Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana Pilihan

Senandika: Hujan Sore di Kota Ini

8 Maret 2023   18:37 Diperbarui: 8 Maret 2023   18:39 381 4
Penghujung siang, hujan turun dengan derasnya di kotaku ini, suasana syahdunya cukup membuat hati ini teriris pilu.

Mau tidak mau, aku akhirnya menepikan diri begitu  hujan yang teramat deras ini menyamarkan perjalanan pulangku.

Motor seketika berhenti, mobil-mobil seketika melambat begitu hujan turun sore ini semakin tidak mengenal belas kasihan.

Banyak yang berteduh, banyak juga yang mengeluh begitu hujan mulai turun dengan berteman suara gemuruh.

Kututup kedua kelopak mataku, kuresapi hujan deras yang kadang datang bersama petir, sekali dua kali.

Kuhembuskan napasku ke udara, ada rasa sesak begitu udara yang tersimpan dalam tubuh ini keluar yang memaksaku kembali untuk membuka mata.

Seketika kenangan tiba-tiba menyapa di balik rintik air hujan yang beradu melawan kerasnya aspal jalanan kota.

Ada tentangmu dan kisah kita yang kandas setelah berusia 2 tahun kurang 4 bulan karena keegoisan kita masing-masing.

Seharusnya, aku mengakhiri hubungan kita dari awal begitu mendengar ceritamu memilih untuk berjalan-jalan dengan mantan kekasihmu.

Ini bodohnya aku, mengapa tidak saat itu saja kita berpisah, malah memilih untuk melanjutkan hubungan yang di kemudian hari penuh konflik hingga aku tidak sanggup lagi.

Aku mengenang kebodohanku sendiri, mengapa bisa mengenalmu yang ternyata kamu jauh lebih menyakitkan dari goresan pecahan kaca.

Lalu, kenangan yang lain mengajakku untuk bertamasya ke destinasi wisata masa lalu yang bisa dikunjungi dengan kenangan, tetapi tidak bisa untuk hidup di sana lagi.

Masih ingat saat aku masih anak-anak, di saat semua masih terbilang baik-baik saja meskipun aku agak bandel.

Saat aku menangis di masa itu, banyak yang meghiburku dan membuat hujan air mata ini seketika mereda.

Ya, masa kecil jarang akan masalah hidup, hari-harinya penuh dengan bermain dan bermain, tidak sempat memikirkan masa depan.

Begitu remaja, kuhabiskan masa mudaku dengan jiwa muda yang belum mengenal apa itu kehidupan menurut pandangan terhadap kenyataan.

Saking semangatnya dalam jiwa muda, aku sering berharap agar lekas menuju masa depan dan lebih bebas lagi.

Namun, begitu tiba di masa depan, aku justru tidak bisa mendapatkan makna penting hidup yang lebih hidup.

Adalah realitas, beban hidup, dan kekecewaan yang membuat hidupku semakin tidak terasa hidup.

Di tengah hujan deras di kota ini, aku meneriakkan kekecewaanku karena masa lalu terasa seperti berjalan cepat dan masa depan terasa seperti melata.

Aku selalu berharap ada pelangi setelah hujan takdir kejam, tetapi justru enggan untuk mereda, seperti hujan di kota ini.

Masih kabur pandangan jalanan kota ini, masih kabur juga nasibku di kemudian hari seperti apa.

Dan, tidak ada pelangi hari ini, baik di langit kota yang kusinggahi ini atau pun dalam batin dan pikiranku ini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun