Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Kisah Abdullah yang Beriman pada Tuhan bukan pada Agama

6 Agustus 2013   19:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:33 896 3
Sore itu, arak-arakan prosesi perayaan Waisak nasional mulai bergerak dari Candi Mendut menuju Candi Borobudur. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Abdullah terlihat berada dalam proesei tersebut. Kedua telapak tangannya tertangkup di depan dadanya mengapit sebatang kembang sedap malam. Sama seperti peserta prosesi lainnya yang menjalani ritual peringatan hari raya agama Buddha tersebut.

Memasuki pelataran candi Borobudur, seluruh peserta prosesi mengambil tempat untuk melaksanakan puja bakti bersama dengan candi Borobudur sebagai altar utama yang dipimpin oleh seorang pandita Buddhist. Setelah kebaktian selesai, seorang anggota Sangha pun memberikan wejangan Dharma.

Abdullah melihat jam tangannya, sudah pukul setengah enam lebih. lalu dia beringsut dari posisi duduk bersila menjadi berlutut, lalu memalukan sujud namaskara sebanyak tiga kali, lalu meninggalkan pelataran candi Borobudur menuju sebuah musholla yang berada di bagian dalam kompleks candi Borobudur. Setelah mengambil air wudhu, Abdullah pun menunaikan sholat maghrib.

Setelah menunaikan sholat maghrib dengan khusyuk, Abdullah kembali menuju pelataran candi Borobudur dan mengikuti rangkaian prosesi waisak hingga selesai.

===

Tadi pagi hari ini, 2 hari sebelum Idul Fitri, setelah menunaikan sholat subuh, Abdullah pun sudah dalam perjalanan mudiknya menuju kampung halamannya di Lombok. Menjelang Asar tadi, Abdullah pun sudah mencapai pelabuhan Gilimanuk, dan kini sedang menunggu kapal penyeberangan di pelabuhan Padang Bai yang akan membawanya menuju pelabuhan Lembar di pulau Lombok.

Ada kegembiraan dalam hatinya berkumpul dan melaksanakan sholat Ied dengan keluarganya di kampung halamannya. Ia sudah membawa mukena baru untuk ibunya dan adik perempuannya. Baju koko dan sarung untuk ayah dan adik laki-lakinya.

Karena antrian di pelabuhan Padang Bai sangat panjang serta gelombang laut yang tidak bersahabat, setelah Imsak  Abdullah baru berhasil mendapat tempat di kapal penyeberangan. Abdullah pun menggunakan waktu di atas kapal untuk beristirahat. Setelah berlayar selama enam jam, Abdullah baru mendarat di pelabuhan Lembar, Lombok. Jam tangannya menunjuk pukul sembilan lebih 20 menit.

Turun dari kapal penyeberangan, Abdullah berkirim pesan singkat kepada ayahnya, sekedar menginformasikan kalau dirinya sudah mendarat di pulau Lombok. Ayahnya membalas pesannya agar Abdullah senantiasa berhati-hati dalam perjalanan. Kemudian Abdullah pun meneruskan perjalanan darat dari ujung Barat menuju ujung Timur pulau Lombok, yakni kota Labuhanhaji.

Sampai di kota kelahirannya, hari sudah mulai gelap, dan ketika Abdullah memasuki halaman rumahnya, suara takbir pun mulai berkumandang. Abdullah pun menjawab takbir tersebut dengan bertakbir, menutup bulan Ramadhan yang telah dilalui dengan puasa penuh dan menyambut Syawal sebagai kemenangannya.

===

Berkumpul bersama keluarga memang membuat waktu berlalu tanpa terasa, dan kini sudah 4 hari berlalu sejak dia dan keluarganya melakukan sholat Ied bersama. Abdullah pun segera bersiap-siap meninggalkan kota Labuhanhaji menuju kota tempatnya menjalankan usahanya di pulau Jawa.

Pagi hari, Kamis, Abdullah berangkat meninggalkan rumah tempatnya dilahirkan dengan diiringi lambaian tangan dan doa dari orang-orang yang dicintainya. Abdullah menyusuri jalan yang sama dengan arah yang berbeda.

Keesokan harinya, Abdullah sudah sampai di kota Denpasar. Sesuai rencana, Abdullah mengunjungi salah seorang sahabat karibnya, Ketut dan menginap satu malam di sana. Bagi orang tua Ketut, Abdullah sudah seperti anak mereka sendiri.

Abdullah sangat senang bertemu dengan sahabatnya tersebut, dan dia pun selalu mengikuti ritual keagamaan Hindu yang dilakukan oleh keluarga Ketut. Kebetulan malam itu ada acara keagamaan di sebuah pura di banjar tempat rumah Ketut, dan Abdullah pun dengan sangat senang bisa mengikuti ritual tersebut. Lengkap dengan pakaian khas Bali sebagai kelengkapan dalam acara keagamaan Hindu. Karena sudah sering mengikuti upacara yang sama, Abdullah sama sekali tidak kikuk dan paham benar dengan tata upacara yang diikutinya, sehingga ia mengikutinya dengan khidmat.

===

Sabtu malam minggu, Abdullah duduk di depan komputernya, menyelesaikan beberapa pekerjaan yang harus diperlukan pada hari Senin nanti. Setelahnya, dia pun menyempatkan diri chatting online dengan beberapa temannya dan menyepakati beberapa kegiatan yang akan dilakukannya bersama teman-temannya hari Minggu besok. Lewat tengah malam, Abdullah pun sudah terlelap.

Minggu pagi, Abdullah memasuki halaman sebuah gereja. Beberapa temannya sudah berkumpul menunggunya tidak jauh dari tempatnya memarkirkan kendarannya. Lalu mereka bersama-sama memasuki gereja dan mengikuti kebaktian yang baru akan dimulai. Abdullah mengikuti rangkaian kebaktian dengan khidmat, menandakan ini bukan pertama kali dia mengikuti kebaktian di gereja tersebut.

Selepas kebaktian, mereka berkumpul di depan gereja bersalaman-salaman dengan pendeta gereja tersebut dan berbincang-bincang dengan penuh keakraban.

Menjelang tengah hari, sesuai dengan kesepakatan tadi malam, Abdullah dan teman-temannya jalan-jalan di sebuah mall di tengah kota hingga sore harinya.

===

Abdullah, bagi sebagian orang adalah sosok yang aneh, namun bagi mereka yang memahami dirinya akan menyadari bagaimana seoran muslim seperti dirinya dapat menjalani ritual-ritual agama lainnya.

Bagi Abdullah, yang diimani adalah tuhan, bukan agama. Mengimani tuhan tidak akan mengotak-ngotak manusia, sedangkan mengimani agama akan mengotak-ngotak manusia atas nama aqidah. Karena jika tuhan itu benar satu dan maha kuasa, maka aqidah tidak hanya membatasi manusia tetapi juga membatasi tuhan. Dan jika tuhan itu universal, maka tuhan tidak akan membuat batasan-batasan yang bertentangan dengan keuniversalannya.

===

--- Meyiya Seki

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun