Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Fenomena Gantung Diri, Kenapa Harus Terjadi?

14 Maret 2014   18:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:56 696 4
Innalillah atau apakah yang semestinya saya ucapkan tatkala membaca berita media lokal Lampung. Kasus gantung diri yang sudah lama menghilang kini ternyata muncul lagi. Kasus tersebut terjadi di Wilayah Kota Metro, Lampung beberapa waktu lalu.

Satu korban yang menghembuskan nafasnya yang terakhir terdengar sebagai sebuah kisah yang amat tragis. Andaikan disepadankan dengan kasus kecelakaan bisa jadi kasus ini justru lebih mengerikan dan menyentuh perasaan terdalam. Hal tersebut disebabkan kasus bunuh diri hakekatnya merupakan sebuah kasus yang sulit diprediksi sebelumnya. Seorang yang awalnya sempat bercengkrama dengan teman sejawat dan kerabat, ternyata harus mengakhiri hidupnya dengan menghilangkan nyawa sendiri. Sebuah kisah tragis dan membuat miris.

Korban bunuh diri, tanpa saya sebutkan namanya merupakan penduduk Kota Metro yang masih berstatus bujangan. Berdasarkan runtutan penyebab terjadinya bunuh diri diawali oleh adanya hubungan asmara yang terpaksa kandas tanpa sebab pasti. Si pemuda rela menghabisi nyawanya sendiri karena gagal menjalin cinta dan merasa kehilangan separuh hidupnya karena diputuskan oleh sang kekasih.

Faktor yang cukup sering menjadi penyebab kehilangan akal sehat dan kesabaran ini hakekatnya sebuah kondisi psikis yang semestinya tidak terjadi, dan inipun semestinya mendapatkan perhatian penuh oleh orang-orang sekitarnya. Khususnya keluarga korban.

Pelaku bunuh diri seringkali kehilangan harga diri, kehilangan segala yang dimilikinya bahkan seringkali korban menganggap orang-orang yang dicintai seperti sosok yang begitu sempurna, sehingga tak ada sosok lain yang dapat menggantikannya. Meskipun ada beberapa wanita yang dapat menjadi penggantinya.

Karena permasalahan yang telah menjeratnya, maka akal sehat dan hati nuranipun harus digadaikan karena minimnya komunikasi dan rasa menerima atas apa yang telah terjadi. Padalah kehidupan itu ibarat mati satu maka akan tumbuh seribu. Hilang satu wanita akan ada wanita lain yang dapat menggantikannya.

Tidak hanya karena faktor putus cinta, kegagalan menjadi PNS pun ada yang menjadi sebab seseorang mengakhiri hidupnya. Lagi-lagi tidak siap menerima kenyataan hidup dan kesabaran dalam menerima ujian Tuhan atas kegagalan sebuah cita-cita.

Seperti yang diberitakan oleh salah satu media cetak, seorang honorer yang gagal lulus K2 harus mengakhiri hidupnya di tali gantungan. Kali kedua kasus bunuh diri saya temukan belum lama ini. Sebuah gambaran potren kehidupan dan kejiwaan masyarakat Indonesia yang mulai terkikis dan hilang disebabkan beratnya permsalahan hidup yang telah melilit mereka.

Putus asa karena gagal bercinta, dan kecewa karena gagal menjadi PNS hanyalah dua kasus dari beberapa kasus bunuh diri di kalangan masyarakat kita.

Kenapa mereka melakukan bunuh diri? Apakah tak ada solusi lain ketika cita-cita kandas di tengah jalan?

Bunuh diri merupakan langkah terakhir yang dilakukan para pelakunya yang biasanya sosok yang mudah sekali putus asa, rendah diri, dan seringkali menutup diri. Di dunia ini, mereka cenderung merasa sosok yang paling sengsara dan paling menderita. Sepertinya hanya merekalah satu-satunya yang mendapatkan musibah dan azab dari Tuhan. Padahal hakekatnya ada sosok lain manusia di bumi ini yang mendapatkan ujian dan cobaan melebihi apa yang telah mereka dapatkan.

Dalam bahasa kejiwaannya disebut introvert. Yaitu seseorang yang selalu menutup diri dan mengasingkan diri dari masyarakat lainnya. Mereka selau hidup dalam duninya sendiri dan merasa bahwa orang lain tak membutuhkan dirinya dan dirinyapun merasa tak membutuhkan orang lain. Gejala introvert hakekatnya menjadi penyebab orang yang kehilangan kesadaran dan melakukan bunuh diri. Ditambah goncangan kejiwaan akibat keputusasaan atas kegagalan usaha.

Kurangnya bersosialisasi dengan orang sekitar hakekatnya menjadi awal tertutupnya cakrawala kehidupan yang lebih luas. Kadang saatnya kita sendiri dan privasi kita, di sisi lain harus bersosialisasi dan menyampaikan segala uneg-uneg atau fikiran yang kini tengah mendera. Boleh jadi dengan bersosialisasi maka jalan hidup menjadi lapang dan permasalahan hiduppun akan mendapatkan jalan keluarnya. Tak hanya masalah percintaan atau perjodohan, masalah kehidupan dunia dan akhiratpun akan kita temukan dengan bersosialisi atau bergaul.

Penyebab lain adalah, mereka selalu mengharapkan segala impian dan cita-cita terkabul, titik tak pakai koma. Harus dan musti ada tatkala mereka membutuhkannya. Kondisi ini menjadikan seseorang tidak akan menerima kenyataan hidup yang saat ini menjeratnya. Biasanyanya seseorang yang berkepribadian "memaksa" diawali dari kehidupan yang serba memaksa, dan terlalu disiplin. Dampaknya segalanya harus dilakukan dan apa yang diinginkan harus tercapai. Dalam rumus matematika bisa jadi segalanya bisa terjadi, tapi ada unsur "x" yang memaksa kita untuk mengalah pada keadaan. Dialah takdir Tuhan.

Meskipun bukan bermaksud menggurui, bahwa hakekatnya kehidpan itu tidak hanya satu jalan. Ada banyak alternatif yang mesti kita lakukan. Jika jalan pertama mengalami kegagalan, maka ada jalan lain yang dapat ditempuh sebagai alternatif hidup. Jika gagal dengan kekasih pertama, maka ada kekasih lain yang menanti dan diciptakan untuk kita. Tak perlu berputus asa karena jodoh sudah ada di tangan Tuhan.

Bersikap menerima apa adanya (tawwakal) tatkala usaha dan doa (ikhtiar) telah dilakukan. Karena dengan bertawakal atau berserah dirilah hakekatnya jiwa menjadi tenang. Jangan menuntut di luar kemampuan diri karena dampaknya justru akan merusak diri sendiri.

Melakukan sesuatu yang dianggap paling sesuai dan paling dapat kita lakukan tanpa memaksa sesuatu yang sulit dicapai. Andaikan memaksa melakukan yang sulit tercapai, maka jalan keikhlasan dan kesabaran atas apa yang terjadi menjadi kunci penerimaan diri.

Melakukan silaturrahmi, sebagaimana dianjurkan oleh Nabi, bersillaturrahmilah dan bergaullah karena dengan bersilaturrahmi akan memberikan banyak manfaat, di antaranya memperpanjang umur, membuka jalan rezeki dan menghindarkan diri darifitnah dan prasangka. Selalu terbuka pada pada setiap orang, keluarga dan teman-teman yang siap menerima keluh kesah kita dan siap membantu dalam setiap persoalan hidup karena hanya dengan membuka diri segala kegundahan dan kesulitan hidup sedikit banyak akan sirna seiring dengan mendapatkan respon dari orang lain.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun