Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Artikel Utama

Mudahnya Pergi Haji dari Jepang

19 November 2011   08:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:28 14439 5
[caption id="attachment_144488" align="aligncenter" width="655" caption="Jamaah Haji Embarkasi Jepang 2011 / photo Junanto"][/caption]

Meski punya cita-cita untuk menunaikan ibadah haji, saya tak pernah menyangka akan pergi haji dari Jepang. Keinginan saya adalah berangkat haji dari tanah air. Hal itu mengingat banyaknya sanak saudara dan informasi mengenai haji di Indonesia. Di Jepang, saya tidak memahami prosedur dan administrasi untuk berangkat haji. Ditambah lagi, Islam bukanlah agama yang populer di Jepang, sehingga sulit untuk mendapatkan informasi mengenai haji. Jadi, sejak saya tiba di Jepang, pikiran untuk berangkat haji, saya simpan saja dulu.

Namun di penghujung bulan Ramadhan kemarin, saya mendapat pencerahan dan informasi dari rekan-rekan mahasiswa Indonesia yang tergabung di Keluarga Masyarakat Islam Indonesia (KMII) Jepang. Mereka mengatakan bahwa pergi haji dari Jepang justru sangat mudah prosesnya. Dalam sebulan, bahkan dua minggu sebelum keberangkatan, kita masih bisa mendaftar. Bila semuanya lancar, Insya Allah kita bisa langsung berangkat ke Mekah. Masya Allah, sebegitu cepat dan mudahnya kah? Berbekal informasi tersebut, sayapun mencoba mendaftarkan diri, dan Alhamdulillah, tahun ini saya bisa berangkat menunaikan ibadah haji dari Jepang.

Cara tiap negara menangani warganya yang ingin menunaikan ibadah haji memang berbeda-beda. Di Indonesia, haji adalah urusan nasional. Ada Departemen yang menangani khusus keberangkatan haji warga Indonesia. Hal ini tentu wajar, karena Indonesia adalah negara muslim terbesar di dunia, dengan pemeluk agama Islam sekitar 200 juta orang.

Dari jumlah tersebut, pemerintah Arab Saudi memberikan kuota jamaah haji untuk Indonesia sekitar 220 ribu orang setiap tahunnya. Namun, meski kuotanya sudah besar, masyarakat yang ingin berhaji jauh lebih besar, bahkan mencapai jutaan. Hal inilah yang mengakibatkan munculnya sistem antrian. Seorang jamaah haji kabarnya harus mengantri antara 5 hingga 10 tahun lagi untuk dapat berangkat ke tanah suci. Sebuah penantian yang panjang, belum lagi kalau mempertimbangkan soal usia yang belum tentu mencapai 10 tahun lagi.

Lain Indonesia, lain pula Jepang. Di negeri matahari terbit, Islam adalah agama minoritas. Bahkan banyak orang Jepang yang belum mengerti apa itu Islam. Sebagian besar orang Jepang masih menganut ajaran Shinto dari nenek moyang. Shinto sendiri bukanlah sebuah agama, melainkan lebih pada penekananaspek budaya. Orang Jepang hanya pernah belajar dari pelajaran sejarah tentang adanya agama Islam yang lahir di Mekah. Jadi, ajaran Islam, termasuk haji, tidak terlalu dipahami oleh kebanyakan orang Jepang.

Berbeda dengan Cina, ataupun bekas negara Uni Soviet, yang memiliki propinsi atau wilayah negara berpenduduk muslim, Jepang tidak memiliki wilayah seperti itu. Sekitar 20 tahun lalu, jumlah masjid di seluruh Jepang hanya dua buah saja.

Kini Islam telah berkembang pesat di Jepang. Jumlah masjid sudah lebih dari 200 buah dan orang Jepang yang beragama Islam juga mulai bertambah. Meski demikian, populasi muslim masih tidak signifikan, sehingga kuota jamaah haji yang diberikan oleh Pemerintah Saudi Arabia pada Jepang juga masih kecil. Dalam satu tahun, Jepang diberikan jatah jamaah haji sekitar 400 orang saja.

Dari jumlah tersebut, total kuota jarang sampai terpenuhi. Jumlah orang Jepang muslim yang ingin berhaji paling banyak 10 orang setiap tahunnya. Sulit bagi orang Jepang, terutama yang bekerja di perusahaan Jepang, untuk mendapatkan cuti haji. Kultur masyarakat Jepang yang pekerja keras menyebabkan cuti selama 20 hingga 30 hari sangat sulit dikabulkan. Akhirnya, banyak masyarakat muslim Jepang yang kesulitan menunaikan ibadah haji.

Untuk mengisi kekosongan kuota tersebut, masyarakat asing muslim yang tinggal di Jepang diperbolehkan untuk mendaftar. Umumnya, masyarakat muslim yang tinggal di Jepang berasal dari negara-negara Asia Selatan, seperti India, Pakistan, dan Bangladesh. Namun salah satu populasi muslim di Jepang yang terbesar adalah juga Indonesia. Masyarakat Indonesia di Jepang terdiri dari para pekerja Indonesia, mahasiswa, ekspatriat, istri atau suami dari orang Jepang, keturunan Jepang-Indonesia, ataupun pegawai-pegawai kedutaan dan lembaga negara. Mereka inilah, termasuk saya, yang dapat menggunakan kuota haji dari Jepang.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun