Ketika rintik hujan tak lagi tampak dan senjapun mulai beranjak. Aku masih terdiam. Memandangi jejak air di pelimpahan. Memandangi jejak anak manusia di jalanan.
Halima, Aku teringat kepada sebuah saat ketika engkau memutuskan memilihku menjadi pelindungmu. Di senja ini aku tersadar betapa aku tak bisa menjadi pelindungmu sebaik yang kau impikan. Kodratku sebagai laki-laki tak mampu membawaku menjadi pelindungmu yang selayaknya, bahkan untuk sekedar mendampingimu saat kau membutuhkan kehadiranku.
Halima, mungkin bukan saatnya lagi aku bertanya tentang kebahagiaan apa yang telah kau dapatkan dariku. Atau tentang kekecewaan yang berkecamuk dalam dirimu. Tentang kenyataan betapa aku tidaklah sebaik yang kau harapkan. Tentang kini bukan gemerlap perhiasan yang kau inginkan. Juga bukan kemegahan rumah tinggal yang kau damba. Aku pahan engkau hanya ingin aku berada di sampingmu.
Halima, waktu terus bergerak. Hanya tinggal tersisa sedikit waktu bagiku. Di senja terakhir bulan Ramadhan ini, ijinkanlah aku meratap berharap maaf. Atas kebodohanku dan kelalaianku. Jika sekiranya layak ada kesempatan kedua, berikan itu kepadaku, Halima. Agar aku bisa menebus semua yang telah terjadi. Dan aku kan terus berjalan seperti air yang terus mengalir untuk mencari jalan bagi berjalannya kodratku sebagai laki-laki yang menjadi pelindung bagi dirimu. Yakinlah Halima, suatu ketika di ujung perjalananku, aku akan senantiasa berada di sampingmu sampai akhir waktu datang menjelang.