Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Mengenang Gempa Tektonik 2006 di Yogyakarta dan Sekitarnya (3-habis)

27 Mei 2013   08:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:58 995 16

Pada bagian lain, dalam mengatasi persoalan pendidikan pascagempa, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DIY, Drs Sugito Msi menyatakan, sekolah darurat dengan tenda direncana didirikan di setiap sekolah yang mengalami kerusakan. Jumlahnya disesuaikan dengan jumlah sekolah yang rusak, kapasitas sesuai jumlah siswa.

Sedangkan sekolah yang berdekatan dengan sekolah lain yang masih bagus dan aman, digabung melaksanakan pendidikan bersama. Saat ini dicarikan tenda sesuai jumlah siswa. Langkah awal, akan menyembuhkan trauma guru dan siswa korban gempa.

Menurutnya, mengenai rencana pembangunan sekolah ini sudah dibicarakan dengan UNICEF, Departemen Pendidikan Nasional, Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota. Perencanaan sedang digodok sampai final, karena memang harus secepatnya diselesaikan.

Begitu juga santunan guru dan siswa yang meninggal. Rencananya, pemerintah pusat, provinsi dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) siap membantu. Berdasarkan data Posko Gempa Bumi, Dinas Pendidikan DIY per 1 Juni 2006 pukul 09.00 wib, jumlah bangunan sekolah yang rusak mencapai 1.470 sekolah, baik SLB, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK termasuk Perguruan Tinggi. Sedangkan jumlah korban mencapai 222 orang terdiri dari 108 meninggal meliputi 24 guru, 2 karyawan, dan 82 siswa. Luka berat tercatat 82 siswa, dan 34 luka ringan.

Sementara itu di Klaten, kegiatan belajar mengajar di SMP 1 Prambanan dan SMP 2 Gantiwarno Klaten, mulai Kamis (1/6) telah dimulai kelas-kelas tenda yang dibangun Yayasan Sampoerna Foundation (YSF). Meski dari 2 tenda hanya bisa dilaksanakan kegiatan belajar mengajar untuk 4 kelas, itu pun tidak utuh diikuti peserta didik. Namun sekolah yang semula memiliki 18 kelas dengan 716 siswa itu diselenggarakan dalam 2 shift.

Kegiatan belajar mengajar yang baru kali pertama dilaksanakan pascagempa dan dilangsungkan di tengah kekhawatiran gempa susulan, hanya diselenggarakan sekitar 2 jam. Sekitar pukul 11.00 wib, suasana kelas tenda di SMP 1 Prambanan tersebut sudah lengang, karena kelas telah bubar.

Communication Director Sampoerna Foundation, Sapto Handoyo Sakti mengemukakan, pihaknya memberikan fokus perhatian pascabencana ini untuk jangka panjang, utamanya di bidang pendidikan. Kami memilih fokus pendidikan memang menjadi concern kegiatan selama ini. Karena itulah Sampoerna Foundation (SF) bekerjasama dengan NGO Internasional sedang mengupayakan penghilangan trauma dengan mengajak anak kembali ke sekolah.

Diakui, hal ini bukan merupakan pekerjaan gampang. Bukan hanya karena sekolah yang rusak, namun juga kondisi psikologis siswa yang belum pulih. Kondisi SMP 1 Prambanan Klaten rusak berat, 30% papan tulis dan 50% meja kursi masih bisa dipergunakan sehingga dimanfaatkan untuk kelas tenda. Selain tambahan tenda besar untuk kelas, jelas Sapto Handoyo, siswa memerlukan buku pelajaran tahun ajaran 2006/2007 dan buku tulis bagi siswa dibutuhkan untuk belajar, sementara rumah mereka hancur.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun