Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

[Untukmu Ibu] Sepucuk Surat Untuk Ibu, Ku Tulis Di Langit

22 Desember 2013   18:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:37 198 1

Oleh : Kherjuli (Peserta No. 103)

Langit, 22 Desember 2013

Bertepatan dengan peringatan hari Ibu Indonesia

Kepada Yang Tersayang : Ibunda Azimah

Ibu,

Saat ini aku sedang berada di langit. Terbang bersama awan dan puluhan jiwa manusia. Selembar amplop putih dan pena hitam menemani perjalanan ku dari Surabaya menuju ke Batam.

Ibu,

Aku akan menulis sesuatu untuk mu. Mengulas balik saat-saat suka dan duka bersama mu. Mengenang jasa-jasa mu yang tanpa batas. Ya, akan selalu ku kenang disetiap waktu, hingga ajal menjemput ku pulang.

Ibu,

Jiwa dan raga ku sekarang berada di atas tanah, di atas air, di atas sungai, di atas laut, di atas pusara ayah dan pusara lainnya, di atas pohon, di atas rumah, di atas ruko, di atas tower, di atas gedung, di atas bukit, di atas gunung, di atas angin, di atas awan dan di atas langit. Aku yakin, diatas langit ini masih ada langit yang lebih tinggi.

Ibu,

Maafkan aku. Aku terpaksa ada diatas ubun-ubun mu. Tapi demi Tuhan, cinta dan kasih sayang mu ada diatas segalanya. Di atas langit ini dibawah kasih Tuhan.

Ibu,

Cinta mu tiada tara. Pengabdian mu tak bisa diukur. Seluas daratan, samudera dan langit. Kasih dan sayang mu ada dimana-mana. Engkau adalah bidadari dan nafas bagi ku. Terbukti, di langit ini aku dapat merasakan kelembutan dan ketulusan hati mu. Engkau penerang dan petunjuk jalan yang mulia bagi ku.

Ibu,

Gumpalan awan putih itu begitu indah. Seperti salju yang pernah kau ajarkan pada ku diwaktu kecil. Seperti gumpalan es yang ada di dalam peti sejuk. Seperti buih ditengah lautan. Aku masih ingat ketika kaki telanjang mu menginjak bumi. Wajah mu yang lelah, mengajak aku tengadah ke langit. Jari mu yang kasar menunjuk ke arah awan. Disaat langit biru, aku menatap awan putih. Ketika langit kelabu, awan mendung memberi isyarat. Bahwa hujan akan turun. Pengetahuan dasar itu aku dapatkan dari mu.

Ibu,

Engkau telah memperkenalkan aku dengan sisi dunia yang tinggi. Dan yang paling ku ingat, ketika engkau mengatakan, “Semua itu ciptaan Tuhan, nak. Ingat Tuhan mu, maka engkau akan selalu mengingat Ibu disepanjang waktu”.

Ibu,

Aku masih ingat, ketika air mata mu yang sedikit itu, lebih sedikit jatuh ke bumi. Aku bangga karena engkau dapat menahan sebagiannya. Saat itu aku baru terkena pemutusan hubungan kerja. Aku diberhentikan dengan tidak hormat. Aku dituduh melakukan tindakkan yang tidak terhormat dimata manajer dan pimpinan ku. Padahal, hati mu dapat merasakan bahwa tuduhan itu tidak benar. Engkau tidak pernah menididik anak-anak mu bertinda seperti dalam tuduhan itu. Selain air mata mu, yang paling ku ingat adalah nasehat mu waktu itu.

Sabar ya Nak. Jadilah yang terhormat dimata Tuhan. Ingat, diatas langit, masih ada langit dan diatasnya ada keadilan Tuhan. Suatu saat nanti, keadilan itu akan turun ke bumi”, begitulah nasehat mu dulu.

Ibu, masih ingatkah engkau dengan peristiwa yang sempat menores hati mu itu ?

Ibu,

Engkau tak henti-hentinya mengajarkan aku tentang kebenaran. Satu persatu bukti kebenaran itu Tuhan perlihatkan lewat ucapan mu. Aku semakin bertambah yakin bahwa sesungguhnya Tuhan senantiasa mendengarkan doa mu.

Ibu,

Seperti pada peristiwa itu, meskipun kita tidak menghendakinya, tapi Tuhan berkehendak lain. Kehendak Tuhan itu tak mampu dihadang. Air mata mu yang sedikit jatuh, tergantikan air mata bekas pimpinan dan manajer ku. Bahkan keluarga mereka pun ikut menangis. Betapa tidak, selain menyandang predikat Koruptor, masuk TV lokal, heboh di koran dan harus mendekam didalam bui beberapa tahun. Disamping itu mereka juga harus mengembalikan kerugian negara dan diberhentikan dengan tidak hormat sebagai pejabat BUMD.

Ibu,

Aku masih ingat, saat itu engkau pun masih tetap berdoa untuk kebaikan mereka dan keluarganya. Lalu engkau berpesan kepada ku, “Nak , Tuhan tidak suka hambaNya memutuskan siraturahmi. Ingat, jangan suka memutuskan tali siraturahmi ya...”, kata mu dengan perasaan sedih mengenang duka orang.

Ibu,

Tentu Ibu masih ingat. Hari itu adalah hari ulang tahun Ibu yang ke-63. Semua anak-anak mu, menantu, cucu dan cicit berkumpul di rumah ku. Ada doa, makan malam dan kado yang akan kami persembahkan untuk mu. Suasana malam itu penuh kegembiraan bukan ?

Ibu,

Tahukah, ketika sampailah pada saat yang ditunggu-tunggu, hati ku dag-dig-dig. Ada 5 kado dari kelima anak mu yang akan Ibu buka satu persatu. Suasana riang gembira yang dihiasi gelak tawa, mengiringi jiwa Ibu. Perlahan demi perlahan bungkusan kado itu ibu buka.

Kado pertama berisi kue cake bertuliskan, “Selamat Ulang Tahun Ibu”. Kado kedua berisikan satu buah telekung putih. Kado ketiga berisi satu buah sajadah dan selembar kertas bertuliskan, “Tahun ini Kita pergi Umroh, Bu”. Kado keempat berisi lima buah celana dalam (CD) berwarna pelangi. Kado terakhir berisi satu buah cincin emas 24 karat.

Ibu,

Dalam peristiwa yang penuh bersejarah itu, aku tak sempat menjelaskan alasan, mengapa aku memberi mu CD. Sesungguhnya, CD tersebut bukanlah simbol humoris yang mencari sensasi cucu-cucu mu. Melainkan sebuah fakta bahwa aku ingin sekali menggantikan CD mu yang basah tersimbah air ketuban, sesaat sebelum aku dilahirkan. Lalu, CD itu pengganti CD mu yang basah berlumur darah selama beberapa hari setelah engkau melahirkan aku. Oleh karena itu, walaupun aku lelaki, memberikan CD untuk ibu bukanlah hal yang tabu. Walaupun tidak banyak anak laki-laki memberikan CD untuk ibunya, tetapi aku satu diantara yang mau melakukannya. Itulah yang dapat kuberikan untuk mu Ibu..

Ibu,

Satu lagi yang sangat berkesan bagi ku di hari Ulang tahun mu itu. Yaitu, pesan-pesan mu kepada kami semua.

Nak, Sholat adalah kado istimewa bagi Ibu. Setiap hari kalian telah mengerjakan Sholat. Setiap hari pula Ibu mendapat kado istimewa dari anak-anak Ibu. Ibu berharap, jangan pernah tinggalkan Sholat. Kalian Sholat, berarti kalian sayang sama Ibu dan Ayah kalian”, kata mu tegar

Ibu,

Dua jam telah berlalu. Sebentar lagi pesawat akan mendarat di Bandara Hang Nadim Batam. Aku dan jiwa-jiwa itu akan menginjakkan kaki ke bumi kembali. Sesampainya dirumah, oret-oret ini akan kusempurnakan kembali dan ditulis ulang. Akan ku berikan untuk mu sempena hari Ibu.

Terimakasih Tuhan, terimakasih pilot, dan terimakasih langit.

Peluk cium anak mu.

Kherjuli

Sumber Photo : http://puteriyasminsayang.blogspot.com/2013/02/surat-dari-langit-biru.html

****

NB: Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community

Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun