Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Sila Ke-2 dalam Bermasyarakat

2 Juni 2021   20:02 Diperbarui: 2 Juni 2021   20:21 213 3
Pentingnya Keadilan.

Urutan sila-sila Pancasila termasuk aplikasi masing-masing sila telah disusun secara sangat sistematis. Sila ke-2 baru bisa diaplikasikan secara optimal jika sila pertama sudah diamalkan dengan baik, dan di sini sebenarnya penataran P4 itu sangat instrumental,* karena merinci pedoman aplikasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari melalui tahapan mulai dari penghayatan, lalu pengamalannya.

*instrumental = berfungsi sebagai sarana atau alat yang krusial (makna dalam Merriam-Webster Dictionary, belum masuk KBBI).

Ruang lingkup pengamalan sila ke-2, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, juga memiliki tahapan mulai dari pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa Indonesia, bahkan bisa diperluas ke ruang lingkup dunia.

Saya sudah membahas tentang pengamalan sila ke-2 ini dalam ruang lingkup keluarga dalam artikel: Sila Ke-2 dalam Keluarga, sekarang mari kita masuk ke ruang lingkup masyarakat, yang tentunya lebih luas dan lebih kompleks ketimbang keluarga.

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Makna kemanusiaan jelas-jelas adalah sifat-sifat manusia, secara manusia, atau sebagai manusia.

Makna adil sudah saya jelaskan sebelumnya, yang antara lain mencakup keseimbangan antara si pemberi dan si penerima keadilan, penggunaan neraca yang terkalibrasi dengan baik, dan neraca yang berbeda untuk menimbang objek yang berbeda.

Beradab, kata dasarnya adab, yang bermakna kehalusan dan kebaikan budi pekerti, kesopanan, atau akhlak. Semakin berkurang adab seseorang, semakin dekatlah dia ke sebuah ambang, yang jika dilewati (ke bawah) akan membuatnya disebut tak beradab alias biadab, yang tentunya sekaligus juga memasuki wilayah "terdehumanisasi," lihat artikel saya: Hikmah Ramadan: Rehumanisasi Mulai dari Diri Sendiri.

Karena saya tidak mau memposisikan diri untuk menilai apalagi menghakimi apakah seseorang sudah atau belum mengamalkan sila pertama, dan dengan demikian sila ke-2, maka saya hanya memberikan beberapa contoh dalam kehidupan bermasyarakat, dan mengganti pernyataan menjadi pertanyaan agar para pembaca sendirilah yang memberikan penilaian.

Di satu sisi, dalam dunia korporat, saya telah menyaksikan bagaimana seorang bos yang taat beragama, baik, berkompetensi, dan mampu menjalin hubungan baik dengan siapa saja atas dasar menjaga keseimbangan antara take dengan give. Sebisa mungkin dia memberi penghargaan sesuai dengan kontribusi masing-masing karyawan, dan ini didasari oleh rasa syukurnya atas bantuan yang telah dia terima dari setiap orang dalam menyukseskan perusahaannya, rasa syukur yang dipedomani oleh ajaran agama yang diyakininya dan sila pertama Pancasila.

Selain itu dia juga aktif berpartisipasi dalam kegiatan bakti sosial, dengan menyumbangkan dana atau produk yang dipasarkan oleh perusahaannya, yang sesuai dengan keperluan baksos.

Menindaklanjuti berita di media sosial tentang orang yang membutuhkan bantuan, dia juga menyalurkan sumbangan, walaupun dia sama sekali tidak mengenal orang itu.

Singkat cerita, dia menggunakan neraca yang tepat untuk menimbang keadilan yang dia berikan kepada orang lain maupun keadilan yang dia dapatkan dari setiap kegiatan hidupnya, karyawan yang cukup diberi UMR dia berikan upah melebihi UMR plus uang makan, dan karyawan yang pekerjaannya strategis diberi penghargaan berlebih sesuai dengan hasil kerja dan gagasan yang dia kontribusikan kepada perusahaan.

Jadi setiap karyawan dinilai sesuai proporsi kontribusi tenaga, pikiran, tanggung jawab, dan gagasannya, dan pemenuhan prasyarat berupa kompetensi, kejujuran dan pemeliharaan hubungan yang baik dengan semua orang di dalam perusahaan.

Di sisi lain saya juga menyaksikan ketimpangan-ketimpangan dalam distribusi keadilan sebagai berikut:
1. Apakah adil jika seorang bos menzalimi karyawan yang dalam penglihatannya adalah wong cilik yang mudah dizalimi? Misalnya dengan menahan ijazah asli yang dikembalikan ketika karyawan tersebut berhenti dengan "baik-baik," atau memotong uang makan karyawan s/d 30% setiap kali dia terlambat masuk kantor hanya dalam hitungan menit?

Bos baik yang saya ceritakan di atas tak pernah melakukan hal seperti ini, dan karyawan yang suka telat diberi pengarahan sampai peringatan agar dia berubah, dan kalau memang tidak bisa juga barubah, baru dia dijatuhi berbagai macam sanksi, sampai jika terpaksa, diPHK.

Bos ini sendiri meniti karirnya dari seorang pekerja yang lebih banyak mengkontribusikan "tenaga," dan dia sangat paham apa makna uang makan itu bagi seorang karyawan dengan gaji pas-pasan.

Katakanlah Rp. 30.000 per hari, itu lebih dari cukup untuk makan siang. Sebulannya (22 hari kerja) Rp. 660.000, sebagian bisa dialokasikan si karyawan untuk menutupi biaya lain, jika memungkinkan, susu anaknya di rumah.

Bayangkan jika besaran ini dipotong s/d 30%, bagi si karyawan ini adalah sebuah pukulan, dan saya pernah menjumpai seorang karyawan yang bersedia mengkompensasi keterlambatan dengan menawarkan bekerja melampaui jam kerja, agar uang makannya tidak dipotong, tapi sarannya tak pernah disetujui. Ini membuat saya menduga-duga, apakah si bos adalah seorang tukang kumpul uang receh?

2. Adilkah seorang bos mempekerjakan karyawan atas dasar familiisme, nepotisme, atau koncoisme, bukan kompetensi dan kejujuran?

3. Adilkah jika seorang bos memperlakukan karyawan atas dasar favoritisme?

4. Adilkah jika seorang bos hanya tahu punishment dan tidak tahu reward?

5. Dan masih banyak lagi.

Diamalkan atau tidaknya sila ke-2 dalam ruang lingkup perusahaan bisa kita ekstrapolasikan ke kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan dalam pergaulan antarbangsa. Saya akan membahas lebih lanjut dalam artikel mengenai sila ke-5, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Dalam pengamalan Pancasila, yang paling utama adalah mengubahkan diri sendiri, bukan orang lain. Orang lain akan berubah dengan melihat teladan yang kita berikan, yang pernah saya contohkan dalam artikel: Ketuhanan Yang Maha Esa.


Jonggol, 2 Juni 2021

Johan Japardi
 


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun