Selanjutnya, Nyi Sri Rahayu dan Nyi Kasilah juga bergabung dengan RRI Yogyakarta. Kedua pesindhen ini bahkan kemudian menjadi abdi dalem Keraton Yogyakarta. Nyi Sri Rahayu memperoleh gelar Nyi Mas Wedhana Madya Hartati, sedangkan Nyi Kasilah memperoleh gelar Nyi Lurah Candrasari.  Di luar sebagai tenaga kesenian RRI Yogyakarta, kedua pesindhen ini juga acap tampil dalam pagelaran wayang kulit. seperti Nyi Sri Rahayu pernah menjadi pesindhen "Warga Laras", kelompok karawitan milik dalang Ki Suparman (almarhum). Sedangkan Nyi Kasilah pernah mengiringi dalang Ki Sofyan Hadiwaluyo (almarhum), Ki Sukoco, dan Ki Seno Nugroho. Kedua pesindhen juga bergabung dengan karawitan Pusat Latihan Tari Bagong Kussudiardjo  yang antara lain mengiringi pentas dan rekaman Kethoprak Mataram "Sapta Mandala", yang menjadi binaan Kodam IV/Diponegoro Jawa Tengah. Nyi Sri Rahayu sudah meninggal dunia sedangkan Nyi Kasilah sudah pensiun dari RRI Yogyakarta, namun masih mendukung dalam even-even tertentu.
Untuk pesindhen Jawa Tengah, pengetahuan saya tidak banyak kecuali mendengarkan rekaman kaset atau mengikuti pagelaran wayang kulit dalang-dalang favorit saya seperti Ki Anom Suroto, Ki Manteb Sudarsono, dan Ki Purbo Asmoro. Tetapi nama-nama yang kemudian melegenda antara lain Nyi Tukinem, Nyi Tugini, Nyi Supadmi, Nyi Sutantinah, dan Nyi Suyatmi.
Nyi Tukinem (berasal dari Sukoharjo) dan Nyi Tugini (berasal di Jajar, Surakarta) adalah tenaga kesenian RRI Surakarta yang sekarang sudah lanjut usia dan pensiun dari lembaga penyiaran pemerintah itu. Kedua sosok ini adalah pesindhen kondang terutama dalam era produksi kaset rekaman Lokananta pada dekade 1970-an. Ketika karawitan RRI Surakarta dipimpin oleh Sunarto Tjiptosuwarso, yang piawai sebagai komponis dan penata gending, kedua sosok ini menjadi terkenal. Nyi Tukinem memiliki cengkok atau gaya yang "sumeleh" atau tenang, terutama saat melantunkan Jineman Mari Kangen atau Jineman Uler Kambang yang menjadi trandmark beliau. Sementara itu, di samping menjadi anggota karawitan Surakarta juga menjadi pesindhen di group karawitan "Condong Raos" pimpinan Ki Nartosabdho (almarhum) dan Kelompok Karawitan Listyo Rini (Kartosura). Â Keduanya, di samping mengajar seni karawitan, juga menjadi abdi dalem Keraton Pura Mangkunegaran.
Nyi Supadmi dari Surakarta merupakan salah satu pesindhen andalan group karawitan "Condong Raos" pimpinan Ki Nartosabdho (almarhum). Beliau merupakan dosen Institut Seni Indonesia Surakarta, dulu bernama Sekolah Tinggi Seni Indonesia, Surakarta pada jurusan Pedalangan. Banyak orang asing seperti Hiromi Kano dari Jepang yang menjadi muridnya dan kemudian terkenal karena kemampuannya melantunkan tembang Jawa.
Nyi Sutantinah (almarhum) adalah pesindhen dari Kurung, Ceper, Klaten. Â Dia memperoleh julukan "suara emas" dari Ki Nartosabdho dan menjadi salah satu pesindhen andalan. Suara Nyi Sutantinah tegas tetapi bercengkok klasik dan tidak terlalu banyak berimprovisasi, tetapi justru itulah yang menjadi kekuatannya. Nyi Sutantinah pernah tergabung dan menelurkan banyak rekaman gending-gending Jawa di perusahaan Kusuma Record dalam group karawitan Riris Raras Irama pimpinan Sunarto Tjiptosuwarso. ia juga tergabung dalam kelompok karawitan Indrararas (Surakarta) dan kelompok karawitan Ngripto Raras pimpinan Sri Moro (Boyolali), yang menghasilkan sejumlah kaset rekaman di perusahaan Lokananta. Sesudah Ki Nartosabdho meninggal dunia pada tahun 1985, Nyi Sutantinah bergabung dengan Ki Anom Suroto dan kemudian sejak awal 1990-an tergabung dengan Ki Manteb Sudarsono.
Sementara itu, Nyi Suyatmi sampai sekarang masih aktif sebagai sindhen. Seniwati dari Mudal, Boyolali ini juga pernah tergabung dalam group karawitan "Condong Raos" pimpinan Ki Narto Sabdho, elompok karawitan Ngripto Raras pimpinan Sri Moro (Boyolali). Ia pernah tergabung dalam kelompok kerawitan Ki Anom Suroto dan sekarang aktif mengiringi pentas Ki Purbo Asmoro.