berjuang gigih melawan penjajah. Islam memang melakukan teror tapi teror kepada pengkhianat-pengkhianat bangsa. Dan Islam memang membuat rasa tidak aman, ya rasa tidak aman untuk pembuat maksiat yang mau bercokol lama di bumi Indonesia.

Takbir dan Pahlawan

“Allahu Akbar”  itulah kata-kata indah yang selalu digaungkan umat Islam, setiap hari dalam adzan dan kegiatan ibadah sholatnya. Kata-kata indah itu pula yang menjadi senjata seorang pejuang legendaris, Bung Tomo dalam membakar semangat juang arek-arek Suroboyo dalam mempertahankan diri melawan sekutu yang sudah mengultimatum dan siap menghancur leburkan bumi Surabaya. Karena daya tahan yang luar biasa inilah akhirnya kota tersebut diberi gelar Kota Pahlawan.

Dalam salah satu ucapan Bung Tomo, “Aku tidak tahu lagi dengan menggunakan kata-kata apa untuk membangkitkan semangat juang arek-arek Suroboyo, selain dari takbir “Allahu Akbar” yang bisa menggetarkan hati untuk tegar berjuang menghadapi orang-orang kafir”. Bung Tomo dengan pidatonya yang menggeledek bagaikan halilintar, tidak kalah heroiknya dengan pidato Bung Karno yang memang terkenal dengan singa podium di zamannya.

Bahkan kalau saat ini, ingin mendengar pidato Bung Tomo melalui media youtube yang mengabadikannya, terdengar bagaimana berapi-apinya, bagaimana memotivasinya, bagaimana dashyat orasinya untuk semua anak bangsa dari beragam profesi yang ada saat itu untuk bahu-membahu mengusir penjajah sekutu. Tak heran jika sebutan pahlawan disematkan padanya.

Istilah ‘pahlawan’ yang seharusnya ‘pahalawan’ ini, merujuk untuk orang-orang yang suka mengumpulkan pahala dengan semangat berjuang untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada sesama dengan dilandasi mencari ridho Allah SWT semata. Pahalawan-pahalawan ini merelakan kehidupan pribadinya, baik nyawa, harta, dan bahkan semuanya. Bukan nama yang mereka kejar, bukan kuasa pula, tapi pahala yang langsung dariNya.

Bung Tomo yang berjiwa pahlawan ini, mengumandangkan takbir. Mengucapkannya saja sudah mendapat pahala apalagi untuk menggerakkan massa dalam perjuangan. Merusak, menteror dan membuat tidak aman yang namanya musuh bangsa ini yakni kaum penjajah sekutu saat itu. Usaha ini membawa keberhasilan besar. Perpaduan gigihnya usaha dengan ridho dari Sang Pemilik Segala. Tindakan ini mendapat pembenaran karena dalam koridor meraih pahala yang sekaligus berguna buat bangsa, negara, dan republik tercinta

Takbir dan Teroris

Fenomena saat ini, takbir juga terdengar dari mulut teroris. Ada yang pro dan ada yang kontra. Baginya takbir juga memompa semangat juang meraih pahala untuk mendapat surgaNya. Merusak, menteror dan membuat tidak aman juga mereka lakukan dengan gigih. Bahkan dampaknya lebih luas lagi. Karena bisa membuat ketakutan bersama semakin meluas dengan diliput banyak media massa. Lalu apa yang membedakannya dengan pahlawan yang sudah disebutkan tadi?

Ada yang terlupa dari pejuang teroris ini. Masa kini, perjuangan adalah bagaimana merebut opini dengan cara yang lebih elegan dan tidak menggunakan cara-cara lama yang sudah ketinggalan jaman. Oleh karenanya, koridor berjuang dalam negara yang sudah menganggap Pancasila dan NKRI menjadi harga mati adalah bagaimana memberi nafas untuk dua makhluk ini dengan nilai-nilai Islami.

Pancasila bukanlah sesuatu yang dianggap bisa mengganti keyakinan Islam sebagai agama. Pancasila harus diperlakukan sebagai five principle semata saja dimana semua elemen bangsa ini sudah menyepakatinya. Nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan keadilan adalah juga nilai-nilai Islam yang universal. Sehingga tak heran Bung Karno, Presiden RI pertama, dan sekaligus penggalinya dengan bangga pernah menawarkan Pancasila dalam sidang umum PBB untuk dijadikan dasar nilai-nilai organisasi dunia ini.

NKRI pun juga bukan barang yang membuat umat Islam ini phobia untuk menerimanya. Dengan era otonomi daerah ini, dengan menguasai parlemen, dengan menjadikan tokoh Islam duduk di jabatan publik, peluang besar untuk membuat kebijakan-kebijakan Islami dapat diterapkan. Tidak harus dengan perda yang harus berbau syariah terlebih dahulu misalnya dengan mewajibkan jilbab. Ada elemen penting dalam tataran publik seperti kesejahteraan dan kesehatan yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Penciptaan lapangan kerja, menjaga stabilitas ekonomi, dan juga jaminan kesehatan lewat asuransi, akan membuat rakyat lebih merasa terayomi

Teroris bukanlah Islam, tapi hanya oknum. Jika dia menyebut dirinya juga pahlawan juga tidak serta merta bisa disalahkan, karena itulah keyakinannya secara pribadi. Namun buat umat Islam yang lain, tawaran untuk menjadi pahlawan atau pahalawan masa kini dan masa depan masih terbuka lebar. Mengisi ladang Pancasila dan NKRI dengan nafas-nafas Islami. Berjuang dengan penuh keridhoan kepadanya dengan membangun NKRI. Bahkan umat Islam harus menjadi garda terdepan, yang berlomba menerapkan nilai Pancasila juga. Menjaga nilai ketuhanan, memperjuangankan kemanusiaan, mengutamakan persatuan, membiasakan msuyawarah dan menegakkan keadilan. Jangan sampai malah umat ini semakin mengutamakan nilai materi, hanya memperjuangkan kepentingan dirinya sendiri, mudah diadu domba, sering buntu dalam musyawarah, dan akhirnya keadilan pun mudah goyah. Bangkitnya umat ini harus menjadi pahalawn masa kini dan masa depan dalam koridor Pancasila dan NKRI yang tetap terjaga, kini dan selamanya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun