Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Perempuan yang Kusebut Inel [Part 2]

16 Desember 2018   16:06 Diperbarui: 16 Desember 2018   16:16 97 3
Wajah cantik, bulu mata lentik, dan juga kutilang (kurus tinggi langsing). Perempuan Janda itu tidak mengalihkanku untuk tidak menyukai paras cantiknya. Aku hanya tercengang
"Kenapa harus menjadi seorang Janda dulu, sungguh sayang sekali perempuan cantik itu seorang janda''

Lamunanku diujung hari sabtu, dengan agenda besok aku akan jumpa dengannya. Senangnya dalam hati.

Minggu pagi.
Minyak wangi kian sedikit membuatku pusing. Maklum, aku tak terbiasa dengan wewangian dikeseharianku. Meski julukan si tampan kepadaku. Tidak ubahnya diriku menjadi seorang Lelaki kota, aku tetap menjadi diriku sendiri. Pemuda nelayan nan tampan. Pekerjaanku memang akrab dengan sinar matahari, namun tidak menjadikan kulitku hitam. Aku tetap si tampan berkulit kuning langsat. Sekali Perempuan memandang ia akan bilang sayang. Ahh inilah aku dengan segala kelebihan yang kumiliki.

Motorku telah mendarat dikediaman si Janda cantik. Hidungku mendengus ke arah ketiakku, kanan kiri kuciumi satu persatu. Barangkali, terkena perjalanan yang cukup melelahkan minyak wangiku luntur. Khawatir saja kalau bau amis yang masih menempel ditubuhku. Pahamlah aku seorang nelayan yang setiap hari akrab dengan ikan. Untung saja rumahnya gampang kutemukan dengan alamat jelas yang dikirimnya melalui WhatsAap.

Assalamualaikum ...

Sembari mengetok pintunya. Masih ada rasa khawatir, takut salah alamat juga salah sasaran. Takut saja ia tidak sama dengan foto profilnya. Ya. Tahukan dunia perfacebookan kian marak dengan penipuan yang demikian.

Walaikum salam ... Kang ....
Jawabnya kalem nan lembuuut gimana gitu, membuat bulu kudukku sedikit merinding. Serius bulu kudukku merinding!

Entah ini getaran apa namanya. Cinta pada pandangan pertama atau ketakutan yang teramat sangat. Rumahnya sepi. Tak ada siapapun katanya, setelah setengah jam ngobrol ringan dengannya. Ritme jantungku tetap bedegub tak mnentu.

"Ya gustiii perasaan apa ini''

Gerutu dalam hati sembari meminta ijin ke toilet.
Setelah ke toilet, aku langsung pamit. Ada urusan soal pekerjaan yang tidak bisa kutinggalkan. Segera bergegas dari jantung ini yang tidak bisa berdetak dengan normal. Auranya begitu menghantam seluruh aliran darahku. Hingga jantungku pun berdetak cepat.

***

Seminggu berlalu, chattingan dengannya pun makin lancar setelah pertemuan di rumahnya. Kali kedua dia mengajakku untuk bertemu lagi, namun kai ini dia mengajakku ke pantai.

"Aku ingin menghirup udara segar dengan ombak yang indah di depan mataku, bersamamu. Kang ....''

"Gusti nu agung, hati ini berasa digigit ribuan semut. Manis sekali chattingnya''

Aku semakin tergila-gila dibuat olehnya. Sampai ketika aku berpapasan dengan Kakek yang sebulan lalu hampir menyadarkanku akan betapa berartinya seorang Inel di hidupku ini. Janda itu telah mengalihkan pandanganku. Aku tertegun dan sangat murung setelah berpapasan tadi.

"Aku sungguh tidak melupakan Inelku, hanya saja aku mencari kebahagiaan yang menghargai keberadaanku. Ya! Janda itu yang membuat hariku berwarna. Sedangkan Inelku, hanya aku yang selalu chatting duluan, dan selalu dihiraukannya. Hingga aku mulai berpaling sedikit demi sedikit dengan Janda cantikku''

Jauh dalam hati. Sebenarnya masih ingin kuperjuangkan Inelku. Tetapi bagaimana dengan Jandaku. Ia mulai mencintaiku, sepertinya.

***
"Mas''

Sapa Inel lewat WhatsAapnya. Seolah tidak percaya setengah mati. Sampai aku cucimuka dahulu takut salah baca pesan. Akhirnya memang benar Inelkuuu mendahului chatting setelah entah kesekian kali aku diabaikanya.

"Iya Inel. Apa kabar? Kamu kemana saja, Mas menunggumu setiap hari. Setiap hari Inel. Mas ada untuk Inel, tetapi Inel kenapa berubah tidak seperti dulu?"

Kuberanikan diri dengan membalas pesannya cukup panjang. Sekalian sebagai pengakuanku selama ini. Meski terkesan merayu. Sungguh kali ini dari hati. Karena aku sedang chatting dengan pujaan hatiku. Inelku sayang.

"Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu Mas?"

Inelku balik bertanya, sungguh girang aku dibuatnya. Sampai hampir setengah kejang-kejang seluruh tubuhku agak bergoyang.

"Mas sangat baik Inel. Jaga kesehatan ya Nel, semoga selalu bahagia''

Jawabku sekenanya, meski sesungguhnya ini sangat berlebihan. Tak apa lah ya, kan jarang-jarang chatting dengan Inelku.

"Inel ingin bertemu, Mas kapan ada waktu? Kalo bisa hari minggu, minggu ini Mas''

Masih sama seperti dulu, aura egoismenya masih terlihat, terkesan membuatku pilihan namun sesungguhnya sudah ia jawab pilihannya. Tentu tidak bisa diganggu gugat. Oh, Inelku. Meski demikian. Kamulah yang terbaik dari Perempuan manapun, yang selalu sabar menghadapi Lelaki nakal sepertiku.

"Baiklah, Inelku ''

Tidak ragu sama sekali, aku membalasnya dengan love. Karena bagiku jika Inel sudah berani mengajakku bertemu Ia sedang merindu. Merindu akan hadirku, mungkin juga merindu akan kasih sayangku. Maafkan aku yang terlalu pede alias percaya diri wahai pembaca. Ya! Beginilah aku sang tampan seorang nelayan.


***
Hari minggu telah tiba, waktu yang kutunggu bertemu pujaan hati yang telah lama pergi. Inelku.

"Kang ... aku menunggumu datang dan kita ke pantai hari ini. Kok dari seminggu ini gak ada kabar. Kamu kemana?''

Oh. Tidak! Jandaku beneran mulai jatuh cinta dan terlalu mengharapkanku. Padahal sikapku sepekan ini setelah Inelku datang, aku menghindarinya. Akan tetapi itu tidak membuatnya peka. Janda itu tetap mengejarku.

"Gusti, bagaimana ini, aku akan tetap memilih Inelku. Tetapi bagaimana dengan Janda cantikku ini. Andaikan aku seorang Fahri. Aku bisa memiliki mereka berdua dengan saat bersamaan. Ah! Sayangnya ini bukan cerita Ayat-ayat Cinta 2 akan tetapi ini sebuah cerita INELKU. Aku mengabaikan pesan Jandaku. Tetap pada tujuanku untuk bertemu tersayang Inelku yang telah lama hilang, hari ini 10 Januari 2018 aku bertemu dengannya. Betapa tersipu malu setelah sekian lama tidak jumpa dengannya. Ah jantungku sungguh berdetak layaknya orang jatuh cinta. Berbeda dengan detak jantungku saat bertemu Jandaku. Ini baru namanya cinta tanpa ada rasa khawatir yang membuatku ingin numpang ke toiletnya. Eh, iyaa gitu maksudnya. Tidak usah aku jelasin secara gamblang ya, nanti aku takut di banned dari plukme. Kasihan Nona penulisnya. Hehee

***
Tumpahan darah merah berserakan diatas aspal yang akan aku lalui bersama Inelku.
"Nel, kita berhenti sejenak atau lanjut jalan saja, lagian yang kecelakaan orang yang tidak mungkin kita kenal kan?"
"Berhenti!''
Jawab Inel mengagetkan.

"Mas, tolong berhenti dahulu''
Seorang paruh baya menyapa dan memaksaku untuk turun dari motorku.

"Kan, aku bilang juga apa, berhenti!"
Bela Inel membenarkan dirinya.

"Ada apa ya pak, kami lagi buru-buru dalam perjalanan ini pak, mohon pengertiannya'' sahutku

"Begini Mas, kami kebingungan untuk menghubungi polisi terdekat, kami mohon bantuannya. Minjem hapenya sebentar saja'' permohonannya sungguh memelas
"Pak ini kejadian udah berapa jam?"
Tanya Inel, layaknya wartawan saja dia ini
"Baru beberapa menit yang lalu Mbak, makanya saya dan kawan-kawan saya memberhentikan paksa Mbak dan Masnya. Dari tadi belum ada yang melintasi area ini, padahal biasanya ramai. Apalagi sekarang hari minggu. Tapi gak tahu kenapa sekarang sepi.
"Mungkin masih kepagian Pak''
Jawab Inelku. Cerdas sekali, ini masih jam 9 pagi. Padahal memang benar jalan ini biasanya ramai. Nel, Inel kamu ini tetap saja lugu seperti dulu.
"Aku makin I love You padamu"
Sontak aku berkata lantang dalam lamunanku tadi. Inel dan dua Bapak-bapak yang disekitar melongo keheranan dengan tingkah konyolku.
"Atuh, hampura sadayana''
Logat sundaku kadang keluar kalau lagi kebingungan gini.
"Cepat telepon kator polisi!''
Sergap Inel setengah kesal kepadaku
"Iyaa ini lagi dihubungi, Nel sabaar atuh ah''
"Kami juga mau melanjutkan perjalanan Mas, cepat jangan kebanyakan melamun dalam darurat seperti ini!''
Buset dah ah aku dimarahin sama Bapak-bapak, udah berhentiin paksa, dimarahin. Apes kali hari Minggu yang kutunggu indah menjadi resah gini.  

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun