Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Nyala Api Terakhir ( 4 )

18 Agustus 2019   18:10 Diperbarui: 23 Agustus 2019   13:14 57 5
Part.4.

Pagi masih belum beranjak jauh
Kuaran hawa kematian masih kental
Bayang-bayang berterbangan menjadi wakil elmaut sepertinya
Yang lengah binasa
Yang terpedaya tak beda nasibnya


Jurang Mulut Ular tidak berjarak jauh dari arena pertempuran tidak seimbang itu.

Satu nyawa telah terbang milik Sri Kanti istri Adipati Bambang Suwalapati yang sekarang mengereng marah.

Tubuh melesat cepat membagi pukulan, tendangan dan tusukan dengan selubung tenaga dalam Amuk Sardulo Petak.

Serangan yang dilambari nafsu membalas dendam. Kematian istri dan siksaan kepada anaknya. Membuat Adipati Bambang mata gelap, kalap!

Ia tertutup akan pertimbangan bahwa kelima sisa lawannya bukanlah orang sembarangan.
Melakukan pencegatan kepada Adipati Bambang yang sudah terkenal sakti jika tanpa persiapan. Mustahil mereka akan lakukan.

Tanpa persiapan dan keyakinan menang, mana mungkin mereka berani mnegambil resiko untuk mengambil tugas berbahaya ini. Tugas jika gagal dilakukan, nyawa mereka adalah taruhannya.

Melihat gerak sebat Adipati Bambang yang begitu trengginas dan berbahaya. Tanpa komando, kelima pencegat itu bergerak berlapis saling menjaga dan melindungi.

Gerakan teratur untuk menghadapi Adipati yang tangguh ini.

" Dua... Lima... tutup jalan semua keluar!... Hiaaat!"

Sang pemimpin segera memberikan aba-aba untuk menutup pintu keluar bagi Adipati Bambang Suwalapati yang sedang mengamuk.  Dua anak buahnya bergerak lincah, menutup semua lubang yang bisa digunakan lolos nantinya.

"  Duk... Duk... Trang... !"
Suara tangkisan pukulan dan tendangan berhasil dibendung oleh kedua lawannya.

Bahkan gerak pesat keris ditangan kanan Adipati berhawa panas dahsyat itu berhasil ditangkis sang Pemimpin.

" Hiaaat... terimalah seranganku!"

Golok panjang yang dipakai menangkis, sekarang bergerak seperti ular yang menyambar-nyambar.

Menghalau tusukan keris yang bertubi-tubi menyerang bagai gelombang air yang tidak berkurang malah semakin cepat.

Rangsekan serangan sang pemimpin, ternyata kandas di tengah jalan. Benar-benar tidak bernama kosong Adipati ini.

Sang pemimpin sangat terkejut, melihat gerakan keris itu berhasil menggulung serangan yang dilancarkan melalui ujung goloknya.
Menang ukuran panjang bukan jaminan ia memperoleh kemenangan lebih mudah.

Hawa panas yang menyelubungi Adipati Bambang, memaksa semua serangan berantai seakan menemui dinding panas dan memantul kembali atau arahnya melenceng menjauhi tubuh Adipati.

" Pikat Kalajengking Merah "
Teriakan komando membuat kelima pencegat itu segera merapal ajian Kalajengking Merah.
Senjata kelimanya dibuang terbang.

Mereka merapal aji itu melalui kedua tangan telanjang mereka.
Sepasang tangan mereka mulai bergetar, kemudian berubah merah dan mengeluarkan asap beracun.

Melihat kesaktian Adipati Bambang, terpaksa mereka menggunakan ilmu gabungan beracun untuk mengalahkannya.

" Atur formasi dan serang!"

Sekali lagi, serangan beracun dan berbahaya mengepung Adipati Bambang dari segala penjuru.

Keris, pukulan Aji Amuk Sardulo Petak bergantian dilancarkan untuk menghadapi gempuran pukulan beracun, dan lima pasang tangan beracun yang ternyata kebal, tidak mempan dilukai oleh senjata tajam.

*

Semula Adipati Bambang Suwalapati masih mampu mengimbangi kepungan ini. Sesekali malah mampu  melancarkan tusukan dan pukulan tangan kiri yang dialiri tenaga dalam, berbahaya dan mengerikan jika sampai terkena.

*

Sudah puluhan jurus dilancarkan. Namun keadaan masih belum menunjukan kemenangan di salah satu pihak.

Para pengepung kehabisan akal. Benar-benar luar biasa sepak terjang Adipati ini.
Sampai suatu ketika...

Dengan licik pencegat yang terluka memanfaatkan Bambang Jatmika untuk melemahkan dan mengacau konsentrasi Adipati.

" Ha... ha... ha... Lihat kesini Adipati!"
jengeknya dengan muka berkerut karena merasa sakit, luka tertusuk keris mengeluarkan darah. Namun keadaan seperti itu tidak mengurungkan niat jahatnya menyeret tubuh Bambang Jatmika ke arah Jurang Mulut Ular.

Mendengar teriakan itu, Adipati Bambang pecah kosentrasinya. Akibatnya, dua serangan lawan lolos dari pertahananya.

" Bret... Bret... "
" Uuh... !"

Dua cakaran tangan beracun Kelabang Merah berhasil merobek pakaian dan dadanya. Satu lagi tangan kanan yang memegang keris pun terluka.

Adipati Bambang spontan mengeluh menahan sakit. Karena luka cakaran beracun itu seketika membakar tubuhnya. Panasnya bukan kepalang.

Membuat kepalanya pusing dan kuda-kudanya goyah.

Adipati Bambang Suwalapati menggembor murka. Meski bagian tubuhnya terasa mulai kaku, ia tetap nekat melentingkan tubuhnya ke arah penawan anaknya.

Melenting ke arah jurang sambil melontarkan keris sebagai usaha terakhir menyelamatkan anaknya.

" Manusia keji... Hiaaa... Syuuut... "
" Awas... !"

Selarik cahaya melesat ke arah penawan  Bambang Jatmika, di susuli oleh sang pimpinan pencegat berteriak memeringatkan anak buahnya sambil melontarkan goloknya, diikuti keempat anak buahnya masing-masing.

" Sing... Sing... Sing... Sing... Sing "

Suara deru keris mengaung mengincar nyawa penawan yang terkejut dan gugup.  Sambil berusaha menghindar lontaran keris, ia masih sempat melontarkan tubuh Bambang Jatmika ke arah jurang.
Dalam gugup terlintas keputusan satu lawan satu atau impas sudah.

Ia mati, dan anak setan ini pun mati, hitungannya.

Benarlah apa yang diperhitungkannya, ia gagal menghindar lontaran keris yang seakan mempunyai mata mengejar ke mana arahnya ia menghindar.

" Cap... Aaaa... !"

Keris tepat bersarang di lehernya, kepalanya tersentak ke belakang. Jeritan kematian mengikuti tubuhnya yang melayang ke dalam jurang bersamaan tubuh kecil Bambang Jatmika.

" Jatmika... !" teriakan pilu Adipati Bambang Suwalapati melihat anaknya lenyap jatuh ke jurang.

Sedetik kemudian,

" Cap... Cap... "

Luncuran tiga golok meleset dari sasaran. Dua golok tepat menghajar punggung Adipati Bambang, membuatnya jatuh tersungkur di dekat mayat Sri Kanti yang sudah dingin.

Matanya terbuka nyalang, seakan tidak rela melihat nasib akhir yang tragis dari Sri Kanti, Bambang Jatmika dan dirinya sendiri.

Tewas dalam keadaan penasaran.


Bersambung...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun