Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Salah Kaprah tentang Pernikahan

9 Juli 2012   06:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:09 848 16

Pernikahan bertujuan untuk menjadikan manusia lebih manusiawi. Keinginan seksnya terturuti dengan sehat dan generasi pun terbentuk. Manusia tidak boleh membebaskan diri dengan menurutkan kemauan dan keinginan tanpa batas. Oleh karena itu, pernikahan memang diperlukan agar terjadi perbedaan antara manusia dengan makhluk hidup lainnya.

Namun, manusia (atau kita) sering menjadikan pernikahan sebagai sesuatu yang teramat syakral. Pernikahan dianggap sebagai sebuah peristiwa yang harus diistimewakan dalam segalanya. Maka, kita pun berusaha menjadikan pernikahan sebagai sesuatu yang teramat diagung-agungkan hingga makna pernikahan justru dihilangkan. Akhirnya, kita dibuat pusing karenanya. Salah sendiri…

Tuhan menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Tuhan menghendaki kebaikan bagimu dan tidak pernah menghendaki keburukan bagimu. Lalu, mengapa manusia (baca: kita) lebih suka menyengsarakan diri daripada mengikuti perintah-Nya? Maka, kita sering mengalami kesengsaraan hidup. Bukan salah Tuhan, melainkan salah kita!

Sebuah pernikahan terbangun atas dasar empat kriteria: tampilan, keturunan, kekayaan, dan kepercayaan. Semua orang pastilah menghendaki pasangannya layak diperlihatkan. Maka, dipilihlah pasangan yang cantik bagi pria dan ganteng bagi wanita. Sayangnya, banyak orang menjadikan kriteria ini sebagai kriteria utama. Maka, begitu sering terjadi malapetaka keluarga meskipun pasangannya sudah memiliki kecantikan dan kegantengan.

Selanjutnya, kriteria kedua adalah keturunan. Pohon yang baik akan menghasilkan buah yang baik. Jika toh pohon itu menghasikan buah yang tidak baik, pemilik cukup memberikan obat tanaman yang pas. Maka, pohon itu pun mampu menghasilkan buah-buahan yang bagus meskipun sudah berumur. Sedemikian halnya dengan keturunan, mestinya ini menjadi kriteria yang harus diperhatikan calon pengantin. Untuk mendapatkan keturunan yang baik, silakan Anda cari bibit dari keturunan yang baik pula.

Selanjutnya, adalah kriteria kekayaaan. Semua orang pasti suka harta benda. Semua orang pasti menyukai kekayaan. Maka, kekayaan boleh menjadi kriteria untuk menjadikan keluarga itu berbahagia. Jika tidak memiliki kekayaan harta, bolehlah kita memiliki kekayaan ilmu. Maka, carilah pasangan yang cerdas dan berilmu agar nantinya mampu melahirkan generasi yang cerdas pula. Apatah arti kekayaan jika sang pemilik tidak mampu menggunakannya secara bijak?

Dan kriteria keempat adalah kepercayaan (baca: agama). Faktor agama harus diperhatikan agar nantinya keluarga dapat lurus berjalan berdasarkan arah yang sama. Lalu, bolehkah kita menikah dengan orang yang berbeda agama? Menurutku, menikah itu pilihan sehingga menjadi hak baginya. Silakan menikahi pasangan yang berbeda agama jika memang segala risiko sudah diperhitungkan. Apa sih resiko menikah dengan pasangan yang berbeda agama? Jawabnya: agama anak. Tentu anak keturunan kita tidak mendapatkan pemahaman yang komprehensif atas satu agama. Justru anak dihadapkan kepada dua agama dalam sebuah keluarga. Maka, saya berpendapat bahwa seyogyanya pasangan memiliki kesamaan agama agar nantinya mudah mendidik anak-anaknya.

Berbincang tentang pernikahan, saya terusik dengan beragam budaya yang terus dilestarikan sedangkan itu tidak dituntunkan. Saya mencatat lima budaya alias kebiasaan yang salah kaprah dalam memaknai pernikahan.

Tulisan Doa Restu dalam Undangan

Cobalah Anda perhatikan dan bacalah tulisan yang ada di undangan pernikahan. Saya yakin bahwa Anda akan mendapati tulisan mohon doa restu. Jika mau berlaku jujur, mestinya pengundang tidak perlu menuliskan ucapan itu. Mengapa? Karena pengundang mengharapkan uang atau sumbangan daripada sekadar ucapan basa-basi. Lebih baik undangan itu diakhiri dengan ucapan: Terima kasih atas kehadiran Bapak/ Ibu/ Sdr/i serta berkenannya mendoakan mempelai berdua guna menjalani mahligai rumah tangga.

Asesoris Janur

Dahulu, kampungku ditumbuhi banyak pohon kelapa. Banyak sekali dan begitu mudah orang menikmati kelapa muda atau degan. Kini, pohon kelapa itu sirna dan tidak satu pun ditemukan kecuali sebatang pohon kelapa di kebunku. Mengapa pohon kelapa dapat hilang dari kampungku? Jawabnya: pernikahan. Sering pernikahan itu menggunakan janur atau daun kelapa muda. Janur itu diperoleh dengan memenggal pelepah daun kelapa yang masih muda. Karena masih muda itulah, pohon kelapa tidak dapat tumbuh subur. Yang saya herankan, siapakah yang mengajarkan budaya itu? Apakah pernikahan harus dihiasi dengan janur?

Penceramah Cabul

Setiap pernikahan sering dilengkapi dengan ceramah keagamaan. Kadang itu dilakukan agar pengantin mendapatkan bekal rohani sebelum memasuki mahligai pernikahan. Sayangnya, sering penceramah justru mengisinya dengan topik-topik cabul alias porno. Saya sering terheran-heran, mengapa sang penceramah seenaknya berbicara tentang masalah-masalah sensitif yang mengundang nafsu? Mestinya penceramah memberikan bekal kepada pengantin dan undangan tentang makna pernikahan yang baik seraya menggunakan topik-topik yang bermanfaat. Dan bukan sebaliknya, mengumbar syahwat!

Meninggalkan Si Miskin

Ketika menghadiri pernikahan, kita pasti berpenampilan bak orang kaya. Di lokasi pernikahan, kita akan disuguhi beragam makanan dan minuman yang teramat lezat. Makanan dan minuman itu bertebaran dan ditawarkan ke sana-sini oleh pelayan. Karena daya tampung perut terbatas, akhirnya kita tidak mampu menghabiskan makanan dan minuman itu. Setelah dicicipi sedikit, makanan dan minuman itu pun dicampakkan di meja atau bawah kursi. Nun di luar gedung, banyak pengemis mengharapkan belas kasihan kepada para tamu yang baru datang dan akan pulang. Ada kesinisan di antara para tamu itu ketika dihampiri sang pengemis. Andaikan para tamu itu tahu betapa besar dosanya karena menyia-nyiakan si miskin. Dan betapa dosanya bagi pemilik acara karena tidak mengundang atau memberi jamuan kepada si miskin

Meninggalkan Sholat

Pernikahan sering diadakan pada pagi menjelang siang, sekitar jam 09.00 – 13.00. Kadang pernikahan diadakan pada malam hari, sekitar jam 19.00 – 23.00. Sebelum mengikuti perhelatan, para tamu dan pengantin berdandan. Setelah dirasa cantik, semua keluar menyambut tamu. Namun, waktu sholat pun tiba. Karena masih berwajah cantik dan berdandan ganteng, banyak tamu undangan dan pengantin melupakan kewajibannya. Banyak tamu pernikahan dan pengantin mengabaikan sholat atau kewajiban lainnya. Semata itu bertujuan agar kecantikan dan kegantengannya tidak luntur karena berwudlu.

Lima budaya alias kebiasaan keliru di atas seyogyanya disingkirkan. Kita mestinya menjadikan pernikahan sebagai awal atas terbentuknya generasi yang cerdas. Manusia cerdas tentu dapat membedakan tuntunan wajib dan kebiasaan. Mana yang lebih penting, menjalankan kewajiban atau menurutkan kebiasaan. Mengabaikan kewajiban berbuah neraka sedangkan mengabaikan budaya paling dianggap “orang yang sok suci.”Semua terserah kita karena pilihan kita akan menentukan nasib kita. Satu hal yang diingat adalah pernikahan itu untuk kita dan bukan untuk orang lain!

Teriring salam,

Johan Wahyudi

Sumber gambar: Sini

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun