Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Empat Alasan Masyarakat Butuh Kartu Cilegon Sabar

21 Mei 2021   08:30 Diperbarui: 21 Mei 2021   08:32 444 3
Demi mengumpulkan uang untuk biaya sekolah, seorang Ibu terpaksa mengemis di pinggir jalan yang tak jauh dari Kantor Wali Kota Cilegon.

Ibu itu bernama Rosdiah (36) warga Lingkungan Jombang Kali, Kelurahan Masigit, Kecamatan Jombang, Kota Cilegon. Kondisi sulit mendapatkan pekerjaan dan tanpa penghasilan, memaksa Rosida terpaksa mengemis untuk sekolah anaknya yang akan masuk ke jenjang SMK.

Rosidiah berdiri di pinggir jalan, tak jauh dari Kantor Wali Kota dan Gedung DPRD Kota Cilegon. Di dada Rosdiah, tergantung selembar kertas dengan tulisan "mohon bantuan seikhlasnya untuk biaya anak daftar sekolah SMK. "

Aksi Rosdiah ini nenuai kontrofersi di kalangan masyarakat Kota Cilegon. Beruntung, para pejabat eksekutif dan legislatif kemudian bereaksi dengan berlomba memberikan bantuan setelah foto aksi ibu Rosdiah viral di media sosial.

Bagi saya Ibu ini adalah pengingat bagi kita semua, bahwa kondisi Kota Cilegon dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang tinggi menyebabkan kesilitan perekonomian.

Rosdiah hanya satu dari banyak orang yang terpaksa turun ke jalan. Karakter orang Cilegon yang pemalu, tak sampai seperti aksi Rosdiah. Saat lapar cukup sampai menahan lapar di rumah saja dan membiarkan anak-anak putus sekolah.

Dari kejadian ini, warga Cilegon kemudian ramai-ramai mengingatkan Wali Kota Cilegon untuk merealisasikan segera Kartu Cilegon Sejahtera (KCS).

KCS yang digadang-gadang saat kampanye politik mampu mengatasi persoalan kesejahteraan sosial. Salah satunya bisa digunakan untuk sekolah hingga jenjang kuliah, sampai pada kredit usaha senilai Rp25 juta.

Momen menuju beberapa hari lagi memasuki 100 hari kerja, KCS sementara hanya menjadi simbolik dalam acara HUT Kota Cilegon pada 27 April lalu. Untuk kapan realisasinya, sebaiknya masyarakat dimintak sabar terlebih dahulu.

Orang Cilegon memiliki karakter penyabar dan punya rasa malu, namun jika ada sesuatu yang mengusik akan cepat reaktif. Untuk itulah, masyarakat diharapkan maklum dan bersabar melihat kinerja Wali Kota Cilegon mengemban amanahnya.

Ada empat alasan kenapa masyarakat harus tetap sabar menunggu KCS yang menjadi janji politik Wali Kota Cilegon saat kampanye dahulu.

Pertama, Sabar melihat cara kerja Wali Kota Cilegon yang tidak esensial dan masih asik pada kegiatan ceremony belaka. Tepatnya pencitraan.

Padahal di 100 hari kerjanya ini yang dibutuhkan adalah aksi strategi realisasi janji politiknya. Bukan rananya lagi sekelas Wali Kota muncul di publik bagi-bagi nasi kotak di pinggir jalan, bersih-bersih halaman kantor, dan sibuk membagikan kursi roda.

Masyarakat membutuhkan pemimpin yang sudah berani bicara memaparkan setrategi realisasi janji kampanye. Atau, misalnya, sudah ada pertemuan dengan pihak-pihak industri untuk kerjasama menyediakan 25.000 lowongan kerja, lengkap dengan setrategi bagimana cara perekrutan, kapan waktunya, dan penempatannya.

Di antara janji politik, urusan 25.000 lapangan pekerjaan bukan perkara yang mudah. Jika dirinci dalam perhitungan, masa kerja 3 tahun ini setiap hari harus ada 23 orang yang mendapatkan pekerjaan.

Namun menuju 100 hari, belum ada 2.300 orang telah bekerja, langkah kedepannya makin berat dengan penambahan pengangguran terbuka dari lulusan SMA sederajat dan sarjana yang jumlahnya ribuan.

Kedua, sabar dengan kebijakan yang berat sebelah.

Hanya di era saat ini saja, Wali Kota mengangkat 13 Tenaga Akhli. Tujuannya bagus untuk mempercepat realisasi pembangunan sesuai janji politik. Tapi, kok dengan keberadaan Tenaga Ahli malah memangkas anggaran gaji pegawai honorer. Bukannya meningkatkan gaji pegawai honorer, malah dikurangi.

Tak hanya soal itu saja, penambahan gaji RT dan RW menjadi Rp1 juta menimbulkan kecemburuan sosial. Dimana gaji ribuan guru honorer jauh lebih murah. Padahal bekerja setiap hari. Gaji Rp500. 000 pun dirapel hingga berbulan-bulan lamanya.

Dalam janji politik, guru honorer juga dijanjikan naik 50, akan sama dengan gajih ketua RT dan RW. Cair-cair lah. Tapi sabar dulu, tunggu hasil utak atik APBD dulu.

Ketiga, pembangunan tanpa kajian.

Pemkot Cilegon berencana mendirikan sejumlah SMP Negeri. Tapi pendiriannya seperti tak ada kajian dan perencanaan yang jelas.

Untuk merealisasikan penyebaran SMP Negeri, justru menggunakan gedung SD Negeri yang sudah ada. Hingga kemudian rencana pendirian ini pun ditentang oleh masyarakat yang masih membutuhkan gedung SD Negeri.

Tak hanya itu saja, pembangunan sekolah negeri tidak memperhatikan kondisi sekolah swasta. Sekolah negeri yang disokong APBD tentu akan banyak mendapatkan siswa, sementara sekolah swasta perlahan akan kehilangan murid dan mati, karena sumber dana ada pada iuran siswanya.

Kini terdapat sekitar 3 gedung SD Negeri yang rencananya akan ditumpangi oleh SMP Negeri baru. Realisasi SMP Negeri bukan main kebut-kebutan agar cepat terlaksana. Perlu adanya kajian dan perencanaan yang jelas.

Namanya mendirikan, pasti membutuhkan gedung baru, bukan nenumpang. Bangun gedung baru butuh modal besar, kita tunggu hasil utak atik APBD dulu.

Keempat, KCS saat kampanye tidak berlaku.

Emang beda ya, KCS dulu saat kampanye dengan KCS sekarang? Jawabannya tentu saja berbeda.

KCS yang dibagikan saat kampange itu kosong dan tidak bisa berlaku. Itu hanyalah sebagai alat untuk meraup suara kemenangan saja. Intinya tidak bisa digunakan sesuai janji-janji saat kampanye.

KCS yang nantinya sah dan berlaku tentu sudah memiliki payung hukum dan persetujuan dari anggota DPRD Kota Cilegon.

Untuk lolos di meja dewan saja masih berat, karena harus mendapatkan persetujuan dari suara terbanyak anggota dewan. Pertimbangan harus dilakukan sesuai dengan APBD Kota Cilegon yang cukup atau tidak anggaran realisasi KCS itu.

Sementara saat ini, kekuatan politik sangat berperan dalam menentukan kebijakan. Saat ini partai pengusung Walikota dan wakilnya hanya punya 8 kursi anggota dewan saja. Sementara lawan politik dari Partai Golkar saja lebih besar.

Mengingat angka kemiskinan dan pengangguran saja hingga puluhan ribu keluarga. KCS senilai Rp25 juta per kartu perlu utak atik APBD lebih besar dan rumit.

Jika pun terealisasi nantinya, pembagian KCS harus adil. Tidak lagi KCS hanya diperoleh masyarakat pendukung saat Pilkada lalu, tapi program KCS harus merata dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan.

Menyambut 100 hari kerja Wali Kota Cilegon cukup dengan sabar dan hati yang ikhlas. Biarkan Wali Kota Cilegon saat ini bekerja. Tugas kita cukup mengingatkan kapan KCS cair?

Saat ini kita cukup punya Kartu Cilegon Sabar menghadapi realita kehidupan yang pahit dengan janji-janji politik.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun