Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Balada Pagi Demi Absensi

23 September 2011   08:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:41 125 0
Pagi itu, Roni terbangun dengan kagetnya. Sambil mengucek mata seakan tak percaya. Karena ketika melirik jam di dinding kontrakkan sudah menunjukkan pukul 7. Padahal alarmnya telah distel pukul 6.15.

"Celaka. Bisa terlambat nih!" Roni seakan berbicara pada dirinya.

Bergegas Roni ke kamar mandi gosok gigi dan mandi sekadarnya. Dalam sekejab saja, Roni sudah bersiap-siap memacu motornya.

Roni bergegas dan terburu-buru berangkat kerja agar jangan terlambat. Hari ini adalah hari terakhir bulan ini. Roni tidak boleh terlambat lagi untuk ketiga kali, agar bonus kehadirannya tidak hangus.

Karena terburu-buru, di ujung gang saja Roni hampir menabrak seorang anak sekolah yang hendak menyeberang.
Si Mbak yang mengantar, sempat meneriaki. Tapi Roni cuek dan terus melaju.

Bukan Jakarta namanya kalau tidak ada macet. Itulah yang ditemui Roni setelah keluar ke jalan raya.

Yang ada dipikiran Roni adalah jangan sampai terlambat. Kebut dan salib sana salib sini adalah pilihan tepat.
Tak ragu Roni memotong jalur orang sehingga terhambat. Tak heran ia harus diumpat. Bodoh amat, yang penting tidak terlambat.

Di perempatan lampu merah Roni tidak sabaran harus berlama-lama. Ketika ada peluang, segera Roni melintas tak peduli kalau itu membahayakan bukan hanya nyawanya saja. Tapi nyawa orang lain juga.

Waktu semakin mendesak. Roni terus melaju.
Sial! Begitu teriak Roni. Entah kenapa jalan yang sudah dekat kantornya macet total tidak seperti biasanya.

Segera Roni menaikkan motonya ke atas trotoar. Tak peduli, kalau saat itu banyak orang berlalu lalang mengunakan.
Ketika ada beberapa wanita mudah menghalangi jalannya. Justru Roni yang berteriak,"Kalau jalan yang pinggir dong!"

Setelah melewati kemacetan. Sampai juga Roni di depan kantornya. Ada perasaan lega. Segera ia memarkirkan motonya dengan sembarangan.

Roni berlari memasuki kantornya seperti maling yang dikejar massa. Bergegas Roni meraih kartu absennya. Langsung dimasukkan ke mesin absen yang sudah tersedia.

"Yeeess!" Teriak Roni sambil mengepalkan tangannya. Setelah melihat kartu absennya keluar tidak berwarna merah. Berarti hari itu ia tidak terlambat. Itu berarti bonus kehadiran Rp 50.000 tidak hangus.

Roni tersenyum puas seperti habis memenangkan perang. Lalu berkata dihadapan teman-temannya yang sudah datang lebih dulu.
"Siapa dulu dong. Roni gitu loh!"
Ya, ya ... Roni gitu loh! Berapa banyak orang seperti Roni yang ada di Jakarta? Setiap hari demi absensi harus rela mengorbankan nyawanya sendiri dan perasaan orang lain. Dicaci maki dan diteriaki karena merugikan orang lain. Lalu dengan bangga layaknya pahlawan.

Kasihan sekali!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun