Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Merawat Sejarah di Teluk Bima

19 Maret 2012   19:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:45 320 0

PERBUKITAN itu bukan sekadar satuan geomorfologi bergelombang dengan kemiringan lerang yang cukup curam. Bukan semata tempat bebatuan tua miosen sampai holosen bertemu dan saling menindih. Di bawahnya, pantai berpasir putih yang lembut dengan barisan nyiur yang tertata, tidak pula sebatas panorama yang memikat mata. Lebih dari itu, dari sanalah sejarah Bima mula-mula menyusun dirinya.


Di salah satu lereng Doro Lemba, barat laut Teluk Bima, terdapat situs Wadu Pa’a. Situs ini sangat unik karena termasuk situs candi tebing, terdiri dari relief-relief Siwa, Mahakala, Mahesamurti, Ganesha, bahkan Buddha, serta berbagai stupa dan lingga. Umurnya belum diketahui pasti, namun diperkirakan berasal dari abad 6-14 Masehi; suatu masa ketika agama Siwa dan Buddha menyublim dalam satu ruang peribadatan.


Wadu Pa’a mungkin dibuat oleh pelaut-pelaut asing. Lokasi ini memang cocok sebagai tempat singgah karena terlindung dari angin kencang dan ombak pasang. Di komplek Wadu Pa’a juga terdapat mata air tawar yang menjadi alasan lain bagi para pelaut untuk datang.


“Orang-orang Hindu, biasanya dari Bali, masih datang ke sini. Mereka sembahyang di sini,” kata Muhammad Hasan, juru kunci Komplek Wadu Pa’a. “Orang Islam juga kalau habis lebaran, liburannya ke sini. Ramai sekali.”


Muhammad Hasan adalah warga Desa Kananta, Kecamatan Soromandi, yang menjadi tenaga honorer pada Dinas Pariwisata Kabupaten Bima. Tugasnya menjaga komplek Wadu Pa’a. Setiap hari ia menyapu dedaunan kering dan debu yang menempel pada relief. Tidak ada perlakuan khusus atau penggunaan teknologi modern untuk perawatan cagar budaya tersebut.


Bagaimana dengan kunjungan turis asing? “Ya, ada juga. Mereka pakai kapal, itu apa sih, paket pesiar dari Bali, kemudian singgah di sini, terus ke Pulau Komodo,” tutur Abdul Haris, Kepala Desa Kananta.


Jika sekarang kapal asing sangat jarang datang, beberapa abad lalu justru sebaliknya. Berbagai referensi sejarah—kronik Jawa kuno Nagarakrtagama, Pararaton, dan catatan Tome Pires—disebutkan bahwa sejak abad 10 atau 14, Bima adalah sebuah kota pelabuhan yang cukup ramai. Bima juga menjadi tempat niaga yang menghubungkan Malaka, Cina, Jawa, dan Maluku. Komoditinya berupa asam, kemiri, bawang, kacang, kopi, padi, kapas, teripang, garam, kain tenun, dan sebagainya.


“Ini yang mau kita hidupkan kembali. Kami sedang merancang Teluk Bima untuk wisata bahari dan wisata sejarah,” kata Abdul Hafid, Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia-NTB.


Jika proyek ini terealisasi, nantinya Teluk Bima dengan garis pantai membentang lebih dari 200 Km akan dipenuhi perahu-perahu layar kuno asli Nusantara. Wisatawan akan disuguhkan pemandangan teluk dari atas perahu. Mereka juga akan diantar mengunjungi dermaga-dermaga kuno dari abad belasan seperti Pelabuhan Bima, dermaga Lawata, dan dermaga Kalaki.


Sembari itu para turis bisa menikmati manisnya oi ta’a, atau saat angin dingin mina sarua, dan berbagai penganan khas. Yang hobi memancing bisa mendapat pengalaman unik mencoba menangkap ikan dengan alat tradisional bubu atau ladung. Atau, bagi yang suka tantangan, menginap saja bersama nelayan bagan di atas perahu yang bangunannya mirip rumah di tengah laut. Sesuatu yang tak mereka jumpai di tempat asalnya.


Tak hanya dari tengah laut, kawasan pesisir juga tak kalah menarik. Di sana bertebaran situs-situs kuno seperti Makam raja-raja di Doro Raja dan Tolobali, Wadu Tunti yang lebih muda dari situs Wadu Pa’a, komplek istana Asi, masjid tertua di Melayu, Benteng Asakota, dan sebagainya.


“Kami sudah mengidentifikasi beberapa kantong sejarah, budaya, dan kesenian. Di pusat, ini sudah dibahas serius,” kata Abdul Hafid. “Bima pernah jadi kerajaan maritim terbesar di Nusantara timur. Ini jangan sampai dilupakan.”


Teluk Bima adalah teluk yang paling penting bagi Kerajaan Bima masa itu karena berada di dekat pusat pemerintahan (sekarang termasuk wilayah Kota Bima). Itupun berarti bahwa Teluk Bima memiliki banyak potensi, selain dukungan geografis yang memungkinkan terjadinya perdagangan lintas pulau.


Seorang tokoh Majelis Adat Mbojo, Mashulan, menyarankan agar seluruh potensi itu digali kembali. Menurutnya, pembangunan tak melulu harus melihat prospek masa depan tetapi juga mengaca dari kesuksesan masa lalu. “Ini kuncinya kalau mau bangun kejayaan seperti masa lalu.”


Di luar itu, Teluk Bima—yang membentang dari Kolo, Amahami, Lawata, Kalaki, Oi Niu, serta sebagian wilayah Bolo dan Soromandi (Kabupaten Bima) di bagian barat—sangat kaya akan hasil laut. Data Kota Bima tahun 2007 mencatat, tingkat produksi tangkapan ikan laut hampir 4 ribu ton, tambak 300 ton, perikanan payau 330 ton, serta budidaya rumput laut sebesar 123 ton. Angka itu menunjukkan peningkatan dalam lima tahun sebelumnya, rata-rata sebesar 52 persen per tahunnya.


Kecenderungan peningkatan itu tak lepas dari faktor sarana dan prasarana yang memadai, seperti Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Tanjung serta dermaga-dermaga tradisional yang mengangkut hasil tangkapan lintas-pulau.


Pelabuhan Bima menjadi bagian yang tak kalah penting, sebagai pelabuhan laut utama di kawasan timur NTB yang diproyeksikan menjadi pelabuhan laut internasional. Pelabuhan ini memiliki dermaga samudera sepanjang 142 meter dan luas lantai 2.050 m2 serta terminal penumpang 200 m, yang memungkinkan kapal-kapal besar bisa berlabuh. Di sini juga terdapat dermaga rakyat sepanjang 50 meter dengan lantai 500 m2 yang menjadi pusat bongkar muat dan ekspedisi barang.


Di darat, Kota Bima tetap menjadi jalur lalu lintas yang padat; menghubungkan Pulau Lombok di bagian barat dengan Nusa Tenggara Timur di bagian timur. Faktor ini juga memperlancar terjadinya perdagangan hasil laut Teluk Bima ke luar daerah.


Berbagai peluang tersebut kini berkejaran dengan proyeksi dan semangat membangun. Juga, waktu. Seperti tokoh Sang Bima—dalam sebuah versi disebut sebagai pemahat Wadu Pa’a—telah mewariskan prasasti untuk masa depan. Maka, masa kini, pun tak berhenti mengajak berlari: mencari arah untuk masa depan.

(Selesai)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun