Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

aku memandang si rambut hitam

30 Maret 2010   15:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:06 61 0
Aku hanya bisa memandangnya. Dia duduk di seberang aku. Hanya empat meter. Tidak jauh. Sekalipun aku hanya berbisik, itu pun sudah cukup baginya untuk mengangkat kepalanya sejenak dan memandang aku. Tetapi aku tidak mau dia memandang diriku.

Biar saja aku yang memandangnya, walaupun aku harus mencuri pandang. Sekali lagi, aku tidak mau.

Rambut hitamnya bergelombang dan berkilat ditimpa cahaya lampu spotlight yang sesekali melewatinya. Dia tidak duduk menghadap meja makannya. Tubuhnya lebih condong ke arahku. Aku bisa melihat lehernya yang jenjang dihias dengan kalung manik hitam, sehitam pekat pakaiannya. Tangannya ditopang oleh sikunya yang menekuk di atas meja bundar itu. Kakinya yang jenjang indah pun bersilang. Jelas bagiku, dia sangat melindungi kehormatannya. Itu yang terpikir olehku. Dia akan melindunginya dengan kobaran semangat semerah batu rubi, semerah bibirnya,

Di dekat siku tangannya segelas Bloody Mary yang tinggal seperempat dari seharusnya memberi petunjuk bagiku. Dia akan meninggalkan meja itu. Aku masih ingin tetap memandangnya. Menikmati setiap keindahan yang ada pada dirinya. Benar-benar saat yang berharga. Aku tidak ingin waktu ini lewat seperti tepung putih yang menghilang dalam sambaran angin instant yang keluar dari fan di pojok ruangan.

Dari sudut ruangan, pianis memainkan irama waltz yang sudah hampir tak terdengar di stasiun radio mana pun. Lalu dia melantunkan syairnya dengan lembut dari suara serak-serak basahnya, ...

... And I was almost persuaded ... to strip myself of my pride ... *
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun