Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat Pilihan

Permata

26 Mei 2014   16:52 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:06 139 19


Orang - orang yang lebih mengutamakan keduniawian akan menjadikan kekayaan harta benda sebagai permatanya. Sibuk mengumpulkan pundi - pundi kekayaan. Hidup dipenuhi dengan pencarian untuk mengkoleksi intan atau berlian dan mengumpulkan benda - benda mewah lainnya. Sebab dengan demikian mereka akan mendapat predikat sukses.

Mereka yang pencarian hidupnya lebih ke dalam diri, maka yang menjadi permatanya adalah kebaikan hati. Hidup lebih kepada menggali nilai - nilai kebaikan yang sudah dikaruniakan Sang Pencipta. Mengumpulkan pundi - pundi kebaikan lalu memberikan kepada orang - orang yang membutuhkan.

Sementara saya? Masih terlena dan belum mengumpulkan apa - apa. Harta benda tak ada, apalagi kebaikan hati. Menyedihkan. Semoga mata hati segera terbuka.

Membaca kata - kata dari Lao Tze yang tertulis, "Aku memiliki tiga permata yang kupegang erat dan kusimpan dengan baik. Yang pertama : Kasih; Kedua : Tidak Ekstrim; ketiga : Tidak mengungguli orang lain." paling tidak sedikit membuka mata untuk belajar tentang arti untuk mengasihi, tidak bersikap ekstrim dan merasa diri yang paling baik dan benar.

Cinta Kasih

Sejatinya setiap orang memiliki hati kasih. Setiap manusia terlahir dari Kasih Sang Penguasa Semesta. Setiap agama juga tidak pernah lepas membicarakan tentang kasih. Kasih adalah bahasa universal.

Di Alkitab tertulis: "Meski pun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekali pun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan dan sekali pun dan sekali pun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna... Kasih itu sabar, kasih itu murah hati, ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. ia tidak bersuka cita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu..."

Dalam Tripitaka : "Makhluk yang apa pun juga, yang lemah dan kuat tanpa kecuali, yang panjang atau besar, yang sedang, pendek, kecil, atau gemuk, yang tampak atau tak tampak, yang jauh ataupun dekat, yang telah lahir atau yang akan lahir, Semoga semua makhluk berbahagia".

Rasulullah SAW. bersabda, “Hakikat seorang Muslim adalah, mencintai Allah dan Rasul-nya, sesamanya, serta tetangganya, melebihi atau sebagaimana ia cinta kepada dirinya sendiri."

Dalam Lun Yu, Konfusius bersabda, "Cintailah Sesamamu...Apa yang tidak ingin kamu terima dari orang lain, jangan engkau berikan... "


Apa yang tertulis sudah menandakan bahwa betapa pentingnya cinta kasih bagi kehidupan kita. Pertanyaannya adalah : Apakah kita yang mengaku beragama dan sudah banyak melakukan ritual keagamaan, atau yang setiap hari tidak pernah lepas dari memakai identitas agama sudah ada cinta kasih? Syukur - syukur sudah jadi permata kehidupan.


Tidak Ekstrem


Sesuatu hal yang keterlaluan tentu saya tidak baik. Sebab bisa menimbulkan kefanatikan buta. Bersikap ekstrem bisa dalam hal kepada seseorang yang diidolakan, gaya hidup, agama dll.


Ketika kita bersikap ekstrem dalam mengidolakan seseorang, maka bisa terjadi siapa pun yang menjelekkan idola kita akan dianggap musuh. Bisa membuat kita memjadi arogan dan membela mati - matian. Kalaupun apa yang dibela benar, maka kita sudah melakukan dengan cara yang tidak benar.


Begitu juga dalam hal agama. Mungkin kita pernah menemukan fakta dan kita sendiri yang menjadi pelakunya. Banyak belajar agama dan taat. Tapi selalu menutup diri untuk berhubungan dengan sesama selain yang seagama.


Untuk tidak bersikap ekstrem, tentu diperlukan kedewasaan rohani menggunakan kearifan dan akal sehat. Dalam agama pun ada ajaran untuk bersikap fleksibel. Sesuatu yang tidak bisa dilakukan dalam keadaan darurat diperkenankan. Tentu kita bisa menemukan contoh - contohnya dalam praktik.


Seperti saya pernah mengalami, saat itu di tempat ibadah ada seorang ibu yang jatuh pingsan. Para pria yang melihat semuanya bingung, karena ada aturan antara pria dan wanita jangan bersentuhan. Wah, gawat. Melihat keadaan itu spontan saya berusaha memberikan pertolongan pertama. Biarlah kalau pun nanti disalahkan oleh para senior, yang penting apa yang dilakukan adalah untuk menolong. Mana sempat lagi merasakan sensasi bersentuhan dengan wanita?


Tidak Mengungguli Orang Lain


Dalam banyak kesempatan kita yang masih dikuasai keegoan akan selalu merasa lebih baik dan benar dari orang lain. Kita yang cuma bisa menendang bola pun akan mengatakan pemain bola kelas dunia itu bodoh ketika gagal mencetak gol, padahal tinggal berhadapan dengan penjaga gawang.


Merasa paling baik dan benar boleh dikatakan masih merupakan penyakit kronis manusia sejak dahulu sampai kini. dari perdebatan di warung kopi sampai ruang diskusi elite selalu terjadi. Kita kukuh bahwa kitalah yang paling benar dan orang lain salah atau cuma setengah benar.


Soal sikap mengungguli orang lain secara transparan dan terjadi di mana - mana. Sebab ini memang penyakit yang sangat sulit untuk disembuhkan. Ada pemeluk agama saling merendahkan demi untuk menunjukkan keunggulannya. Bila ada konflik atau perselisihan pendapat, kebanyakan akan merasa dirinyalah yang benar dan yang berbeda dengannya itu salah.

Bila berdiskusi, ujung - ujungnya kita akan gatal memamerkan gelar akademis atau pengalaman hidup kita yang tentu tujuannya untuk menunjukkan keunggulan kita kepada lawan diskusi. Padahal semua itu tidak secara otomatis membuat kita lebih unggul. Tapi bagaimana pun klaim itu sudah ada di dalam diri kita.


Tak heran, kalau memiliki sikap 'tidak mengungguli orang lain' merupakan pusaka yang pantas disimpan dengan baik. Lebih berharga daripada intan berlian. Sebab tidak setiap manusia bisa memilikinya dan termasuk 'barang' langka.


Tetapi kehidupan memang sudah membutakan, sehingga yang palsu dikira asli dan yang asli dianggap palsu. Segala permata dunia terlihat asli. Ada wujudnya. Tapi sesungguhnya adalah palsu. Tidak sejati. Tetapi permata - pertama hati, seperti sifat tidak mengungguli orang lain atau kerendahan hati yang merupakan pusaka sejati malahan dikira palsu. Sebab tak ada wujudnya. Oh, dunia....


Afirmasi :





Tuhan, di kala dunia semakin menuju kepada kegelapan, dimana yang palsu dikejar dan yang asli ditinggalkan, semoga kami masih memiliki kejernihan pikiran dan kebeningan hati untuk memilih yang benar - benar kesejatian hidup.


katedrarajawen@refleksihatimenerangidiri

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun