Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Yang Terlupakan di Baret Merah

25 November 2010   23:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:17 14065 3

Orang hanya mengenal Prabowo Subianto atau Benny Murdani sebagai tokoh penting dalam sejarah pasukan komando Indonesia. Ternyata ada banyak orang yang membangun korps yang ditakuti dan disegani ini. Beberapa dari tokoh dalam sejarah pasukan komando Indonesia, memang nyaris terlupakan.

Apapun yang terjadi, serta siapapun yang berkuasa, nama mereka harus masuk dalam sejarah militer Indonesia. Walau mereka pernah bersebrangan dengan pemerintah. Ataupun mereka bukan berdarah Indonesia. Orang asing yang berjasa pada militer Indonesia diantaranya adalah Hunzhohl di Marinir (KKO) atau Rokus Bernadus Visser.

Andi Azis: Orang Indonesia Pertama

Dia memang bukan anggota Kopassus. Namun pengalamannya sebagai orang Indonesia yang pernah dilatih sebagai pasukan khusus oleh tentara Inggris cukup menarik. Andi Azis sendiri hanya sebentar di TNI sebelum berontak. Jika masih berdinas di TNI dia tentu akan ditempatkan di pasukan khusus karena pengalamannya bertempur ala komando di Eropa.

Andi Abdul Azis asli Bugis putra orang Bugis. Andi Azis lahir tanggal 19 September 1924, di Simpangbinangal, kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Andi Azis memulai pendidikan dasarnya di Europe Leger School namun tidak sampai tamat. Europe Leger School adalah sekolah dasar kolonial yang memiliki gengsi paling tinggi dibanding Holandsche Inlandsch School. Sekolah ini diprioritaskan untuk anak-anak Belanda atau Eropa. Walau begitu banyak juga anak-anak pribumi terpandang yang belajar disekolah ini. Andi Azis tidak lulus sekolah ini bukan karena dia tidak mampu secara akadenis maupun finansial, melainkan karena dibawa ke Negari Belanda sebelum lulus—ketika dibawa ke Negeri Belanda usianya sekitar 11 tahun.[1]

Andi Azis lalu diangkat sebagai anak dibawa seorang pensiunan Asisten Residen bangsa Belanda ke negeri Belanda. Di Negeri Belanda tahun 1935 ia memasuki Leger School dan tamat tahun 1938, selanjutnya meneruskan ke Lyceum sampai tahun 1944.[2] Sebenarnya Andi Azis sangat berhasrat untuk memasuki sekolah militer di negeri Belanda untuk menjadi seorang prajurit Belanda pada masa damai. Tetapi niat itu tidak terlaksana dengan baik karena pecah Perang Dunia II. Namun Andi Azis jadi anggota militer juga. Andi Azis memasuki Koninklijk Leger (KL), Tentara Kerajaan Belanda di Negeri Belanda.

Di KL, Andi Azis bertugas sebagai tim pertempuran bawah tanah melawan Tentara Pendudukan Jerman (NAZI). Dari pasukan bawah tanah kemudian Andi Azis dipindahkan kebelakang garis pertahanan Jerman, untuk melumpuhkan pertahanan Jerman dari dalam. Karena di Eropa kedudukan sekutu semakin terjepit, maka secara diam-diam Andi Azis dengan kelompoknya menyeberang ke Inggris, daerah paling aman dari Jerman—walaupun sebelum 1944 sering mendapat kiriman bom Jerman dari udara.[3]

Di Inggris kemudian Andi Azis mengikuti latihan pasukan komando di sebuah Kamp sekitar 70 kilometer di luar London. Andi Azis lulus dengan pujian sebagai prajurit komando. Selanjutnya mengikuti pendidikan Sekolah calon Bintara di Inggris dan menjadi sersan kadet (1945).[4] Di bulan Agustus 1945 karena SEAC dalam usaha mengalahkan Jepang di front timur memerlukan anggota tentara yang dapat berbahasa Indonesia, maka Andi Abdul Azis kemudian ditempatkan ke komando Perang Sekutu di India, berpindah-pindah ke Colombo dan akhirnya ke Calcutta dengan pangkat Sersan.[5]

Andi Azis mungkin satu-satunya orang Indonesia yang mendapat latihan pasukan komando di Inggris. Andi Azis juga orang Indonesia yang ikut menjadi bagian, walau tidak secara langsung, dari kelahiran pasukan-pasukan komando dunia seperti SAS milik Inggris dan KST Belanda. Andi Azis, seperti halnya Westerling, merupakan orang-orang yang luar di negeri Belanda yang ikut membebaskan Belanda dari pendudukan Jerman. Seperti Halim Perdana Kusuma, Andi Azis juga orang Indonesia yang ikut serta dalam perang Dunia II di front Barat Eropa.

Setelah Jepang menyerah tidak syarat pada sekutu, Andi Azis diperbolehkan memilih tugas apakah yang akandiikutinya, apakah ikut satuan-satuan sekutu yang akan bertugas di Jepang atau yang akan bertugas di gugus selatan (Indonesia). Dengan pertimbangan bahwa telah 11 tahun tidak bertemu orang tuanya di Sulawesi Selatan, akhirnya ia memilih bertugas ke Indonesia, dengan harapan dapat kembali dengan orang tuanya di Makassar.

Pada tanggal 19 Januari 1946 satuannya mendarat di Jawa (Jakarta), waktu itu ia menjabat komandan regu, kemudian bertugas di Cilinding. Dalam tahun 1947 mendapat kesempatan cuti panjang ke Makassar dan mengakhiri dinas militer. Tetapi di Makassar Andi Azis merasa bosan. Ditinggalkannya Makassar untuk kembali lagi ke Jakarta dan mengikuti pendidikan kepolisian di Menteng Pulo, pertengahan 1947 ia dipanggil lagi masuk KNIL dan diberi pangkat Letnan Dua. Selanjutnya menjadi Ajudan Senior Sukowati (Presiden NIT), karena Sukowati berhasrat memiliki Ajudan bangsa Indonesia asal Sulawesi (Makasar), sedang ajudan seniornya selama ini adalah Kapten Belanda totok. Jabatan ini dijalaninya hampir satu setengah tahun, kemudian ia ditugaskan sebagai salah seorang instruktur di Bandung-Cimahi pada pasukan SSOP—sekolah pasukan payung milik KNIL bernama School tot Opleiding voor Parachusten—(BaretMerah KNIL) dalam tahun 1948.

Pada tahun 1948 Andi Azis dikirim lagi ke Makasar dan diangkat sebagai Komandan kompi dengan pangkat Letnan Satu dengan 125 orang anak buahnya (KNIL) yang berpengalaman dan kemudian masuk TNI. Dalam susunan TNI (APRIS) kemudian Ia dinaikan pangkatnya menjadi kapten dan tetap memegang kompinya tanpa banyak mengalami perubahan anggotanya.[6]

Tentu saja pasukan dari kompi yang dipimpinnya itu bukan pasukan sembarangan. Kemampuan tempur pasukan itu diatas standar pasukan reguler Belanda—juga TNI. Daerah Cimahi, adalah daerah dimana banyak prajurit Belanda dilatih untuk persiapan agresi militer Belanda II. Ditempat ini setidaknya ada dua macam pasukan khusus Belanda dilatih: pasukan Komando (baret hijau); pasukan penerjun (baret merah). Andi Azis kemungkinan melatih pasukan komando—sesuai pengalamannnya di front Eropa.

Pasukan Andi Azis ini menjadi salah satu punggung pasukan pemberontak selama bulan April sampai Agustus di Makassar—disamping pasukan Belanda lain yang desersi dan tidak terkendali. Apa yang terjadi dalam pemberontakan APRA Westerling yang terlalu mengandalkan pasukan khusus Belanda Regiment Speciale Troepen—yang pernah dilatih Westerling—maka dalam pemberontakan Andi Azis hampir semua unsur pasukan Belanda terlibat terutama KNIL non pasukan komando. Westerling kurang didukung oleh pasukan KNIL—Westerling lebih menaruh harapan pada RST yang desersi. Pasukan lain non RST hanya pasukan pendukung semata. Pemberontakan Andi Azis, tulang punggung pemberontakan adalah semua pasukan tanpa melihat kualifikasi pasukan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun