Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Menantikan Kalender Hijriah untuk Umat Islam Global

17 Maret 2023   06:42 Diperbarui: 17 Maret 2023   06:47 425 2
Sudah menjadi tradisi, menjelang Ramadan, Syawal, atau awal Dzulhijjah dalam Kalender Hijriah yang berdasarkan peredaran bulan selalu ada pengamatan atau disebut rukyat.

Ada Muhammadiyah yang jauh-jauh hari sebelumnya sudah menetapkan ketiganya sekaligus dengan ilmu astronomi.

Namun, pemerintah dan kebanyakan ormas Islam hanya selalu menetapkan awal ketiga bulan tersebut dengan metode rukyat.

Tidak jarang, perbedaan awal puasa atau lebaran selalu ada di setiap tahunnya, sering tidak kompak dengan hasil sidang isbat yang rutin diadakan oleh pemerintah.

Mengapa ada perbedaan penetapan tanggal tersebut? Ada perbedaan penafisran rukyat dalam hadis berikut ini.

"Apabila kalian melihatnya (hilal Ramadan), maka berpuasalah, dan jika kalian melihatnya (hilal bulan baru), maka berbukalah. Tetapi jika mendung (tertutup awan) maka estimasikanlah (menjadi 30 hari)." (H.R. Bukhari dan Muslim)

Satu kubu, kata tersebut diartikan sebagai melihat secara langsung, sedangkan lainnya berpendapat sebagai melihat atau memprediksi datangnya bulan menurut perhitungan.

Bahkan, antara awal Ramadan di Indonesia, Arab Saudi, Mesir, dan negara-negara mayoritas Islam lainnya tidak kompak, bahkan di Indonesia sendiri sering demikian.

Perbedaan kedudukan bulan di berbagai tempat yang berbeda menjadi alasan mengapa awal bulannya berbeda.

Tidak ada umat agama lain yang terdengar beritanya punya tanggal hari besar keagamaan yang berbeda karena perbedaan metode penentuan tanggal tersebut.

Kecuali, berdasarkan keyakinan bahwa hari besar keagamaan umat agama lain itu tepatnya di tangggal ini atau itu.

Menyamakan persepsi
Persatuan umat Islam akan sulit terbentuk karena kalender saja tidak kompak, ada yang masih terlalu konservatif memaknai dalil secara literal.

Padahal, pemahamannya tidak hanya 1 dalil yang berdiri sendiri, ada hadis tentang 'illat atau alasan yang melatarbelakangi dilakukannya suatu tindakan sebagai berikut.

"Sesungguhnya umatku ummi, tidak dapat menulis dan juga berhitung. Adapun bulan ini seperti ini dan seperti itu, yakni terkadang 29 hari dan terkadang 30 hari." (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Maksudnya, karena umat Islam pada zaman Rasulullah SAW jangankan astronomi, menulis atau berhitung saja masih belum bisa sehingga digunakanlah metode rukyat.

Namun, seiring berjalannya waktu, ilmu astronomi mengalami perkembangan, bahkan juga terjadi di kalangan Islam sendiri bertahun-tahun setelah wafatnya Rasulullah SAW.

Sehingga, karena suatu tuntunan tergantung 'illat, penentuan awal bulan bisa menggunakan metode perhitungan.

Bahkan, dalam Al Quran sendiri ada ayat yang memotivasi secara implisit agar mempelajari perhitungan peredaran se[erti berikut.

"Matahari dan bulan beredar menurut perhitungannya." (Ar Rahman: 5)

"Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui." (Yunus: 5)

Kedua ayat tersebut sangat kontras dengan hadis tentang rukyat yang ternyata memiliki alasan yang melatarbelakanginya.

Padahal, metode hisab bisa menentukan awal Ramadan, Syawal, atau Dzulhijjah bisa hingga ratusan abad ke depan.

Ayat-ayat tersebut secara tersirat mengajak umat menyamakan persepsi agar bisa menetapkan tanggal secara matematis agar memiliki penetapan tanggal yang tepat.

Kalender Hijriah global
Karena perbedaan penafsiran inilah, umat Islam baik di dalam maupun luar negeri masih tidak kompak.

Seharusnya kita belajar dari umat agama lain yang sudah pasti perhitungannya dan tidak ada perbedaan penetapan tanggal hari raya tiap tahunnya.

Padahal, kita sendiri sudah diajak secara tersirat untuk menggunakan perhitungan sebagai penetapan awal bulan.

Dengan keunggulan metode hisab yang sudah diterangkan tadi, sudah saatnya untuk melakukan standardisasi berupa Kalender Hijriah global yang bisa digunakan untuk seluruh dunia.

Tidak ada lagi cerita orang ragu dengan kapan mulainya Ramadan, belum lagi ketika cuaca mendung padahal hilal sudah terbentuk.

Memang, menyamakan kalender ini sulit terwujudkan, perlu ada pemahaman holistik tentang ilmu agama dan astronomi yang digabungkan dalam berbagai dalil yang ada.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun