Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Studi Kasus: Penggunaan Metode Gasifikasi Plasma oleh Militer Amerika Serikat

28 April 2024   11:41 Diperbarui: 1 Mei 2024   14:24 83 0
Pasca sejumlah insiden dalam serangkaian panjang kebocoran bahan bakar dan kontaminasi pasokan air lokal di Hawaii, Departemen Pertahanan Amerika Serikat memerintahkan penutupan permanen fasilitas penyimpanan bahan bakar curah di Red Hill pada bulan Maret 2022.

Penutupan fasilitas ini meningkatkan tantangan bagi Angkatan Laut AS untuk mengisi bahan bakar armada jika terjadi konflik di Indo-Pasifik.

Sebaliknya, terdapat suatu risiko dari ketergantungan berlebihan pada minyak dan gas Rusia pada pasukan AS yang berbasis dan beroperasi di luar Eropa. Sebelum invasi ke Ukraina, pasukan AS menerima hampir 30% kebutuhan energinya dari sumber-sumber Rusia.

Selain pasokan energi, militer AS terpaksa menerima dampak buruk dari pembakaran limbah yang digunakan selama perang Irak dan Afghanistan.

Operasi tempur berskala besar memerlukan perencanaan yang rinci, yang mencakup kontrak kebutuhan energi dan pengolahan limbah. Ketika mempertimbangkan kebutuhan logistik secara komprehensif, akan terbentuk suatu sinergi dalam penerapan sistem limbah yang yang diharapkan dapat mengurangi risiko yang berpotensi muncul.

Sistem gasifikasi plasma akan melengkapi kebutuhan energi dasar sekaligus menghemat cadangan bahan bakar untuk kebutuhan selama operasi militer berlangsung dengan prioritas lebih tinggi dan berorientasi pada pertempuran. Selain itu, terdapat juga efek yang meminimalisir risiko kesehatan dari metode pembuangan limbah yang ada saat ini.

Gasifikasi Plasma

Dalam metode gasifikasi plasma, penguapan bahan terjadi melalui proses pembakaran. Proses tersebut kemudian dapat mengolah sampah rumah tangga biasa, limbah biomedis, limbah beracun dan kimia, plastik, dan bahkan baterai atau komponen elektronik yang tidak dapat dipecah dan didaur ulang dengan cara lain.

Produk sampingan dari proses gasifikasi sendiri dapat diolah hingga tingkat yang berbeda-beda, sehingga beberapa syngas (gas alam sintetis) dapat digunakan untuk menghasilkan energi atau panas. Selain itu, produk turunannya yang berbentuk padat dapat digunakan sebagai agregat dalam bahan bangunan di jalan raya dan fondasi bangunan.

Teknologi ini sendiri sudah tidak asing lagi bagi militer AS. Angkatan Laut AS telah mengoperasikan Sistem Penghancuran Limbah Busur Plasma di kapal induk kelas Ford, dimana Angkatan Udara AS juga telah menjalankan pembangkit listrik plasma sejak 2010 di Hurlburt Field, Florida. Fasilitas Hurlburt adalah salah satu dari 75 pabrik pengolahan limbah menjadi energi yang sudah beroperasi di AS, jumlah ini tidak sepadan jika dibandingkan dengan fasilitas yang digunakan oleh negara-negara lain, termasuk 400 pabrik di Eropa.

Pelambungan Harga

Instalasi pabrik plasma oleh AS di Eropa saja sudah dapat mengurangi sebagian dari sekitar 1.5 juta barel minyak yang digunakan tiap tahun, dikarenakan kinerjanya yang baik dalam mendukung fasilitas pemanas dan listrik. Maka bayangkan jika fasilitas ini dibangun di lebih banyak area.

Oleh karenanya, di bulan Maret 2022, instalasi AS di Eropa mengalami peningkatan antara 40%-97% pengeluaran untuk fasilitas listrik dan gas alam karena Eropa mengurangi ketergantungan pada energi Rusia yang lebih murah.

Solusi limbah plasma menjadi energi pada akhirnya dapat mengurangi biaya dan memberikan ketahanan energi, sebagaimana diserukan dalam kebijakan energi Departemen Pertahanan. Selain menghemat biaya, upaya tersebut juga akan mencapai tujuan dan mewujudkan penghematan dalam pengolahan sampah.

Pemanfaatan Ulang Limbah

Dengan memanfaatkan kembali limbah yang dihasilkan oleh instalasi listrik dan pemanas, pemerintah AS juga akan mewujudkan berbagai penghematan dalam biaya pemrosesan dan transportasi limbah. Pengalihan limbah ke fasilitas pengolahan limbah menjadi energi (WtE) akan mengurangi biaya yang terkait dengan pengolahan limbah padat kota, yang merupakan sebagian besar biaya operasional dasar selama ini.

Pengalihan ini akan membantu tercapainya visi Departemen Pertahanan dalam pengolahan limbah, termasuk mengalihkan lebih dari 40% limbah non-konstruksi dan pembongkaran dari TPS-TPS. Selain itu, pabrik gasifikasi plasma dapat menyebabkan sebagian besar racun non-nuklir dan logam berat menjadi lembam, sehingga merupakan alternatif yang lebih aman dibandingkan lubang pembakaran beracun.

Pembangkit listrik WtE yang permanen dan portabel akan mengurangi pengeluaran bahan bakar fosil yang diperlukan untuk mempertahankan operasi instalasi militer, sehingga memungkinkan adanya prioritas pengeluaran bahan bakar dan sumber daya pada operasi tempur besar.

Di saat militer AS menjajaki potensi penerapan teknologi listrik dan hidrogen, pembangkit listrik WtE akan menyediakan listrik dan hidrogen, sehingga semakin memperkuat swasembada dan aspek keberlanjutan unit-unit yang ditempatkan di garis depan.

Kesimpulan

Dalam mengantisipasi potensi konflik, ahli strategi militer dan spesialis akuisisi talenta harus mempertimbangkan persyaratan tersirat yang menyertai kelangsungan operasi tempur besar. Eksekusi taktis dalam mendukung tujuan operasional dan strategis akan bergantung pada sponsor logistik yang diperlukan, termasuk listrik dan bahan bakar untuk instalasi dan penggunaan kendaraan.

Keadaan geopolitik dan restrukturisasi aliansi pada masa perang dapat mempersulit pengadaan kebutuhan. Seperti yang ditunjukkan oleh penutupan Red Hill, penyimpanan dan distribusi bahan-bahan penting juga dapat terhambat, baik dengan penghentian operasi yang disengaja maupun serangan dalam bentuk lain.

Ini adalag realita yang patut dipahami, mengingat sifat global dari rantai pasokan dan infrastruktur energi serta cadangan bahan bakar fosil yang sifatnya terbatas.

Dengan memperluas penerapan pabrik gasifikasi plasma, militer AS dapat memitigasi risiko operasional dan keuangan yang ditimbulkan oleh kenyataan yang menantang ini dan meningkatkan swasembada dan ketahanan instalasi permanen dan yang ditempatkan di garis depan.

Mitigasi risiko seputar aspek keberlanjutan dari kekuatan taktis meningkatkan kemungkinan tercapainya tujuan strategis jika terjadi konflik modern berskala besar.

Lantas bagaimana dengan Indonesia dan negara-negara lainnya? Adakah urgensi dari mereka untuk mengikuti langkah Amerika Serikat ini?

Tampaknya untuk saat ini belum ada urgensi yang mendorong mereka untuk ikut serta dalam pemakaian metode sejenis, namun di masa depan terutamanya saat cadangan energi mulai menurun, metode ini bisa jadi naik ke tampuk popularitas.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun