Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Cerita Sang Penjual Koran yang Ditinggalkan Zaman

2 Juni 2020   19:42 Diperbarui: 2 Juni 2020   20:21 118 7
Matahari sedang bersinar terik, ramainya kendaran yang berlalu lalang menambah pengap udara saat saya mampir di lapak koran pinggir Jalan H. Juanda, Ciputat, Tangerang Selatan siang itu. Bapak penjual koran terlihat terkantuk-kantuk menunggui dagangannya sambil sesekali mengipasi dirinya dengan kertas sobekan kardus. Ketika saya sudah berdiri dan memilih koran untuk dibeli pun beliau masih tetap memejamkan mata, hingga akhirnya saya membangunkannya dan bertanya berapa harga satu koran miliknya. Beliau menjawab bahwa harganya sesuai dengan yang sudah tertera pada halaman depan di pojok kanan atas. Empat ribu lima ratus rupiah, namun saya tak lantas langsung membayarnya, sekedar bercengkerama dengan orang lain adalah obat di tengah sibuknya rutinitas sehari-hari. "Sudah lama pak jualan disini?" tanya saya. "Iya lama neng, dari jalanan disini belum rame banget kayak sekarang" jawabnya. Pertanyaan sederhana tersebut akhirnya membawa kami pada obrolan yang cukup panjang, yang akhirnya membuat saya sadar bahwa dampak dari perkembangan kemajuan teknologi dan informasi saat ini adalah nyata. Bapak penjual yang kemudian saya ketahui bernama Wakiman itu, juga banyak menuturkan kisah pribadinya tentang bagaimana koran telah membersamai hidupnya selama berpuluh-puluh tahun. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun