Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Dua Abad Setelah Kelahiran Seorang Raden Saleh

14 November 2012   08:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:23 2547 0

Saya mengingat nama seorang pelukis besar berdarah bangsawan dari kenangan masa sekolah saya pada  di pelajaran kesenian sekolah menengah pertama. Di buku pelajaran kesenian tersebut, walau dalam cetakan sederhana dan berwarna hitam putih saja, khas buku sekolah jaman tahun 80-an, tercetak gambar sebagai contoh salah satu dari  maha karya maestro seni lukis kebanggaan Indonesia itu. Banteng melawan singa. Kegagahan bertempur melawan kebengisan. Alegori seorang nasionalis yang menentang penjajahan di tanah air yang dicintainya. Karya seorang Raden Saleh.

Antara Hidup dan Mati, nama lukisan tersebut. Dalam bahasa Belanda 'Een Strijd op Leven en Dood’. Digoreskan dengan kuas oleh Raden Saleh seekor banteng yang gagah melawan singa pada tahun 1848. Hampir dua abad kemudian walau tercetak sederhana di buku pelajaran sekolah, bahkan tidak mengurangi nilai kekuatan dan keindahan dari goresan kuas bapak modernisme dan maestro seni Indonesia tersebut. Saya membayangkan bagaimana saya akan terpaku bila memandang lukisan yang sebenarnya. Saya bertanya-tanya waktu itu apakah arti dari lukisan dahsyat tersebut.  Namun saat itu tak banyak cerita tentangnya, dan internet belumlah mendunia.

Lalu di masa ini, saya banyak membaca tentang Raden Saleh, dan kenangan yang membekas akan gambar di buku SMP terbayang kembali.  Saya menemukan bahwa dalam makna lukisan, Raden Saleh mengungkap perlawanan. Dalam kekuatan goresan Raden Saleh mengguratkan semangat perjuangan. Dengan campuran warna, Raden Saleh melagukan keindahan negeri. Dengan seni, Raden Saleh membawa nama Indonesia untuk sejajar dengan pelukis-pelukis kenamaan dunia.  Hal ini membawa saya pada pemikiran siapakah Raden Saleh sebenarnya? Sosok seperti apa Raden Saleh hingga setelah dua ratus tahun sejak kelahirannya, namanya tertera dengan tinta emas dalam sejarah negeri ini, bahkan dunia internasional pun mengakui kepiawaian pelukis ningrat ini?

Raden Saleh Syarif Bustaman, dua ratus tahun berlalu sudah.  Terlahir  dari keluarga ningrat di tahun 1811 di Terboyo, Semarang, Jawa Tengah, dan wafat di Bogor tahun 1880.  Saat kecil, bakatnya yang sangat menonjol dalam melukis, membawanya untuk disekolahkan dengan beasiswa di negeri Belanda.  Tak hanya menjadi pelukis, Raden Saleh adalah tokoh humanis yang menggemari ilmu pengetahuan, kolektor benda-benda seni, seorang anak bangsa yang mampu menjelajah negara-negara Eropa lewat lukisan, dan mampu menghidupi dirinya hanya dari lukisan. Sesuatu yang sangat langka dapat dilakukan orang pada saat itu.

Karya-karya Raden Saleh adalah karya yang luar biasa, perpaduan antara kebudayaan nilai-nilai tradisional Jawa dan budaya Eropa. Sehingga Raden Saleh merupakan pelopor aliran yang baru bagi pencinta dunia seni. Lukisan Raden Saleh juga tak lekang oleh waktu, keindahannya sanggup bertahan dalam keabadian dan memiliki nilai-nilai keberanian yang patut dihormati. Mengapa demikian?  Karena Raden Saleh menumpahkan jiwanya dalam lukisan, mengabadikan perasaannya dalam goresan kuas, kecintaannya pada tanah air dalam kumpulan rupa warna. Beberapa lukisan adalah ekspresi dari perjuangannya, perlawanan dari kesemena-menaan, pemberontakan dari ketidakadilan, dan juga semangat nasionalisme. Merupakan protes dan ungkapan perasaan yang setiap katanya terbingkai dalam visualisasi penggambaran keadaan dan situasi saat itu dalam keindahan lukisan.

Pada peristiwa penangkapan Pangeran Diponegoro, Raden Saleh yang berada di Belanda saat peristiwa itu terjadi, setelah kembali ke tanah air, Raden Saleh menapak tilas tempat dimana Pangeran Diponegoro diperdaya di Magelang dimana Pangeran Diponegoro ditangkap dan kemudian dikirim untuk dibuang ke Makassar. Lalu Raden Saleh membuat lukisan yang berbeda dengan yang telah dibuat oleh Nicolas Pieneman, sebagai klarifikasi peristiwa yang terjadi. Berbeda dengan Pieneman yang menyatakan lewat tema dan judul lukisan  sebagai Penaklukan Pangeran Diponegoro, Raden Saleh mengungkapkan dengan tema, penggambaran manusia yang ada dan suasana yang sama sekali berbeda. Tanpa bendera merah putih biru, dengan gambaran potret Raden Saleh yang menunduk hormat disana, Pangeran Diponegoro tampak gagah dengan dagu terangkat. Lukisan Raden Saleh itu peristiwa itu  diberi judul Penangkapan Pangeran Diponegoro, untuk menegaskan bahwa Pangeran Diponegoro bukan ditaklukan, namun diperdaya dan ditangkap oleh Belanda.

Untuk karya Raden Saleh tentang Penangkapan Pangeran Diponegoro ini, seorang penyair kenamaan Taufik Ismail menuliskan puisi berjudul : Penangkapan Pangeran Diponegoro, Magelang 28 Maret 1830

Menatap lukisan Penangkapan Diponegoro, aku berdiri dan termangu

Di depan kanvasmu, lewat jendela bingkaimu kau undang aku

Meluncur masuk lorong sejarah. Kau beri kami langit Magelang

Tiada awan menggulung atau terbentang

Cuma ada dua puncak gunung dan bukit kabut tipis tergenang

Kau beri kami adegan abad sembilan belas, yang begitu tegang

Seorang Pangeran, panglima pertempuran telah ditangkap

Dia mengenakan serban hijau, jubah putih tanpa alas kaki

Badannya kecil, tapi wajahnya menantang dengan sikap berani

Aku tidak membaca rasa sesal atau menyalahkan nasib

Pada perincian wajahnya yang diguratkan dengan cat minyak

Seratus tiga puluh delapan tahun yang lalu

Raden Saleh Sjarif Bustaman, betapa padat isyarat lukisan tuan

Betapa dalam dan sarat dengan makna lukisan Raden Saleh tentang penangkapan Pangeran Diponegoro tersebut. Lukisan tersebut menjelaskan dengan makna yang tersirat, bahwa perjuangan Pangeran Diponegoro yang dituangkan ke dalam lukisan ini adalah gambaran bagi awal kesadaran sebagai bangsa yang memiliki harkat dan kedigdayaan sebagai bangsa yang besar, tidaklah tunduk kepada penjajahan, tidaklah kalah dalam kancah internasional. Karya tersebut adalah karya revolusioner anti penjajahan. Dan juga penegasan bahwa lewat karya Raden Saleh telah membawa Indonesia ke pemahaman antar bangsa bahwa seorang anak bangsa Indonesia, diakui karyanya sebagai karya besar yang dihargai dunia.

Karya Raden Saleh yang diketahui berjumlah kurang lebih sekitar  230 lukisan, namun yang kemungkinan bertahan sampai saat ini sekitar 150 saja, sisanya telah hilang atau terbakar pada pameran di Paris tahun 1931. Banyak diantara karya Raden Saleh mengungkapkan kehidupan dan alam Indonesia, alat-alat pertanian tradisional, Gunung Merapi, Pegunungan Dieng, berbagai lansekap pemandangan di Indonesia, juga lukisan potret para bangsawan Eropa dan bangsawan Keraton di Jawa. Walaupun karya Raden Saleh memiliki teknik melukis gaya barat, namun Raden Saleh tidak meninggalkan nuansa tradisional Jawa. Yang mana hal ini membuat lukisan Raden Saleh dinilai sangat unik, kemudian menjadi pelopor bagi aliran baru di dunia seni Indonesia untuk gaya ekspresi yang lebih berani dan bebas.

Namun tak hanya menjadi seorang pelukis besar, Raden Saleh adalah seorang humanis. Adalah contoh yang lebih baik lagi untuk seseorang dari abad 19 yang mampu menjembatani perbedaan dua budaya Barat dan Timur selain Raden Saleh? Dia termasuk orang pertama dari Indonesia yang bersekolah di Belanda. Dia juga orang Jawa yang mampu diundang sebagai tamu terhormat sebagai bangsawan dari Jawa di istana-istana para raja dan bangsawan  Eropa. Beliau selalu tampil dengan busana tradisional ningrat khas Jawa lengkap dengan blangkonnya.Raden Saleh pelopor dalam berbusana. Selain berbusana tradisional, gaya busana Raden Saleh memang nyentrik. Dapat dikatakan ia menjadi pelopor fashion yang memadukan jawa, timur tengah dan barat. Baju khas Eropa yang necis berpadu dengan sarung batik yang tradisional, turban yang unik, atau  dengan blangkon yang konservatif. Mencengangkan.

Raden Saleh banyak menghabiskan waktu di Jerman, dimana beliau diterima dengan baik dan menjadi tamu kehormatan keluarga  Sachsen Coburg-Gotha, kerabat Ratu Victoria. Di Jerman di kota kecil Maxen dekat Dresden, adalah sebuah Mesjid Biru yang indah, yang dibangun tahun 1848 oleh Friedrich Anton Serre, mantan walikota yang kaya raya, untuk menghormati Raden Saleh yang muslim. Di mesjid itu tertulis sebuah ungkapan yang tak akan lekang oleh jaman dan patut terus dicontoh bagi generasi sekarang, dituliskan dalam aksara Jawa dan dalam bahasa Jerman dengan indahnya:

Muliakan Allah dan Cintailah Sesama Manusia

Sampailah saya pada satu pemikiran dalam mengenang Raden Saleh ini.  Sosok Raden Saleh adalah pembaharu, sosok Raden Saleh adalah ide, sosok Raden Saleh adalah pejuang yang berjiwa pemersatu.  Dalam kecintaan tanah airnya Raden Saleh bersikap menunjukkan dengan karya nyata, dengan bukti kemampuan diri dan intelektual yang tinggi, dan dalam ketaatannya pada agama yang dianut, juga  Raden Saleh dapat membawa damai bagi pemeluk agama lain. Dua ratus tahun sejak kelahirannya, patut dimengerti mengapa nama Raden Saleh tetap dikenang sebagai tokoh revolusioner budaya dan humanis sejati. Tidak saja lewat karya seni yang dikenang abadi, juga karena konsep spiritual dan ketuhanan yang dimilikinya yang memiliki keterkaitan erat bahkan sampai pada kondisi jaman saat ini menjadikan Raden Saleh adalah contoh nyata bagi pemikiran generasi penerus  bangsa Indonesia.

Sumber bacaan: http://mengenangradensaleh.wordpress.com

http://radensaleh.jerin.orid

http://wikipedia.org

http://republika.co.id

http://raden-saleh.org

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun