Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Vaksinasi dan Pola Fikir Masyarakat Madura

24 Juli 2021   15:21 Diperbarui: 24 Juli 2021   15:34 353 3
Pagi tadi, saya telah selesai melaksanakan vaksinasi tahap kedua. Seperti mana vaksinasi pertama, saya melakukan di tempat yang sama, yaitu di Puskesmas kecamatan.

Tidak ada perubahan langsung terjadi setelah proses vaksinasi pertama. Tiada disertai demam juga, sebagai reaksi tubuh terhadap benda baru yang masuk ke dalam badan. Cuma nafsu makan agak bertambah setelah vaksinasi pertama.

Karena di Madura, belakangan ini musim sakit demam dan radang tenggorokan. Pernah juga terjangkiti penyakit tersebut, tapi dalam dua hari sudah sembuh. Hanya bermodalkan minum Paracetamol dan vitamin C saja.

Biasanya penyakit demam dan radang tenggorokan ini, menjangkiti seseorang hingga 10- 15 hari. Bahkan sampai ada yang hilang indera penciuman, serta lidah tak mampu membedakan aneka rasa makanan.

Intinya proses vaksinasi yang saya lakukan, dari tahap pertama hingga kedua tiada reaksi yang berarti. Saya melakukan vaksinasi bukan karena ikut-ikutan. Namun atas kesadaran diri, bahwa Vaksinasi adalah imun dan keselamatan tambahan. Layaknya memakai helm saat berkendara atau berjaket anti peluru bagi tentara di medan perang.

Setelah proses vaksinasi dilakukan, tidak mustahil tubuh akan terkena virus Covid-19. Cuma karena kita ada tambahan pengamanan, maka reaksinya tidak seperti orang yang belum bervaksin. Kasarnya, adalah pengamanan tambahan bagi imun tubuh kita.

***

Saya paling tidak setuju, apabila ada yang mengatakan, bahwa rendahnya persentase vaksinasi di Madura, karena rendahnya sumber daya manusianya (SDM). Sempat terfikir, apa sih standarisasi SDM itu tinggi? Apakah harus ditentukan oleh sistem pendidikan formal dan informal?

Kalau memang itu standarisasi SDM seperti itu, berapa banyak persentase DKI Jakarta, Jawa Barat, atau Sumatera Barat yang sudah vaksinasi? Apakah Anda juga akan mengatakan SDM ketiga daerah itu juga rendah?

Saya fikir rendahnya persentase vaksinasi di Madura adalah dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, pola pikir dan kepercayaan masyarakat Madura terhadap vaksinasi tersebut. Terlalu banyak informasi-informasi negatif yang beredar tentang adanya Virus Covid-19 dan vaksinasi.

Adanya konspirasi yang mengatakan, bahwa virus Covid-19 adalah buatan negara tertentu, yang hanya ditujukan kepada Indonesia dan beberapa negara lainnya. Vaksin hanya sekedar alat untuk merusak manusia, secara perlahan-lahan.

Bahkan dalam sebulanan ini (sejak pertengahan Juni lalu), angka kematian dan orang sakit di Madura sangat tinggi. Konon ini terjadi, setelah adanya penyemprotan disinfektan melalui pesawat udara dan drone.

Parahnya lagi, ada isu liar yang berkembang di masyarakat. Bahwa pesawat dan drone tersebut memang sengaja menyemprotkan virus tertentu, karena setelah kejadian itu banyak orang sakit dan meninggal setiap harinya.

Kedua, sisa-sisa polarisasi pemilihan presiden lalu. Setiap ada kebijakan dari pemerintah, banyak yang curiga terlebih dahulu. Di masyarakat bawah, adanya musibah dan wabah ini, karena ulah pemerintah dan komunis. Serta dampak dari kriminalisasi ulama yang dilakukan pemerintah.

Setiap ada kejanggalan yang beredar, pasti akan disangkut-pautkan dengan ulah komunis atau PKI. Betapa hebatnya kekuatan kampanye hitam pada Pilpres lalu, sehingga mampu membentuk pola fikir sebagian orang Madura.

Bahkan jatuhnya banyak korban yang meninggal sebulanan belakangan ini, bukan karena adanya Covid-19. Tapi karena Madura saat ini, diserang oleh Tha'un. Sebenarnya mereka percaya adanya wabah, namun bukan disebabkan oleh virus Covid-19.

Sehingga proses pencegahannya lebih banyak kepada hal-hal spiritualitas, daripada proses medis dan prosedur kesehatan. Contohnya, membaca Burdah keliling kampung, istighosah dan rokat kampung. Sedangkan proses medis dan prosedur kesehatannya banyak yang ditinggalkannya.

Solusi untuk meningkatkan persentase vaksinasi di Madura adalah, Tim Satuan Tugas Covid-19 harus bekerja keras membendung adanya informasi negatif di Masyarakat. Serta harus sering turun ke bawah, untuk mengadakan sosialisasi langsung ke masyarakat.

Kedua, pemerintah harus menggandeng dan melibatkan Ulama dan pesantren. Karena mereka adalah strata sosial tertinggi dalam kehidupan masyarakat Madura. Pengaruh dan ucapannya, tidak akan dibantah oleh orang Madura.

Tirulah bagaimana program Keluarga Berencana (KB) yang pernah ditentang masyarakat Madura di era Pak Harto. Akhirnya menjadi program yang diterima, setelah pemerintah melibatkan Kiai dan pesantrennya.

Apapun semoga wabah dan musibah ini segera berakhir. Dan kehidupan normal akan berjalan seperti biasanya kembali.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun