Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Menunggu Kisah Lanjutan Pasar Tradisonal

18 April 2010   17:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:43 85 0
Suasana kumuh dan tidak teratur membuatku harus menutup hidung dan mondar-mandir hanya untuk mencari cobek. Ya aroma pasar mengingat aneka barang bercampur jadi satu wajar, tapi bau yang satu ini bukan dari barang-barang dan bahan makanan yang ada disana tapi dari sampah dan kotoran yang menumpuk bahkan secara alami menjadi lantai pasar. Bukan berlagak sok bangsawan tapi bau itu memang memaksa saya untuk menutup hidung. Ya jadi saya tidak heran kalau lambat laun dan perlahan pasar tradisional mulai ditinggalkan. Hanya harga yang lebih terjangkau serta masih bisa menawarlah sebagian besar orang ingin kembali ke pasar tradisonal, yang pada dasarnya menjadi lahan mencari nafkah kaum pedagang menengah ke bawah.

Hampir satu jam saya masih mondar-mandir mencari dimana ya letaknya yang jualan cobek?? Hingga akhirnya saya temukan setelah bertanya kesana kemari. Satu pelajaran yang saya sadari dari peristiwa ini. Pasar tradisional ini kurang teratur dan tidak tertata.

Memang pembenahan dan pembangunan di berbagai daerah terhadap pasar telah membuat pasar tradisional lebih tertata. Tapi di kota sebesar ini, pasar tradisonalnya ternyata masih tidak tertata. Tidak mengherankan jika lama-lama pasar tradisional ditinggalkan dan berpindah ke pasar modern yang dirancang oleh padagang menengah ke atas. Kalau begini bagaimana Indonesia ingin maju dalam kompetisi global jika 'pasar' yang pada dasarnya sentralnya masih membutuhkan banyak perhatian. Mungkinkah Bapak dan Ibu yang dengan semangat menawarkan dagangannya ini masih bisa menjajakan dagangannya besok?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun