lalu apa kira-kira pertanyaan yang masih tersisa? Beginilah pertanyaan yang mesti dipikirkan. Okelah kita tahu bahwa kemenangan setiap peserta X Factor pada babak 5 besar dan seterusnya kini tergantung kiriman SMS.
Pertama, hasil pengiriman SMS itu sebetulnya diragukan keabsahannya mengingat 1 pemilik nomor HP bisa mengirim sampai beribu-ribu kali. Artinya kalau pendukungnya orang kaya sekaliber Hari Tanoe, dlsbnya itu, pastilah mereka dapat mengirim SMS banyak. Ini akan jadi lucu, misalnya saja penduduk indonesia yang jumlahnya 240 juta orang semuanya mengirim SMS, ada yang kirim ratusan SMS atau puluhan saja, atau masing-masing kirim 3 SMS, maka hasilnya ada votes sejumlah lebih dari 700 juta! Kawan, mana bisa seperti itu. Votes bisa lebih banyak berkali-kali ganda dibanding jumlah voter. Harusnya satu nomor HP satu kali vote. Itu baru adil. Tapi kawan, cara ini tidak akan dilakukan kalau yang dicari bukan kualitas penyanyi, tapi jumlah uang yang bakalan dikeruk.
Kedua, kalaupun semua SMS sudah masuk, dihitung, dan dibacakan penuh drama oleh sang MC. Diulur sana-sini, diputar sana-sini, para penonton dibuat tegang tingkat tinggi dan hati berdebar nggak karu-karuan. Pertanyaan saya, siapa yang memvalidasi SMS-SMS yang masuk itu? Kenapa tidak pernah diumumkan, dan seperti apa perolehan suara tersebut. kasarnya seperti ini, siapa yang bakalan tahu kalau suara-suara yang masuk bisa diatur semau gue. Bahwa, siapa yang bakalan keluar minggu ini atau minggu depan sudah bisa diatur dan ditentukan? Kawan, kalau mau fair, umumkan hasilnya, pada saat penghitungan suara ada katakanlah 'komisi independent' yang turut menghitung. Itu kalau mau jujur ke pemirsa sekalian.
Tapi ya sudahlah, kita tunggu saja siapa yang akan tersingkir minggu depan menurut versi kiriman SMS itu (entah bisa diatur atau tidak hehehe). Ajang X Factor jangan dijadikan ajang 'jual pulsa' dan 'jual pamor' sebab dua factor itu sebetulnya bukanlah sebuah Faktor 'X'. Dan juga pertanyaan yang belum terjawab harusnya bisa dijawab pembuat acara X Factor, supaya keganjilan demi keganjilan tidak justru mencuat muncul menjadi Faktor X. (MA)