Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Berobat Ke Rumah Sakit Pakai Kartu Jamkesmas Orang Lain

4 September 2012   14:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:55 2500 1
Ini perasaan prihatin saya terhadap perilaku sebagian masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya menyangkut kesehatan. Jika selama ini saya sering mengeluhkan pelayanan petugas di Rumah Sakit Umum, entah itu layanan dokter yang suka telat mengecek pasien, tak teliti, atau perilaku perawat yang tak ramah, prosedur birokrasi yang berbelit dan menggemaskan, serta fasilitas infrastruktur rumah sakit yang tak layak.

Kali ini berkaitan dengan program Jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas). Pemerintah mengeluarkan kebijakan memberikan kartu berobat dalam bentuk Jamkesmas bagi masyarakat yang masuk kategori miskin. Bagi mereka diberikan fasilitas bebas biaya berobat ke rumah sakit pemerintah dengan ketentuan-ketentuan tertentu, salah satunya ruang perawatan kelas III, obat yang diberikan katergori generik, serta penanganan standar minimal rumah sakit.

Ada banyak masyarakat yang mendapatkan kartu Jamkesmas tersebut. Jamkesmas merupakan program pemerintah pusat.  Pemerintah pusat melalui kementerian kesehatan menggelontorkan dana trilyunan rupiah yang dialokasikan ke rumah sakit-rumah sakit umum daerah di seluruh Indonesia, dan penentuan siapa yang berhak mendapatkan kartu itu dilakukan oleh aparat pemerintah di tingkat desa melalui RT/RW setempat.

Tapi dalam prakteknya, memang banyak terjadi kecurangan dan ketidakadilan. Banyak warga yang sebenarnya tidak layak mendapatkan kartu Jamkesmas, tapi karena keluarga RT/RW atau petugas yang pendata mendapatkan kartu itu, sementara masyarakat miskin yang seharusnya layak mendapatkan malah tak memperolehnya. Lagi-lagi fenomena ini sama ketika berhubungan dengan pendataan siapa yang berhak mendapatkan BLT misalnya. Di daerah saya fenomena itu nyata banyak terjadi.

Saya pernah menguruskan pasien tak mampu yang tak mendapatkan kartu jamkesmas, dari merekalah saya banyak mendapatkan data dan fakta seputar penyebaran kartu jamkesmas itu di lapangan. Saat saya tanya siapa di kampung saya yang mendapatkan Jamkesmas? warga itu menyebut beberapa nama yang menurut amatan saya juga sebenarnya tak layak, tapi beberapa nama lain yang sebenarnya layak malah tak mendapatkannya.

Yang lebih memprihatinkan saya adalah, ketika saya mendengar kabar adanya praktik permainan kartu Jamkesmas. Ada pola yang dijalankan, dan sayangnya hal ini dilakukan oleh elit-elit politik di tingkat bawah setingkat ranting atau PAC partai tertentu, yang niatnya ingin menjalankan fungsi membantu rakyat, berharap dapat simpati dan dukungan politik, lalu berinisiatif membantu rakyat yang sakit, yang akan menjalani operasi ke RSU daerah.

Modus yang mereka jalankan adalah, jika ada warga yang sakit dan tak memiliki kartu Jamkesmas, karena memang keadaan orang tersebut sebenarnya orang berada, atau paling tidak anak dan keluarganya orang berpunya, tapi orang tersebut memiliki kadar ketokohan, atau termasuk keluarga besar, mereka mengurus pengobatan ke rumah sakit. Tapi dengan cara membohongi rumah sakit umum. Mereka membawa si pasien tersebut dengan menggunakan kartu Jamkesmas orang lain, entah yang satu kampung, bahkan ada yang sampai berbeda kecamatan.

Sebagai contoh, nama pasien itu si Fulan, maka si fasilitator dari partai itu menggunakan kartu jamkesmas atas nama si Falin. Jadi data-data yang dimasukan ke RSU itu juga sudah bukan namanya yang asli, tapi nama orang lain. Astaghfirullaahal Adziiimm...Saya cukup dibuat kaget dan geleng-geleng kepala. Kenapa elit-elit parpol itu tega mengajari rakyat untuk berbohong, bukankah itu praktik tercela yang bisa dikategorikan mengambil hak orang lain tanpa hak, dan itu korupsi labelnya.

Dari peristiwa tersebut paling tidak ada beberapa dampak atau akibat  yang akan muncul :

Pertama, Seseorang yang berobat ke rumah sakit, apalagi penyakitnya masuk kategori berat, sakitnya parah, maka tentu dengan melakukan aktifitas berobat akan ada dua kemungkinan, sehat kembali atau hal terburuk yang terjadi (meninggal). Jika kemungkinan terburuk yang terjadi, tentunya pihak rumah sakit akan mengeluarkan surat keterangan kematian dengan menggunakan data yang tidak sebenarnya.

Kedua, Jika point pertama terjadi, maka tentu si pemegang kartu jamkesmas yang asli juga akan terkena dampak akibatnya. Jika suatu saat dia sendiri benar-benar sakit dan harus mendapatkan perawatan ke rumah sakit, bukankah sudah ada data di RSU yang mencantumkan keterangan bahwa nama tersebut sudah meninggal dunia, masa kini bisa berobat lagi.

Ketiga, praktik seperti itu sebenarnya bentuk pembodohan dan pendidikan politik yang tidak sehat dari elit politik ditingkat bawah terhadap rakyatnya. Seharusnya rakyat disadarkan dan diberikan pemahaman akan pentingnya bersikap jujur, tepa selira terhadap mereka yang memang sebenarnya miskin, pentingnya sikap untuk tidak mengambil hak orang lain. Mereka yang keadaan ekonominya atau keluarganya kuat disadarkan untuk berobat sesuai dengan kelasnya, tanpa perlu menggunakan hak-hak orang miskin.

Pemerintah pusat, dalam hal ini kementerian kesehatan, pemerintah daerah  serta pihak rumah sakit perlu menerapkan sistem yang akan menjamin terciptanya mekanisme penggunaan kartu Jamkesmas ini dengan baik dan benar. Selain mereka harus terus meningkatkan pelayanan kesehatan bagi mereka para pengguna kartu Jamkesmas yang asli (masyarakat miskin), agar tidak diperlakukan seenaknya, mereka juga harus teliti dan cermat menjaring praktik penyalahgunaan kartu Jamkesmas tersebut, termasuk juga dalam hal pendataan siapa yang berhak mendapatkan kartu Jamkesmas juga harus terus di evaluasi.

Kolaborasi elit-elit partai di tingkat bawah dengan mereka orang-orang kaya yang tak memiliki harga diri dan kehormatan dalam hal penyalahgunaan kartu Jamkesmas ini, sebenarnya bentuk sejati dari pengkhianatan terhadap etika dan moral serta bentuk korupsi terhadap hak-hak orang miskin....

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun