Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Urgensi HTI dan Gentingnya Serangan Narkoba

29 Juli 2017   09:58 Diperbarui: 29 Juli 2017   10:32 679 0
URGENSI NARKOBA

Dalam dua pekan ini saja, sebelum dan sesudah ormas HTI benar-benar dikebiri dan dibubarkan oleh pihak yang memerintah, di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini telah terjadi beberapa kejadian terkait dengan narkoba, baik penyalahgunaan, pemakaian, pengedaran, hingga upaya penggagalan dan penangkapan secara besar-besaran oleh pihak kepolisian. Hal ini mendeskripsikan bahwa sudah ada indikasi jelas yang bisa membuktikan jika narkoba adalah musuh nyata yang setiap saat menyerang warga negara ini.

Status narkoba sebagai musuh bersama di negara ini sudah lama disandang. Tetapi bagi sebahagian pemikiran, justru narkoba yang menjadi musuh bersama seringkali menjadi narkoba sebagai teman bersama. Hal ini dikarenakan, narkoba sejak dulu sudah menjadi bagan atau kerangka dari suatu manajemen. Sehingga mulai dari pembuatan dan penyebarannya sampai ke tangan pemakai, narkoba mengikuti pola manajemen yang sesuai dengan pola tingkah laku subyek dan situasi-kondisi dimana narkoba digunakan. Dan pola tingkah laku dan situasi-kondisi inilah yang menjadikan narkoba sebagai teman bersama. Bayangkan saja, jika ada oknum aparat yang berwenang secara sengaja masuk dan terlibat ke dalam pola manajemen narkoba, maka kemungkinan fatal yang terjadi adalah narkoba bukan saja teman bersama namun sudah tentu narkoba menjadi saudara seiman dan sekeyakinan. Kalau sampai hal ini terjadi, sudah pasti narkoba akan dilindungi keberadaannya dan dibela mati-matian kebutuhannya terhadap pemeluknya di dunia ini.

Terlalu sederhana memang analoginya, akan tetapi pada kenyataannya karakteristik narkoba sudah menyamai karakter kebutuhan ruhani manusia selain efek langsungnya kepada jasmani. Fakta mengenai pola narkoba sebagai suatu sistem manajemen internasional dan interlokal berkaitan erat dengan fakta dimana pada penanganan terhadap narkoba, selalu saja ada kasus dimana para pihak yang terkait seperti penegak hukum itu sendiri terlibat dengan sadar sebagai pelaku dan korban secara sekaligus. Persoalan inilah yang menyebabkan narkoba susah diberantas secepatnya dan sampai ke akar-akarnya. Apabila penegak hukum saja sudah terlibat, bagaimana mungkin suatu model manajemen bisa diterapkan dan diterima jika tidak adanya timbal balik proses dan pencapaian tujuannya.


Selain kejahatan korupsi, kejahatan narkoba secara yuridis di negara ini diklasifikasikan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crimes). Yang sudah tentu oleh pemerintah serta pihak terkait didalam konsekuensinya akan melakukan tindakan-tindakan hukum (extraordinary law) berupa cara penanganannya secara luar biasa pula. Penindakan hukum secara serius yang dilakukan mencakup juga kejahatan yang dikategorikan luar biasa adalah kejahatan terorisme/radikalisme.

Kendati narkoba dan terorisme sama-sama mempunyai predikat extraordinary crimes, namun pada kenyataan yang terlihat selama ini adalah gaya dan cara penanganan yang katanya serius sebagai kejahatan tingkat tinggi itu hanya berlaku eksklusif terhadap tindak penanganan terorisme. Mungkin saja narkoba tidak membunuh secara sporadis, tetapi dampak spesialisasi kematian bagi penggunanya memakan ruang dan waktu yang lama dan juga biaya yang tidak sedikit (dalam hal ini pengaruhnya secara langsung dan tidak langsung kepada pelaku ataupun korban). Sedangkan tindak pidana terorisme hanya berdampak secara langsung, artinya proses pelaksanaan kejahatan ini hanya menyasar pada satu pihak yaitu korban kejahatan. Dengan pengertian lain, jika pelaku kejahatan mati, maka pemerintah pasti tidak akan melakukan rehabilitasi atau deradikalisasi secara langsung kepada keluarga pelaku kejahatan atau melakukan pembinaan rutin kepada, katakanlah, misalnya teman-teman pelaku yang "belum" terbukti melakukan tindak pidana tersebut.

Seperti halnya korupsi, genosida, pedofilia, terorisme dan lainnya. Narkoba adalah hanya salah satu dari tindak kejahatan luar biasa. Diantara kualifikasi extraordinary crimes, manakah yang paling berbahaya dan sangat berdampak langsung dan tidak langsung akan pasti menghancurkan generasi suatu bangsa, termasuk bangsa Indonesia?

Jawaban pastinya, mungkin korupsi dan narkoba. Karena tindak pidana yang radikal bisa berakibat permanen kepada hilangnya nyawa secara langsung. Dan sebaliknya kejahatan korupsi oleh satu orang mengakibatkan kerugian pada banyak orang secara tidak langsung dengan lama waktu tertentu.
Jika masih bisa ditimbang-timbang lagi dengan neraca untung-rugi, maka kejahatan narkobalah yang sangat berakibat fatal secara permanen dari tindakan input - process - hingga output.

Betapa pentingnya persoalan narkoba bagi negara ini, maka permasalahan narkoba harus menjadi salah satu prioritas di antara penanganan tindak pidana kejahatan luar biasa lainnya.
Status narkoba wajib ditingkatkan ke  level siaga, darurat dan urgency.

URGENSI ORMAS HTI

Kehadiran HTI Indonesia tidak terlepas dari HTI sebagai organisasi politik Islam trans-nasional (lintas negara) dan beraktivitas menggunakan ideologi Islam.
Beberapa tujuan yang diusung oleh partai pembebasan Islam ini diantaranya adalah membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan yang amat parah, melepaskan belenggu umat Islam dari segala macam ide-ide, sistem dan tataperundang-undangan, dan manifestasi hukum-hukum kufur, serta membebaskan mereka dari cengkeraman dominasi dan pengaruh negara-negara kafir.

Perkembangan HTI di Indonesia sejak tahun 1980 sangat menyita perhatian banyak pihak terutama di kalangan ormas dan ummat Islam itu sendiri. Karena metode dakwah sebagai aktivitas penting ini dijalankan pada sasaran obyek dan subyek yang bersifat umum yang sangat terukur intelektualitasnya, seperti kampus, perkantoran, perusahaan, perumahan dan masjid-masjid tertentu.

Bukan hanya pada pemerintah saat ini yang merasakan keberadaan HTI dan mengganggap bahwa ideologi HTI sangat bertentangan dengan ideologi negara dan juga merupakan suatu ancaman yang genting serta memenuhi prasyarat dan syarat urgensi untuk dibubarkan.
Akan tetapi berlaku pula urgensitas yang sama pula dari sisi HTI sebagai lembaga dakwah Islam di Indonesia.

Urgensi HTI sebagai lembaga dakwah Islam di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Sebagian besar Ummat Islam di Indonesia telah mengalami degradasi pengamalan etika, norma dan nilai-nilai Agama Islam karena pengaruh langsung dari kapitalisme global yang dianut oleh negara dan diterapkan secara langsung dan tidak langsung kepada masyarakatnya.

2. Sebagian besar Ummat Islam di Indonesia secara terpaksa menjadi murtad pada syariatnya karena dipaksa mengikuti ide-ide yang tidak sesuai fiqih Islam dan menaati sistem perundang-undangan yang kufur dari adopsi produk-produk hukum buatan kafir.

3. Sebagian besar Ummat Islam di Indonesia secara sadar terpaksa menjadi bagian dari kaki-tangan dan budak dari pengaruh imperialisme modern negara-negara kafir yang semakin hari mendominasi dan semakin membelenggu kebebasan ekspresi beragama di negara sendiri.

4. Sebagian besar Ummat Islam di Indonesia sudah mengalami keracunan ideologi agamanya karena campur tangan politik global negara-negara kafir yang mengusung kebebasan berdasarkan alasan pluralisme buta dari filsafat-filsafat hak asasi manusia.

5. Sebagian besar Ummat Islam telah dan tengah mengalami krisis identitas sebagai umat beragama yang disebabkan oleh rancunya sistem perpolitikan berbasis keagamaan dari partai-partai politik Islam yang dipengaruhi secara langsung oleh visi-misi bernegara ala partai politik pan-nasionalisme yang sesungguhnya berlandaskan asas neokapitalisme dan neoliberalisme.

6. Sebagian besar Umat Islam di Indonesia terpengaruh secara sadar dan tidak sadar, senang atau tidak senang sedang menyongsong era baru atau tatanan dunia yang baru yang disponsori oleh zionisme dan konspirasi global agar Negara Indonesia menjadi negara super-sekuler yang terbang dan terjun sebebas-bebasnya tanpa adanya campur tangan, pengaruh dan perlindungan agama terhadap negara dan juga masyarakatnya.

GENTINGKAH SERANGAN HTI DARIPADA SERANGAN NARKOBA?

Merujuk pada kalimat pertanyaan di atas, orang bisa saja menyimpulkan interpretasi kata "genting" pada suatu keadaan sulit, sukar, susah atau menderita. Sedangkan kata "serangan" pada judul apa saja mengandung konotasi pada situasi dan kondisi perang. Tentunya pada sikon tersebut, kata sandingan pendukungnya adalah 'genting' atau sesuatu perihal yang dalam suasananya ada kegentingan.

Kegentingan yang menjadi alasan utama pemerintah dan kegentingan yang dimaksud oleh beberapa pihak yang berkepentingan, jika dijodohkan dengan contoh nyata serangan bersenjata dan memakan korban secara terus-menerus yang ditujukan kepada negara dalam hal ini aparatur pemerintah (polisi, tentara, masyarakat sipil) di perbatasan negara (misalnya Papua), adalah tidak ada kesamaan relasi yang signifikan atau tidak relevan atau tidak cocok dan bukan jodonya. Mungkin juga bukan suatu urgensitas jika korbannya sudah banyak dan mungkin bukan juga suatu kegentingan setelah rata-rata yang menjadi korban adalah rakyat Indonesia yang mati/meninggal.

Inilah salahsatu alasan prinsip "bukan suatu kegentingan" menurut HTI dan menolak argumen tidak sehat untuk segala upaya pembubarannya. Sedangkan kenyataan di depan banyak mata masyarakat dan pemerintah Indonesia, manajemen pengelolaan narkoba bukan organisasi telah menyasar dan melembaga secara tidak langsung menyatu dengan oknum aparatur pemerintah, dalam faktanya adalah oknum penegak hukum itu sendiri.

 Berniatkah mereka kaki-tangan pengelolaan pengedaran narkoba kepada anak bangsa sebagai korbannya?

Sudah tentu mereka mau, berani dan punya kesempatan menjalankan operasi penyalahgunaan narkoba karena mereka juga terlibat dalam sistemnya.

 Tidak pentingkah jikalau oknum penegak hukum sampai lapis atas itu sendiri terlibat serangan narkoba kepada anak bangsa?

Karena pemakai narkoba, pengguna, pemasok, pengedar, pelaku dan korban narkoba juga adalah jika orang yang sama (penegak hukum) juga menjadi orang yang sama pula sebagai pelaku penyerangan baik dari luar maupun dari dalam sebagai seorang peyerang dan pembunuh berdarah dingin yang kejam.

 Sebegitu urgensikah pembubaran HTI yang tidak pernah melakukan tindakan radikal nyata menyerang warga dan aparatur pemerintah?

Padahal narkoba sudah mendekati level sporadis dari pembunuhan massal dan genosida.

 Terlalu gentingkah pembubaran HTI yang secara fakta belum pernah merongrong negara hingga negara dalam keadaan darurat perang?

Padahal bisa kepada siapa saja, baik orang maupun kelompok, tak terkecuali HTI, jika dibandingkan dengan organisasi-organisasi sayap kiri (separatis) yang sudah jelas-jelas menyatakan ada kedaulatan lain selain kedaulatan NKRI?

 Argumentasi hukum paling benar yang manakah yang jadi pembelaan bagi negara jika HTI dibubarkan maka negara tidak melanggar konstitusi dan embel-embelnya?

Karena ormas-ormas berbasis keagamaan Islam semisal HTI-lah yang ingin mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang agamis yang Berketuhanan Yang Maha Esa yang sebenar-benarnya.

Jika mengikuti kemauan dan hasrat pemerintah saat ini yang hendak akan membubarkan ormas-ormas berbasis Agama Islam yang lainnya selain HTI, maka bisa disimpulkan final bahwa alasan paling kuat untuk melakukan hal itu adalah adanya HTI dan keberadaan serta aktivitasnya baik agama maupun politik akan dan telah menimbulkan suatu ancaman yang berpotensi krusial mengancam kepentingan nasional secara idiel dan konstitusional.

Sedangkan dalam hal penanganan dan penanggulangan dampak serangan narkoba bagi rakyat Indonesia menurut pandangan dan argumentasi sebagian pihak adalah sama-sama memiliki potensi bahaya terhadap generasi per generasi bangsa, yang bahkan lebih dasyat akibatnya dari ancaman radikalisme yang belum teruji terbukti dilakukan oleh HTI.

Kejadian kejahatan narkoba ini sudah terjadi hari-hari dan menjadi menu sarapan anak bangsa setiap hari. Dan seandainya pemerintah menyikapi dengan setengah hati serta hanya menjadi agenda politik partai, maka sambutlah kehadiran negara yang siap menjadi ladang bangkai dari kematian anak-anak dan generasi sendiri.

Jika rezim berganti, dimanakah nanti mereka yang mengutamakan urgensi perpolitikan partai dari crime priority?

Saat negara dikuasai oleh kepentingan global ekonomi, apakah sudah ada jaring antisipasi guna meyelamatkan pola bebas konsumsi termasuk kebutuhan akan narkoba bagi setiap anak negeri?

Sudah siap sediakah semua pihak yang berkepentingan mengusai untuk bersiap menantang gelombangu hajat hidup yang dikuasai oleh pikiran-pikiran dan haluan ide-ide kiri yang membawa kapal besar ini  ke lautan neoliberalisme dan neo kapitalisme tanpa kompas agama yang hakiki?
Hanya Tuhan Yang Maha Tahu semua hal ini.


Urgensikah pembubaran HTI di pandangan Tuhan pemilik dunia ini?

Urgensi itu, jika negara tidak berpaham dan berlandaskan agama.

Gentingkah serangan narkoba jikalau manusia memandang narkoba sebagai ciptaan-Nya?

Genting itu, jika negara takut dan acuh kepada serangan narkoba.


Aji Latuconsina_

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun