Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Meriahnya Pepes Asap Jakarta: Sebuah Ulasan

15 Agustus 2019   16:50 Diperbarui: 15 Agustus 2019   19:02 36 0

Bangun tidur. Mandi dan bersiap. Lalu, berangkat.

Sarapan? Gampang, perut masih bisa tahan.

Yang terpenting, cepat-cepat sampai ke tempat tujuan.

Rutinitas seperti itulah yang setiap hari dijalankan oleh sebagian besar dari 7,5 juta jiwa penduduk usia produktif di ibu kota kita, Jakarta1. Seakan tidak cukup ramai, para pekerja yang berasal dari kota satelit sekitar Jakarta pun tak mau kalah mencari nafkah ke pusat kota. Tidak dapat dipungkiri lagi, Jakarta merupakan kota besar yang ramai dan benar-benar sibuk.

Kurang lebih, seperti itulah gambaran nasib para pekerja Jakarta. Bagaimana dengan mahasiswa? Kami yang tinggal dan menempuh pendidikan di Depok cukup beruntung karena tidak banyak terpapar oleh kegilaan jalanan pada saat rush hour. Akan tetapi, tentu berbeda ceritanya bila kami harus menghadiri kelas pagi di Salemba. Naik mobil atau naik kereta? Sepertinya tidak tersedia cukup banyak pilihan transportasi yang nyaman dan menjanjikan.

Rush hour merupakan waktu paling sibuk di jalanan Jakarta yang mengiringi jam masuk dan jam pulang para pegawai di berbagai instansi. Arus pekerja yang masif di pagi dan sore hari ini berimplikasi pada penumpukan kendaraan di ruas-ruas jalan Jakarta. Bus, taksi, kendaraan pribadi, motor, dan kendaraan berbahan bakar minyak lainnya menghiasi kemacetan yang sudah menjadi ciri khas ibu kota ini. Emosi, panas, klakson, asap, dan bau. Lantas, sampai kapan keadaan seperti ini mau terus dibudayakan?


Kemacetan, kualitas dan kelengkapan sarana dan prasarana, serta polusi udara merupakan pekerjaan rumah yang awet bagi Pemerintahan Daerah DKI Jakarta (Pemda DKI). Pemda DKI Jakarta telah banyak mengeluarkan kebijakan-kebijakan sebagai upaya untuk mengurai permasalahan tersebut. Ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Bang Yos memberlakukan ketentuan three in one untuk kendaraan pribadi yang melintas di beberapa jalan protokol Jakarta pada hari kerja. Sayangnya, masih ada celah bagi joki three in one untuk melakukan tindakan curang terhadap kebijakan tersebut. 

Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada 30 Agustus 20162, Ahok mengganti kebijakan three in one dengan kebijakan ganjil-genap di ruas-ruas jalan yang sama. Meskipun awalnya dirasa memberatkan, kebijakan ganjil-genap ini dijalankan bersamaan dengan pembangunan Moda Raya Terpadu Jakarta, yang akhirnya diresmikan pada tanggal 24 Maret 2019. MRT diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dari pemberlakuan kebijakan ganjil-genap di Jakarta untuk mengurai kemacetan dan untuk menekan angka kendaraan di jalan. Apakah pemberlakuan ganjil-genap dapat menyelesaikan kemacetan Jakarta? Apakah Jakarta akan mendapat lebih banyak oksigen? Apakah para pekerja dapat terjamin keselamatannya sampai ke tempat kerja tanpa kesulitan yang berarti? Apakah solusi tersebut menyelesaikan masalah dan bukannya menyisakan masalah baru?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun