Senen, 19 oktober 2020. PC NU Kabupaten Brebes, mengadakan acaran tahlilan 40 hari wafatnya K.H.
Nasrudin, S.H. Ketua Tanfidziyah Nadlatul Ulama Cabang Brebes, yang bertempat di Gedung NU, jalan Yos Yudarso 36 Brebes.
Acara tahlilan dipimpin oleh Kyai Roup Syuriah NU dan pembacaan Yasin di pimpin oleh H. Ali Mursidi selaku bendahara NU Cabang Brebes.
Acara tahlilan di gedung NU dihadiri oleh pengurus harian, lembaga dan banom NU. Serta tidak ketinggalan pula anak almarhum, yaitu gus Iqbal, Gus Arman dan Gus Reza.
Dalam sambutan mewakili keluarga, gus iqbal mengatakan, :
Pertama, saya mewakili keluarga mengucapan terimakasih kepada semua pengurus harian NU Cabang Brebes, baik jajaran Tanfizdiyah, suriyah maupun banom dan lembaga yang hadir di cabang NU Brebes, dalam rangka mengadakan tahlilan untuk Bapak saya, KH. Nasrudin bin Kyai Tarsudi.
Kedua, kami sekeluarga merasa sedih ditinggal beliau. Namun saya yakin beliau bahagia. Karena ketika menghadap Allah SWT. Beliau statusnya sebagai pengasuh Pondok Pesantren, bukan yang dikenal sebagai seorang politikus. Sebagaimana amanat beliau ketika masih hidup, saat eninggal nanti, beliau ingin dikenal sebagai pengasuh pondok pesantren.
Ketiga, Kyai Nasrudin merupakan anak yang memegang amanat orang tuanya, yaitu Kyai Tarsudi, untuk selalu memegang NU. Terbukti K.H. Nasrudin meninggal, sehari setelah pelantikan sebagai Ketua Tanfizdiyah Pimpinan Cabang NU Brebes.
Keempat, Kita berharap, mudah-mudah ayah saya KH. Nasrudin diakui sebagai santri Mbah Hasyim. Dikarenakan, beliau meninggal masih memegang dan menjadi ketua NU.
Pada acara tahlilan 40 hari, KH. Nasrudin di gedung NU juga di isi Mauidhoh Hasanah yang disampaikam, oleh Rois Syuriah NU Cabang Brebes, K.H. Labib Sodik Suhaimi.
Dalam acara tersebut, K.H Labib yang juga pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikmah 1 Benda Sirampog Brebes. Mengatakan, bahwa tahlil dan doa yang kita bacakan, sudah tidak saatnya lagi meributkan sampai atau tidak. Karena kalau sampai juga tidak tahu, apalagi kalau tidak dampai, juga tidak tahu.
Beliau bercerita tentang 3 tokoh ulama yang ada di Makkah, dalam suatu pertemuan memiliki kesepakatan bersama. Bila salah satu dari kita meninggal maka yang hidup harus mendoakan.
Dari ketiga ulama tersebut, yaitu
Imam Alawi Muhammad al-Maliki, Imam Ahmad Nadziri dan Imam Hasan Masyat.
Dari ketiga ulama tersebut yang meninggal pertama adalah Imam
Akhmad Nadzirin. Sesuai dengan kesepakan, maka kedua ulama membacakan doa dan tahlil. Setalah itu keduanyapun pulang ke rumah masing-masih.
Dalam mimpinya, setelah takziyah. Kedua imam tersebut bertemu dengan imam Akhmad Nadirin. Dan Imam Akhmad Nadirin pun mengucapkan terima kasih doanya telah sampai.
Beberapa tahun kemudian disusul Imam Sayyid Alwi bin Muhamad Al-Maliki. Mendengar Sayyid Alwi meninggal, Imam Hasan Nasyat nangis yang tidak biasa. Maka anak-dari Imam Hasan kaget. Dan memberanikan diri untuk bertanya. Kenapa Ayah menangis, mendengar Sayid Alawi meninggal.
Imam Sayid Hasan Nasat pun bercerita. Saya dulu telah menjalin kesepakan untuk mendoakan siapa dulu yang menghadap Allah. Nah, sekarang keduanya sudah meninggal. Lalu siapa nanti yang akan mendoakan saya.
Sebab ketika Sayyid Imam Nadirin meninggal, saya kata Imam Hasan dan Sayyid Alwi Almaliki. Benar-benar didatangi dalam mimpi yang sama, dan Imam Akhmad Nadhirin, mengatakan bahwa doanya telah sampai.
Menurut KH. Labib doa dan tahlil merupakan bacaan yang ada dalam Alqur'an. Seperti membaca surat Al-Ikhlas, Falak dan An-Nas. Semua bacaan Al-Quran. Jadi Tahlil itu susunanya dibuatkan oleh Mbah Hasyim agar mudah dibaca, dipahami dan dihapal.
Di acara tahlil 40 hari wafatnya KH. Nasrudin, beliau menegaskan.
"Ambilah segala kebaikan pada almarhum, kita tiru dan praktekkan. Namun kalau ada kesalahan almarhun semasa hidup kita maafkan.
Teruntuk K.H. Nasrudin, Al-fatihah.