Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Perempuan dalam Pemilu dan Pilkada

7 November 2021   20:27 Diperbarui: 9 November 2021   06:43 234 6
Kehadiran perempuan dalam demokrasi di Indonesia adalah sangat spesial ini di buktikan dengan jumlah pemilih perempuan secara nasional pada pemilu dan pilkada diatas 50 %.

Sebagaimana kita ketahui bahwa setidaknya ada tiga indikator pemilu dan pilkada dapat dikatakan berkualitas dilihat dari pemilih , peserta pemilu dan penyelenggara pemilu. Untuk itu kehadiran pemilih yang di dominasi oleh perempuan tersebut sangatlah berarti .

Kualitas pemilu dan pilkada yang di persyaratkan oleh pemilih perempuan yang memberikan hak pilihnya lebih 50 % akan menentukan keterpilihan pemimpin, secara tidak langsung disimpulkan bahwa kualitas pemilu dan hasil pemilu sangatlah berkorelasi dengan perempuan .

Bukan hanya soal bagaimana jumlah pemilih perempuan yang lebih dominan akan tetapi dari sisi kepesertaan pemilu  keterwakilan 30 % perempuan dalam pencalonan juga menjadi sebuah kewajiban sehingga apabila ada partai politik yang tidak mengajukan 30 % calon perempuan di masing- masing dapil dengan ketentuan tambahan setiap 3 laki- laki harus ada 1 orang perempuan maka akan gagal satu dapil tersebut.

Dilihat dari angka jumlah pemilih perempuan dan komposisi perempuan pada partai politik dan pencalonan idealnya keterpilihan perempuan adalah sesuatu yang diyakini akan tercapai.

Namun fakta dilapangan kita temui justru banyak perempuan yang hari ini menjadi korban politik uang, sehingga hasil pemilu dan pilkada yang seharusnya di hiasi dengan nama- nama pemimpin perempuan minimal 30 % justru hal tersebut tidak terjadi.

Mengapa perempuan perlu hadir dan memimpin dalam proses pemilu dan pilkada , karena selain  hak sebagai pemilih perempuan juga diharapkan keterpilihan perempuan dapat mewakili kaumnya dalam menyuarakan kebutuhan - kebutuhan perempuan itu sendiri

Tidak ada alasan bagi perempuan dalam setiap kontestasi tidak terpilih. Perempuan harus bisa mendukung perempuan dengan cara memilih perempuan , bekerja untuk perempuan  dan tidak hanya itu perempuan pun harus menyiapkan perempuan.

Untuk kemudian bisa memilih dan dipilih tentunya perempuan haruslah mampu bukan hanya secara kuantitas saja karena bila berbicara kuantitas perempuan pasti menang , akan tetapi perempuan juga harus mampu secara kualitas sehingga para pemilih perempuan bisa dengan cerdas memilih calon perempuan perempuan potensial yang akan menyuarakan kepentingan perempuan.

Sangat miris saat kita mendengar bila ada pemilih perempuan yang tidak memberikan hak pilihnya kepada perempuan dikarenakan keraguan kepada calon perempuan melihat dari pengalaman - pengalaman perempuan sebelumnya .

Oleh karenanya kehadiran perempuan walau telah di beri ruang oleh undang- undang dalam bentuk afirmasi action tetaplah harus dimaknai bahwa perempuan tidak hanya hadir memenuhi proporsional penduduk yang dibedakan antara laki- laki dan perempuan namun hadirnya perempuan harus menunjukkan  bahwa kerja- kerja kepemimpinannya serta kebijakannya mampu membawa kepentingan perempuan .

Langkah yang mungkin dilakukan oleh perempuan dalam pemilu dan pilkada sehingga memberi arti terhadap perempuan diihat dari sisi perempuan sebagai pemilih adalah  dengan mendapatkan pendidikan politik / pemilu , memastikan terdaftar sebagai pemilih dalam pelaksanaan pemilu dan pilkada , kenal dan mengenal calon perempuan yang di usung oleh setiap partai politik melalui visi dan misi calon dan memastikan memberikan hak pilih kepada partai / calon perempuan yang berkualitas .

Perempuan sebagai calon peserta pemilu haruslah menyiapkan diri secara kualitas sehingga memiliki kapabilitas bukan hanya menjelang pemilu dimulai , tidak menghalalkan  segala cara sebagai upaya keterpilihan dirinya pada pemilu namun jauh - jauh hari sudah mulai membangun jaringan dengan berbagai kelompok- kelompok perempuan yang ada .

Keterwakilan perempuan 30% sebagai penyelenggara pemilu merupakan pintu pembuka bagi perempuan - perempuan untuk dapat berperan pada penyelenggara kepemiluan, menjadi catatan penting bagi perempuan bahwa afirmative action yang di sediakan oleh undang - undang tersebut bukanlah sebuah keharusan dimana faktanya masih ada penyelenggara baik KPU dan Bawaslu di daerah yang justru tidak memiliki keanggotaan perempuan sehingga mengharuskan para perempuan untuk memiliki kemampuan lebih agar dapat mengambil bagian menjadi penyelenggara.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun