Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Menjadi Tuan dari Mulut Sendiri

7 April 2024   08:00 Diperbarui: 7 April 2024   08:05 99 0
Dikisahkan ada seorang perempuan setengah baya yang suka menggosip. Macam tak ada kerjaan saja . Hobi kok menggosip. Kata orang gosip itu akronim *digosok semakin sip*.

Suatu hari perempuan setengah baya itu menyebarkan berita bahwa tetangganya adalah seorang pencuri. Perempuan setengah baya itu punya tetangga seorang pemuda gagah berparas tampan. Pemuda ini baik sekali.

Cinta memang tak pernah memandang perbedaan usia. Perempuan setengah baya yang tinggal sebatang kara  ini *kepincut* dengan kebaikan dan ketampanan pemuda itu.

Hampir setiap hari perempuan setengah baya ini mengirimkan makanan pada sang pemuda. Sang pemuda menganggap perempuan itu seperti ibunya karena memang sejak kecil dia kehilangan sosok ibu.

Kebaikan perempuan itu ternyata *ada udang di balik batu*. Diam-diam dia menaruh hati pada sang pemuda.

Tanpa sungkan perempuan setengah baya ini menyampaikan isi hatinya. Sang pemuda yang merasa bahwa perempuan itu lebih pantas menjadi ibunya tentu saja menolak.

"Maafkan saya, Bu. Selama ini saya sudah menganggap ibu seperti orang tua saya sendiri. Jadi anggaplah saya ini anak ibu."

Tak terima atas penolakan sang pemuda, perempuan setengah baya ini pun menebar gosip bahwa pemuda tetangganya itu adalah pencuri.

Singkat cerita sang pemuda ini pun ditangkap oleh pihak keamanan.

"Mengapa saya ditangkap? Apa salah saya?"
Sang pemuda meronta dan bingung mengapa dia ditangkap.
"Nanti bisa kamu jelaskan di pengadilan."
Begitulah akhirnya sang pemuda ditangkap dengan tuduhan mencuri.

Setelah dilakukan proses interogasi, sang pemuda dinyatakan tidak bersalah. Sang pemuda pun dilepaskan.

Setelah dilepaskan, sang pemuda ini pun menuntut balik pada perempuan setengah baya karena menuduh tanpa bukti.

Di pengadilan, perempuan setengah baya ini berusaha membela diri dengan mengatakan,"Saya kan cuma berkata saja. Cuma kata-kata. Saya tidak merugikan atau melukai siapapun."

Hakim yang menangani kasus ini dengan bijak mengatakan,"Baiklah, Bu. Sekarang silakan Ibu tulis kembali di kertas apa yang sudah Ibu katakan tentang pemuda itu. Tuliskan yang banyak di kertas. Lalu potong kecil-kecil kertas itu dan buanglah di sepanjang perjalanan. Besok silakan datang lagi ke pengadilan ini untuk mendengarkan keputusanku."

Keesokan harinya perempuan setengah baya itu pun datang ke pengadilan untuk mendengarkan keputusan hakim.

"Baiklah, Bu. Sebelum Ibu mendengarkan keputusan saya, silakan Ibu keluar. Ibu ambil kembali potongan-potongan kertas yang kemarin Ibu buang di sepanjang perjalanan saat pulang."

Perempuan setengah baya itu pun protes.
"Pak hakim ini bagaimana? Masa saya disuruh mengambil potongan-potongan kertas yang kemarin saya buang. Ya tidak mungkin bisa lah. Angin pasti sudah menerbangkan potongan-potongan kertas itu. Lalu bagaimana saya bisa menemukannya? Ada-ada saja pak Hakim ini."

Dengan bijak sang hakim pun berkata,"Komentar yang sepertinya sepele terkadang bisa menghancurkan reputasi seseorang. Bila itu sudah terjadi maka tidak bisa diperbaiki lagi."

Maka dari itu jika kamu tidak bisa mengatakan yang baik lebih baik kamu diam.

Lebih baik kita menjadi tuan dari mulut kita sendiri dari pada menjadi budak dari kata-kata yang pada akhirnya menjadi penyesalan di kemudian hari.

Tepat sekali nasehat dari Rasulullah SAW tentang pentingnya menjaga lisan.

"Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: 'Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.' (HR. Bukhari dan Muslim)"

Hadis ini mengajarkan bahwa sebagai seorang mukmin, penting untuk memilih kata-kata yang baik dan berpikir sebelum berbicara, atau lebih baik lagi jika kita memilih untuk diam ketika tidak ada yang baik yang bisa kita katakan.

Semoga bermanfaat.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun